TRIBUNNEWS.COM - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Amerika Serikat (AS) menyetujui Resolusi Kekuatan Perang yang bertujuan membatasi kemampuan Presiden Donald Trump untuk mengomandoi perang melawan Iran, Rabu (11/3/2020).
Lebih lanjut, resolusi tersebut merupakan satu lagi teguran bagi Donald Trump atas keputusannya memerintahkan pembunuhan Jenderal Iran, Qassem Soleimani.
Diberitakan sebelumnya, Jenderal Qassem Soleimani tewas terbunuh dalam serangan pesawat tanpa awak awal Januari 2020 lalu.
Dikutip dari Al Jazeera, Senat akhirnya melakukan pengambilan suara di mana delapan anggota Partai Republik bergabung dengan Demokrat dalam mendukung resolusi kekuatan perang.
Langkah tersebut membuat Donald Trump harus mendapatkan persetujuan Kongres sebelum terlibat dalam aksi militer lebih lanjut terhadap Iran.
Pembunuhan Soleimani
Sebelumnya, Donald Trump memerintahkan serangan yang menewaskan Kapala Pasukan Quds Elit Iran, Qassem Soleimani di bandara Baghdad pada 3 Januari 2020 lalu.
Akibat serangan tersebut, konflik Amerika Serikat dengan Iran memanas.
Banyak anggota Kongres AS mengkhawatirkan akan mengarah pada perang langsung.
Lebih jauh, Iran menanggapi pembunuhan Soleimani dengan serangan terhadap pangkalan militer AS di Irak.
Lebih dari 100 tentara AS didiagnosis menderita cedera otak traumatis setelah serangan tersebut.
Gedung Putih: Resolusi Kekuatan Perang Gagal Jelaskan Situasi
Sementara itu, pihak Gedung Putih angkat bicara soal Resolusi Kekuatan Perang.
Pihak Gedung Putih mengatakan dalam sebuah pernyataannya, bahwa resolusi tersebut gagal menjelaskan situasi saat ini.
"Itu dirancang beberapa minggu lalu dengan tujuan mencegah peningkatan antara Amerika Serikat dan Iran," kata Gedung Putih.
"Terlepas dari prediksi banyak orang, bagaimana pun, tidak ada peningkatan seperti itu terjadi," ungkap Gedung Putih.
"Amerika Serikat saat ini tidak terlibat dalam penggunaan kekerasan apa pun terhadap Iran, sebagian (yang terjadi) karena kebijakan sehat dan tindakan tegas yang efektif dari pemerintah," tambah Gedung Putih.
Baca: Aktor James Bond Daniel Craig Singgung Donald Trump Terkait Film No Time To Die, Ada Apa?
Baca: Bursa Saham AS Ambles Karena Minyak, Donald Trump Salahkan Saudi dan Rusia
Baca: UPDATE Covid-19, Italia Dikarantina hingga Trump Bandingkan Virus Corona dengan Flu
Meningkatnya Ketegangan
Diketahui, ketegangan Amerika Serikat dengan Iran meningkat sejak Donald Trump secara sepihak menarik AS dari perjanjian Nuklir 2015 dengan Iran pada Mei 2018.
Sejak saat tu, Donald Trump melakukan kampanye untuk memberikan tekanan maksimum kepada Iran.
Termasuk sanksi ekonomi, isolasi diplomatik dan ancaman militer.
Terkait hal tersebut, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menerangkan pada konferensi tahunan Komite Urusan Publik Israel Amerika pekan lalu.
"Rezim itulah yang Presiden Trump katakan dengan sangat jelas bahwa Iran tidak akan pernah mendapatkan senjata nuklir saat kita berjaga-jaga," kata Mike Pompeo.
Sentimen anti-perang telah meningkat di Kongres karena pasukan AS tetap terperosok dalam konflik di Afghanistan , Irak dan Suriah .
Donald Trump telah berulang kali mengatakan dia ingin mengakhiri "perang Amerika di Timur Tengah".
Trump disebut telah berusaha untuk mendorong pembicaraan damai antara Taliban dan pemerintah yang didukung AS di Afghanistan.
Membatasi Kekuatan Donald Trump
Tetapi pejabat administrasi Trump telah menawarkan pembenaran bergilir untuk serangan pesawat tak berawak yang menewaskan Soleimani dan tiga lainnya di dalam mobil di bandara Baghdad.
Mereka awalnya mengatakan Soleimani merencanakan serangan segera terhadap pasukan dan lokasi AS.
Tetapi pernyataan tersebut tidak memberikan rincian yang jelas.
Kemudian, laporan Gedung Putih yang dimandatkan secara hukum kepada Kongres tidak menyebutkan ancaman yang akan terjadi.
Serangan udara AS kepada Soleimani di tanah Irak memicu tuntutan publik di Irak agar pasukan AS pergi.
Diketahui, para pejabat AS sejauh ini menolak bereaksi terhadap seruan-seruan itu.
Baca: Waspada Corona, Presiden Donald Trump Larang Warga Amerika Bepergian ke Eropa
Baca: Pangeran Harry Ditipu oleh Penelepon Rusia dan Beberkan Aksi Megxit serta Komentari Donald Trump
Baca: Presiden AS Donald Trump Diisukan Terinfeksi Corona, Menteri Kesehatan Inggris Positif Corona
Baca: Pernah Kontak dengan Pasien yang Dikarantina Terkait Virus Corona, Trump Tak Perlu Jalani Tes
Pemungutan suara hari Rabu (11/3/2020) adalah yang terbaru dalam serangkaian tindakan oleh Kongres yang menandakan Trump tidak memiliki dukungan untuk potensi konflik dengan Iran.
DPR AS yang dipimpin Demokrat sebelumnya memberikan suara pada 30 Januari 2020 untuk menyetujui dua langkah yang bertujuan membatasi kemampuan Trump untuk mengarahkan aksi militer di Timur Tengah.
Sebuah RUU yang akan memblokir pendanaan untuk setiap penggunaan kekuatan ofensif terhadap Iran disahkan oleh 228-175 suara.
Langkah kedua, membatalkan otorisasi Kongres AS 2002 atas invasi AS ke Irak, disahkan 236-166.
Dewan juga memilih 224-194 pada 9 Januari 2020 untuk menegur Donald Trump atas pembunuhan Soleimani.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)