TRIBUNNEWS.COM, CHINA - Puluhan mahasiswa Indonesia yang tengah menempuh pendidikan di Wuhan, China, meminta pemerintah segera mengevakuasi mereka menyusul terus meningkatnya jumlah orang yang meninggal akibat virus corona.
Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Wuhan, Nur Musyafak, mengatakan sudah meminta kepada pihak KBRI di Beijing agar memulangkan mereka.
Kendati demikian, Kementerian Luar Negeri menyebut belum ada keputusan terkait permintaan itu, namun pemerintah tengah mempertimbangannya.
Setidaknya masih ada 96 mahasiswa yang masih tinggal di asrama-asrama kampus.
Mereka, katanya, mulai dilanda rasa khawatir luar biasa sejak pemerintah China menutup seluruh akses transportasi di sana dan melarang masyarakat setempat keluar dari Wuhan.
Yang membuat tambah panik lagi, keluarga di Indonesia tak berhenti menelepon dan minta agar mereka segera pulang.
"Ya teman-teman ada yang minta pulang ke Indonesia, tapi sebenarnya semuanya ingin keluar dari Wuhan. Apalagi keluarga selalu telepon," ujar Nur Musyafak, Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Wuhan kepada Quin Pasaribu yang melaporkan untuk BBC Indonesia, Minggu (26/01).
"Soalnya kan kami tak bisa keluar (Kota Wuhan), tapi kami coba menenangkan teman-teman, cuma tak bertahan lama, tetap saja khawatir. Apalagi berita di Indonesia, Wuhan seperti kota zombi, itu bikin panik."
Seorang warga negara China jadi pasien suspect corona di Sorong
Permintaan untuk dievakuasi dari kota Wuhan, kata Nur Musyafak, sudah disampaikan ke KBRI di Beijing beberapa hari lalu. Namun hingga saat ini belum ada keputusan.
"(KBRI) belum kasih janji (mengevakuasi), cuma ada arah ke sana. Cuma belum fix saja karena mereka harus koordinasi dengan pemerintah Wuhan."
Pasok pangan di kampus
Sejauh ini menurut dia, kondisi kesehatan para mahasiswa baik. Pemeriksaan kesehatan yang dilakukan kampus-kampus pada pertengahan Januari lalu memastikan tak ada satupun mahasiswa Indonesia yang terkena virus corona.
Tak cuma itu, kampus juga rajin membagikan masker, sabun cuci tangan, dan kerap memberikan informasi seputar virus 2019-nCoV.
Kendati demikian, pihak berwenang mewanti-wanti agar tidak sering-sering keluar dan bepergian ke tempat ramai.
Sementara untuk kebutuhan makanan sehari-hari masih mencukupi lantaran toko di area kampus masih buka.
"Sampai saat ini supermarket di dalam kampus masih buka, jadi logistik masih aman."
Untuk diketahui, mahasiswa asal Indonesia yang menempuh pendidikan di Wuhan dan sekitarnya tercatat sebanyak 428 orang. Ratusan mahasiswa itu tersebar di enam kampus di sana, tapi paling banyak di Central China Normal University.
'Kami diinstruksikan jangan sering keluar'
Nur Musyafak juga bercerita, mula-mula mengetahui virus corona pada awal Januari silam lewat pemberitaan di media lokal. Tapi kala itu, kondisinya tidak terlampau parah dan hanya beberapa saja yang dilarikan ke rumah sakit.
Itu mengapa teman-teman mahasiswa Indonesia 'tidak terlalu menanggapi'. Begitu pula dari pihak KBRI tidak memberikan informasi atau peringatan apapun.
"Awal-awal (pemberitaan ada virus corona) tak ada kekahwatiran. Soalnya kita mikirnya ini virus biasa dan tidak akan bertahan lama," ujar Nur Musyafak.
"Dan waktu itu juga liburan musim dingin, jadi teman-teman sudah banyak yang pulang ke Indonesia atau traveling ke luar Wuhan, jadi tak terlalu mikirin ini," ungkapnya.
Dari pantauannya sejak seluruh transportasi di Wuhan diblokir, suasana di sana jadi sepi. Hanya ada satu atau dua orang yang berjalan di seputaran kota untuk membeli kebutuhan makanan.
