TRIBUNNEWS.COM, AUSTRALIA - Wabah virus corona di Indonesia menyebabkan sebagian Pemerintah Provinsi memutuskan untuk menutup sekolah selama dua pekan.
Tetapi di Australia yang sudah memberlakukan rencana tanggap darurat pandemi corona, sekolah-sekolah tidak ditutup.
Dalam situasi wabah corona seperti saat ini, semua orangtua, baik di Indonesia maupun di Australia tentu sah-sah saja bertanya, apakah anak-anak perlu tetap masuk sekolah?
Pertanyaan itu dilandasi naluri orangtua untuk menjaga anak-anak dari kemungkinan tertular.
Baca: Anies Disebut Terlalu Cepat Bikin Kebijakan soal Corona, DPRD Gerindra: Agar Tak Panik saat Lockdown
Sampai saat ini tercatat ada 50 negara yang sudah memutuskan untuk menutup sekolah.
Satu di antaranya Indonesia.
Beberapa Provinsi di Indonesia meliburkan sekolah
Langkah penutupan sekolah di Indonesia karena wabah virus corona pertama kali diambil oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Penutupan sekolah dimulai Senin hari ini (16/03) sampai dua pekan mendatang.
Selain itu, Anies juga menunda pelaksanaan Ujian Sekolah dan Ujian Nasional (UN) yang sedianya berlangsung hari ini.
"Pemprov DKI memutuskan untuk menutup semua sekolah di lingkungan provinsi DKI dan akan melakukan proses belajar mengajar melalui metode jarak jauh," kata Anies di Balairung Balai Kota, Jakarta Pusat, Sabtu (14/03).
Keputusan yang sama juga diambil Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.
Ganjar meliburkan seluruh jenjang pendidikan dari TK sampai SMA, tetapi sebagai gantinya proses belajar mengajar dilakukan secara online.
Berbeda dengan DKI Jakarta, Ujian Nasional (UN) untuk tingkat SMA tetap akan dilakukan sesuai jadwal.
"Sekolah yang tidak ujian semua libur, dua minggu ya, KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) libur 2 minggu, diganti secara online, yang ujian di luar Solo masih berjalan," kata Ganjar di kantornya, Semarang, Sabtu (14/03).
Selain Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Tengah, provinsi lain yang diketahui meliburkan sekolahnya adalah Provinsi Banten, Jawa Barat, dan Aceh.
Alasan Australia belum meliburkan sekolah
Banyaknya negara yang sudah meliburkan sekolah membuat para orangtua di Australia meminta Pemerintah untuk melakukan kebijakan yang serupa yang sampai hari ini tidak diberlakukan di Australia.
"Kepada semua orangtua, saya mengerti bahwa ini adalah masa-masa yang mengkhawatirkan, tetapi mereka harus merasa lega karena Australia memiliki ahli medis terbaik di dunia, dan kami bekerja sama serta bertindak sesuai dengan arahan dari para ahli ini," kata Menteri Pendidikan Dan Tehan.
Sumber-sumber yang menjabat dalam sektor pendidikan Australia mengatakan, penutupan sekolah secara massal tidak akan terjadi di Australia dalam waktu dekat ini.
Sebaliknya, sekolah bisa jadi salah lembaga terakhir yang akan ditutup massal.
Meski begitu, ada pengecualian untuk sekolah asrama eksklusif 'Geelong Grammar' - yang mengakhiri semester pertamanya pada minggu ini - dan 'Launceston's Scotch Oakburn College', yang telah pindah ke metode pembelajaran online.
Salah satu alasan mengapa sekolah di Australia belum ditutup adalah karena anak-anak usia sekolah menjadi kelompok yang relatif tidak terpengaruh oleh virus. Penyebabnya belum diketahui.
Data dari negara-negara yang telah menutup sekolah untuk memperlambat penyebaran COVID-19 menunjukkan bahwa penutupan sekolah bukan obat mujarab seperti yang dianggap oleh sebagian orang.
Menurut model dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), tidak ada bukti bahwa Hong Kong - yang menutup sekolah - lebih berhasil meredam virus daripada Singapura, yang tidak menutup sekolahnya.
Bagaimana jika anak-anak adalah 'super spreaders'?
Virolog Ian MacKay dari University of Queensland mengatakan keputusan untuk mengirim anak ke sekolah memang sulit.
"Jika kita benar-benar serius ingin meratakan kurva [penyebaran virus] kita harus memikirkan kemungkinan menutup sekolah," katanya.
"Tetapi kita harus menyeimbangkan itu dengan semua akibat sosial yang akan muncul, termasuk kemungkinan orangtua harus meninggalkan pekerjaannya untuk dapat menjaga anak-anaknya yang masih kecil di rumah."
