Sementara itu, pasal kedua, yaitu menghalani penyelidikan kongres, menghasilkan 229-198-1 suara, dengan satu anggota memberikan pilihan netral atau tidak memilih.
Donald Trump menjadi presiden ketiga dalam 231 tahun sejarah kepemimpinan Amerika Serikat yang dimakzulkan, setelah Andrew Johnson dan Bill Clinton.
Andrew Johnson dan Bill Clinton sama-sama dibebaskan di tingkatan senat.
Trump nampaknya akan bernasib sama, karena anggota senat didominasi oleh partainya, yaitu Partai Republik.
Voting pemakzulan merupakan puncak dari investigasi berbulan-bulan oleh Partai Demokrat atas usaha presiden yang menekan pemerintah Ukraina melakukan investigasi yang akan menguntungkannya secara politik.
Penekanan yang dilakukan Trump termasuk penyelidikan sebuah perusahaan yang mempekerjakan putra mantan wakil presiden Joe Biden, satu dari calon saingan utama Trump dalam pemilihan presiden 2020.
Gedung Putih menolak untuk bekerja sama dengan penyelidikan dalam kapasitas apa pun, menjadi salah satu pemicu untuk pasal kedua pemakzulan.
Proses tersebut telah menimbulkan perpecahan yang mendalam antara partai-partai dan di antara para pemilih Amerika secara keseluruhan.
Presiden dan Partai Republik dengan gigih membela tindakannya dan menuduh Demokrat menghasut partisan untuk melengserkannya dari jabatan.
Demokrat menggambarkan Trump sebagai ancaman yang secara aktif mencari bantuan asing demi kepentingan politiknya sendiri.
Ketua DPR Nancy Pelosi membuka sesi debat dengan mengatakan presiden Trump membawa pemakzulan pada dirinya sendiri, menggambarkannya sebagai ancaman terhadap Konstitusi yang perilakunya tidak boleh dibiarkan begitu saja.
"Sungguh tragis, tindakan nekat presiden membuat kita melakukan pemakzulan. Tak ada pilihan lain," katanya di hadapan para DPR.
Dilansir Buzzfeed News, senat akan melakukan persidangan untuk menentukan apakah akan menjatuhi hukuman pada Trump atas dua pasal pemakzulan tersebut.
Lengser atau tidaknya Trump akan ditentukan oleh senat, kemungkinan pada Januari 2020.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)