"Tidak ramai lagi, karena transportasi ditutup, cuma mobil pribadi yang lewat soalnya masih ada supermarket yang buka."
"Sejauh ini juga tak ada pengetatan jam keluar, cuma kita diinstruksikan untuk jangan terlalu sering keluar."
"Kalaupun keluar kampus paling satu sampai dua jam saja, itupun pagi atau siang."
"Jadi bukan kayak di penjara, kalau butuh makanan bisa keluar."
Untuk menghilangkan bosan teman-teman mahasiswa, katanya, bertandang ke kamar teman yang lainnya.
Kemenlu: opsi evakuasi sedang dibahas
Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah, menyebut Menteri Retno Marsudi dan sejumlah pejabat lintas kementerian tengah membahas opsi kemungkinan mengevakuasi mahasiswa maupun WNI yang kini terisolir di kota Wuhan.
Untuk itu, Menteri Retno dan beberapa kementerian pada Minggu (26/01) sore menggelar video conference dengan KBRI di Beijing agar mendapat informasi yang valid tentang kondisi di sana.
"Kita ingin mendapat informasi langsung kira-kira saran apa yang mereka berikan seperti apa," ujar Teuku Faizasyah kepada BBC Indonesia, Minggu (26/01).
Menurut Teuku, untuk proses evakuasi tidak semudah yang dibayangkan lantaran pemerintah China masih menutup kota itu.
"Memang tidak sesederhana permasalahannya, kalau untuk evakuasi. Memang saat sekarang opsi-opsi itu sedang dibahas, tapi karena status wilayah itu masih ditutup."
Dari pantauan Kemenlu, beberapa negara seperti Amerika Serikat, Prancis, dan Rusia berupaya mengevakuasi warga negara mereka dari Wuhan. Namun, sejauh ini belum ada satupun negara yang berhasil melakukannya.
Karena itulah, pemerintah belum menemukan cara evakuasi yang ideal.
"Jadi kita belum bisa melihat contoh proses pelaksanaan yang ideal seperti apa, apakah dievakuasi langsung di bawa pulang atau bagaimana. Itu kan hal-hal yang harus betul-betul disiapkan di lapangan," jelasnya.
Pemeriksaan ketat bagi pelancong asal China
Sampai Minggu (26/01), setidaknya 56 orang dilaporkan meninggal dunia karena virus corona dan menginveksi lebih dari 2.000 orang di seluruh dunia.
Kementerian Luar Negeri pun meminta warga negara Indonesia yang hendak bepergian ke China agar memantau aplikasi travel advisory dan meningkatkan kehati-hatian.
Sementara di dalam negeri, Sekretaris Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Sesditjen P2P) Kementerian Kesehatan, Achmad Yurianto, mengatakan mengawasi betul pelancong asal China.
Pemerintah, kata dia, telah berkoordinasi dengan pemangku kepentingan di semua bandara udara agar memperketat pemeriksaan kesehatan penumpang. Seluruh maskapai penerbangan dari China wajib mengecek para penumpangnya apakah sudah dipastikan lolos dari karantina kesehatan negara tersebut.
"Kalau karantina katakan boleh pergi, kita terima, kalau tak ya tidak boleh kita terima di Indonesia," ujar Achmad Yurianto kepada BBC lewat sambungan telepon.
Proses selanjutnya, penumpang yang siap diterbangkan diberi penjelasan oleh kru maskapai tekait penyakit virus corona. Jika di dalam perjalanan diketahui ada penumpang yang memiliki ciri-ciri terjangkit virus corona, maka pilot wajib berkomunikasi dengan petugas Air Traffic Control (ATC) bandara tujuan.
"Untuk kemudian setelah mendarat, pesawat akan diparkir di tempat yang tidak biasa digunakan untuk umum. Dari situ berlaku kewaspadaan karantina."
"Semua penumpang dalam pesawat itu akan kita karantina sebagai kecurigaan penyebaran."
Sementara itu, bagi penumpang yang dinyatakan terbebas dari virus corona akan diberikan Kartu Kewaspadaan Kesehatan yang berisi identitas lengkap.
"Saat mendarat pun, orang karantina yang akan masuk terlebih dahulu."
Disampaikan pula, jika dalam 14 hari sejak mendarat mengalami gejala panas, batuk, serta demam, agar segera ke rumah sakit.