Ini mencakup pula tingkat perkembangan ekonomi suatu negara dan perannya dalam perdagangan dunia.
Sebagai contoh, negara dengan pangsa 0,5 persen atau lebih dari perdagangan dunia dicetuskan sebagai negara maju.
Menurut aturan 1998, ambangnya 2 persen atau lebih.
Pengamat perdagangan, Xue Rongjiu mengatakan, pengumuman pencabutan beberapa negara tersbeut dinilai telah merusak otoritas sistem perdagangan mulilateral yang selama ini terjalin baik.
"Tindakan unilateralis dan proteksionis seperti itu telah merugikan kepentingan China dan anggota WTO lainnya," kata Xue sebagaimana dikutip dari Kompas.com.
Baca: Maksud Terselubung Amerika Serikat di Balik Keluarnya Indonesia dari Daftar Negara Berkembang
Baca: Ini Jawaban Jokowi Saat Ditanya Pilih Amerika atau China
Sementara itu, pengamat perdagangan Tu Xinquan menyatakan, aturan dan mekanisme WTO harus lebih ditingkatkan.
Pasalnya, banyak negara berkembang memahami dan memanfaatkan aturan secara berbeda.
Menurutnya, hal tersebut tidak dapat diatasi dalam mekanisme negosiasi saat ini.
Tu menambahkan, reformasi WTO juga dapat mendorong negara lain untuk mengatasi masalah subsidi pertanian.
Selain itu, hambatan perdagangan pertanian, pembatasan ekspor teknologi dan hambatan perdagangan teknologi untuk memenuhi tanggung jawab mereka.
Dampak Indonesia dicoret dari daftar negara berkembang
Dampak dari kebijakan dicoretnya Indonesia dari daftar negara berkembang akan berpengaruh bagi perlakuan berbeda dan spesial dalam hal perdagangan.
Pencoretan tersebut akan berpengaruh pada batasan minimum (de minimis tresholds).
Yakni untuk marjin subsidi agar penyelidikan bea masuk anti subsidi (BMAS) selesai.