TRIBUNNEWS.COM - Wanita dari London, berinisial SB menikah dengan anggota ISIS saat berusia remaja.
SB baru mengetahui telah kehilangan kewarganegaraannya dari seorang jurnalis.
Wanita terebut mengaku dunianya hancur berantakan ketika ia tahu kewarganegaraan hilang.
SB berbicara kepada ABC News, James Longman di kamp al-Roj yang dikelola Pasukan Demokrat Suriah di Suriah timur laut.
"Ketika kewarganegaraan saya ditolak, saya merasa seluruh dunia saya hancur berantakan tepat di depan saya," kata SB kepada ABC News yang dikutip Tribunnews.com melalui alarabiya.
"Terutama cara saya diberitahu. Saya bahkan tidak diberi tahu oleh pejabat pemerintah," katanya.
"Saya harus diberi tahu oleh wartawan," tuturnya.
SB menambahkan, ia berpikir mungkin akan mendapat perlakukan berbeda.
Hal tersebut lantaran ia tidak melakukan kesalahan sebelum bergabung dengan ISIS.
Selama wawancara berlangsung, SB mengatakan bahwa ketika pemimpin ISIS Abu Bakar al-Baghdadi terbunuh, beberapa wanita di kamp pengungsi saat itu mengaku merayakan kematiannya.
"Ketika Baghdadi meninggal, SB mengatakan beberapa wanita merayakan karena bagi mereka, dia tidak cukup radikal," kata Longman di satu cuitan.
Diketahui, keluarga SB telah berusaha untuk mendapatkan paspornya dari Bangladesh.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Bangladesh buka suara.
Ia menegaskan negara tersebut tidak akan memberi SB kewarganegaraan atau menerimanya ke negara itu.
"Bangladesh tidak akan menerima warga negara Inggris dan anggota ISIS, SB," kata FM AK Abdul Momen.
"Dia tidak memiliki hubungan dengan Bangladesh," tambah Abdul Momen yang dilansir dari Kantor Berita Bangladesh Sangbad Sangstha (BSS) oleh alarabiya.
Indonesia Tolak Pemulangan WNI eks ISIS
Sementara itu, diberitakan sebelumnya oleh Tribunnews, pemerintah Indonesia dengan tegas menolak pemulangan WNI eks ISIS.
Hal itu lantaran, para WNI eks ISIS tersebut dengan tegas diberitakan telah kehilangan kewarganegaraannya.
Terkait hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD angkat bicara.
Ia menjelaskan dasar hukum yang membuat 689 eks ISIS asal Indonesia kehilangan kewarganegaraannya.
Mahfud mengatakan, mereka kehilangan kewarganegaraannya berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 huruf d tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Baca: Mahfud MD Pastikan Anak-anak WNI Eks ISIS Dipulangkan Pemerintah, Yenny Wahid: Sudah Siap Menampung?
Baca: Soal Hilangnya Kewarganegaraan WNI Simpatisan ISIS, Pengamat: SK Menkumham Sudah Tepat
UU tersebut berbunyi: 'Setiap Warga Negara Indonesia kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan masuk dinas tentara asing tanpa seizin presiden'.
"Menurut Undang-Undang, orang kehilangan status kewarganegaraannya dengan beberapa alasan," kata kata Mahfud di kantor Kemenko Polhukam Jakarta Pusat pada Kamis (13/2/2020).
"Antara lain ikut dalam kegiatan tentara asing. Itu menurut UU pasal 23 ayat 1 butir d," tambahnya.
Meski begitu, Mahfud mengatakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2007 pasal 32 dan 33 pemerintah tetap perlu melakukan proses hukum administrasi terkait kehilangan status kewarganegaraan tersebut.
Pada pasal 32 disebutkan pimpinan instansi tingkat pusat yang mengetahui adanya WNI yang memenuhi syarat kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia kemudian mengkoordinasikan kepada Menteri.
Jika yang mengetahui pimpinan instansi tingkat daerah atau anggota masyarakat yang mengetahui adanya hal tersebut, maka ia melaporkan secara tertulis kepada pejabat.
Jika anggota masyarakat yang bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia yang mengetahui adanya hal tersebut, maka ia melaporkan secara tertulis kepada Perwakilan Republik Indonesia.
Baca: Tegas Menolak ISIS Eks WNI, “Jempol” untuk Jokowi
Baca: Tak Setuju Anak WNI Eks ISIS Dipulangkan, Adi Prayitno: Ngapain Diganggu Gugat, Biarkan Masuk Surga
Kemudian di pasal 33 disebutkan laporan pimpinan instansi tingkat daerah atau anggota masyarakat yang tinggal di luar negeri sekurangnya memuat nama lengkap, alamat pelapor dan terlapor dan alasan kehilangan Kewarganegaraan terlapor.
Laporan tersebut juga dapat dilampiri fotokopi Surat Perjalanan Republik Indonesia atas nama yang bersangkutan dan fotokopi paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya.
Lebih lanjut, pasal 34 PP nomor 2 tahun 2007 tersebut mennyebutkan sebagai tindak lanjut hasil koordinasi dan laporan tersebut kemudian menteri memeriksa kebenaran laporan tentang kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Untuk pemeriksaan tersebut, menteri melakukan klarifikasi kepada pelapor, terlapor, dan instansi terkait.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan klarifikasi tersebut, menteri kemudian menetapkan Keputusan Menteri tentang nama orang yang kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Kemudian menteri menyampaikan tembusan keputusan menteri tersebut disampaikan ke presiden dan pejabat yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal orang yang kehilangan kewarganegaraan.
"Jadi jangan mempertentangkan (pernyataan) saya dengan Pak Moeldoko. Pak Moeldoko benar mengatakan mereka kehilangan status kewarganegaraan secara otomatis," kata Mahfud.
"Tetapi kan harus ada proses administrasinya. Hukum administrasi itu diatur di pasal 32 dan 33," terangnya.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani/Gita Irawan)