TRIBUNNEWS.COM, BAGHDAD - Pasukan Amerika Serikat ( AS) ternyata berlindung di bunker peninggalan era Saddam Hussein saat diserang rudal Iran.
Pada 8 Januari 2020 dini hari waktu setempat, setidaknya 22 misil ditembakkan ke pangkalan AS di Ain al-Assad dan Irbil, Irak.
Iran menembakkan rudal sebagai balasan atas pembunuhan atas perintah Presiden AS Donald Trump terhadap komandan Pasukan Quds, Mayor Jenderal Qasem Soleimani pada 3 Januari 2020.
Sersan Satu Akeem Ferguson mengisahkan, dia sudah memegang senjata dan sudah bersiap jika dirinya terbunuh karena misil.
"Saya mencari tempat yang bahagia, kemudian bernyanyi bagi anakku. Saya hanya berharap apa pun yang menyerang bakal cepat," ucapnya.
"Saya sudah bersiap untuk mati," kata sang bintara yang melanjutkan, dia berlindung di bawah baja rentan saat serangan terjadi.
Untungnya, tidak ada pasukan AS maupun Irak yang terluka di Ain al-Assad, pangkalan yang kekurangan sistem pertahanan untuk mencegah rudal balistik.
Diberitakan CNN, rudal Iran menghancurkan fasilitas sensitif AS, termasuk hanggar, bangunan pasukan khusus, hingga unit operator drone.
Namun, sebagian besar tentara sudah dimasukkan ke dalam bunker.
Sementara sisanya pada saat itu sengaja diungsikan keluar. Hanya personel tertentu, seperti penjaga menara maupun operator drone, yang tetap bertahan untuk menghadapi kemungkinan serangan darat.
Rudal pertama jatuh pada 8 Januari pukul 1.34 waktu setempat. Disusul gelombang kedua dalam rentang 15 menit sampai 2 jam.
Kapten Patrick Livingstone, komandan Pasukan Keamanan Angkatan Udara menceritakan ketakutan yang mereka alami karena merasa tanpa pertahanan.
"Anda mungkin bisa bertahan dari serangan paramiliter. Namun Anda tidak akan bisa menghindar dari ini (rudal balistik)," ucapnya.
Dia menuturkan, bangunan militer AS yang berada di Irak tersebut tidak mampu menahan serangan besar seperti misil.