TRIBUNNEWS.COM - Tim hukum Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyatakan sang Presiden tak melakukan kesalahan apapun.
Tim hukum menyebut kasus impeachment (pemakzulan) terhadap Donald Trump lemah dan merupakan bentuk penyimpangan konstitusi yang berbahaya.
Pengacara Trump memaparkan secara singkat, dalam argumen yang disampaikan pekan ini di Sidang Senat, secara garis pertahanan, meraka melihat upaya Demokrat untuk menghukum sang Presiden.
Upaya itu dilakukan untuk menggulingkan Trump dari jabatannya karena kasus dengan Ukraina.
Diketahui, ada dua pasal pemakzulan itu diajukan kepada Trump terkait, penyalahgunaan kekuasan dan obstruksi Kongres.
Dilansir dari ABC News, ditegaskan dua pasal itu tidak sama dengan pelanggaran hingga harus dimakzulkan.
Penyelidikan pemakzulan berpusat pada permintaan Trump agar Presiden Ukraina membuka penyelidikan terhadap saingannya dari Demokrat, Joe Biden.
"Sebagai gantinya, Demokrat bertekad sejak awal untuk menemukan berbagai cara untuk merusak hukum impeachment," kata Trump melalui tim hukumnya.
Ia menambahkan, hukum impeachment yang luar biasa itu digunakan sebagai alat politik untuk membalikkan hasil pemilu 2016, dan ikut campur dalam pemilihan 2020 mendatang.
"Semua itu adalah penyimpangan berbahaya dari konstitusi yang harus segera diakhiri oleh Senat," terangnya.
Tim hukum Trump mengklaim konstitusi mensyaratkan bahwa Senator setuju atas dasar yang jelas untuk hukuman.
Mereka menuturkan tidak ada cara untuk memastikan Senator setuju pada tindakan mana yang layak dihapus.
Pejabat Administrasi Senior mengungkapkan ada hal-hal yang kurang tepat dalam menetapkan pasal-pasal impeachment.
Hal itu serupa dengan sidang impeachment Presiden Amerika Serikat yang pernah mengalami pemakzulan, Bill Clinton.
Satu di antara pengacara Trump, Alan Dershowitz mengatakan pada serangkaian pembicaraan menunjukan bahwa pelanggaran yang tidak dapat ditembus yakni perilaku seperti kriminal.
Tuduhan Terhadap Trump
Diketahui, Donald Trump menghadapi dua pasal pemakzulan atau dakwaan.
Pertama, Trump dituduh meminta bantuan dari Pemerintah Ukraina agar membantunya terpilih kembali November mendatang.
Trump dituduh menahan bantuan militer berjumlah jutaan dolar ke Ukraina.
Ia juga menggantung pertemuan Gedung Putih yang diusulkan bersama Presiden Ukraina, sebagai tawar menawar.
Sebagai gantinya, para saksi menyebut, Trump ingin Ukraina mengumumkan penyelidikan terhadap Joe Biden.
Joe Biden adalah pria yang memimpin kelomok Demokrat untuk menentang Trump dalam pemilihan November mendatang.
Berdasar jajak pendapat, hasilnya menunjukan Biden akan mengalahkan Trump bila terpilih sebagai kandidat Demokrat.
Kedua, setelah Gedung putih menolak untuk mengizinkan staf memberikan kesaksian pada sidang pemakzulan pertama Trump tahun lalu, Demokrat menuduh Trump menghalangi Kongres.
Kongres merupakan bagian dari pemerintah Amerika Serikat yang menulis dan memasukkan undang-undang, dan yang sedang menyelidiki Trump saat ini.
Trump lantas membantah melakukan kesalahan yang dituduhkan.
Ia menyebut penyelidikan itu sebagai 'Perburuan Penyihir'.
Ditekankan bahwa pemakzulan Trump tidak ada hubungannya dengan penyelidikan penasihat khusus dalam campur tangan Rusia di Pemilu AS 2016 dan dalam hubungan kampanye Trump ke Rusia.
Hal tersebut berakhir dengan tidak ada tindakan lebih lanjut terhadap Trump.
Mengapa Ada Persidangan?
Agustus 2019: Seorang whistleblower membuat tuduhan terhadap Presiden Trump.
Oktober-Desember 2018: Penyelidikan sedang dilakukan, dengan audiensi di Dewan Perwakilan Rakyat.
DPR dikendalikan oleh saingan Demokrat.
Desember 2019: Para pemimpin Demokrat dari DPR memilih untuk memakzulkan Trump.
Januari 2020: Kasus pemakzulan Trump diteruskan ke Senat.
Senat dikendalikan oleh Republik Trump, dan persidangan akan berlangsung pekan depan.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)