Profesor MacKay mengatakan para ahli belum tahu apakah anak-anak yang tampak sehat sebenarnya membawa dan menyebarkan virus.
"Kami tahu anak-anak juga bisa terjangkit virus, tetapi apakah mereka bisa menjadi bagian utama rantai penularan, atau apakah mereka memiliki kemampuan penyebaran yang rendah dan tidak menularkan virus?" katanya.
"Kita perlu mengetahuinya sehingga kita bisa memiliki pemahaman yang lebih baik tentang peran sekolah dalam penularan virus."
Baca: Cegah Corona, KADIN Usul Tutup Tempat Hiburan Malam di Jakarta
Jika tes virus corona seorang siswa atau guru positif, penutupan sementara akan dilanjutkan untuk memungkinkan pelacakan kontak.
Yang jelas, hal terbaik yang dapat dilakukan orangtua adalah memastikan anak-anak mencuci tangan selama 20 detik dengan sabun dan air, dan menjalankan langkah-langkah kebersihan yang baik.
'Menutup sekolah bisa berbahaya'
Saran lain yang menjadi pertimbangan para ahli adalah bahwa sebenarnya menutup sekolah bisa lebih berbahaya daripada tidak meliburkannya.
"Menurut saran ahli medis, tidak adanya siswa di sekolah sebenarnya dapat meningkatkan resiko penyebaran virus," kata Tehan.
Menurut CDC, itu karena anak-anak tanpa pengawasan mungkin akan bersosialisasi tanpa orang dewasa yang bisa melacak riwayat pertemuan mereka dengan orang lain.
"Penutupan yang lebih lama dapat membuat lebih banyak siswa berkumpul di luar sekolah [misalnya rumah siswa lain, pusat perbelanjaan], yang akan meningkatkan resiko bagi orang dewasa yang lebih tua atau mereka yang memiliki penyakit penyerta," tambahnya.
Robert Booy dari Centre for Research Excellence in Population Health mengatakan, ada temuan dari literatur ilmiah tentang penutupan sekolah dan epidemi.
Menurut tinjauan tersebut, menutup sekolah memiliki "manfaat yang samar-samar" dalam usaha penghentian transmisi virus.
"Jika Anda membawa anak-anak keluar dari sekolah, mereka kemudian berbaur dengan orang dewasa dan anak-anak lain di taman dan itu dapat membahayakan semua pihak," kata Profesor Booy.
Jika anak-anak tidak bersekolah, mereka masih perlu dijaga. Salah satu kemungkinannya adalah kakek nenek yang akan dipanggil untuk menjaga mereka.
Para manula adalah mereka yang paling rentan menderita gejala serius dan yang paling mungkin meninggal.
Profesor Booy mengatakan, jika anak-anak sakit, seharusnya mereka tidak dirawat oleh kakek-nenek mereka.
"Jika memungkinkan, sebaiknya ada salah satu dari orangtua bekerja dari rumah, atau penjaga alternatif lainnya," katanya.
Berdampak pada tenaga medis
Menutup sekolah secara keseluruhan juga dapat berdampak pada kemampuan tenaga kesehatan untuk memberikan perawatan medis, ketika itu sangat dibutuhkan.
"Jika Anda memiliki sekolah di mana sejumlah besar orang tua adalah petugas kesehatan dan mereka harus mengambil cuti untuk merawat anak-anak mereka, maka unit perawatan intensif dapat berakhir di bawah tekanan yang jauh lebih besar," kata Profesor Booy.
Otoritas kesehatan di seluruh dunia sedang bergulat dengan cara mengelola penutupan sekolah dan masih memungkinkan tenaga kerja kesehatan berjalan dengan baik
Tehan mengatakan itu adalah alasan utama sekolah masih tetap buka di Australia untuk saat ini.
Sampai kapan sekolah di Australia tetap buka?
Pemerintah Australia belum memutuskan untuk meliburkan massal sekolah, meski status tanggap darurat virus corona sudah diberlakukan. (Shutterstock)
Kabinet Nasional yang baru dibentuk akan meninjau kembali kebijakan soal sekolah ini pada hari Jumat mendatang.
Jika angka-angka terkait wabah ini sudah mulai naik tajam, saran dan kebijakan soal sekolah dapat berubah.
Tehan mengatakan keputusan akan dibuat oleh para ahli daripada politisi.
"Mereka adalah orang-orang yang memiliki keahlian dalam hal perencanaan pandemi dan saran merekalah yang akan didengar oleh baik pemerintah federal dan pemerintah negara bagian," katanya.
Pihak berwenang Australia memperkirakan ancaman virus corona akan berlangsung setidaknya selama enam bulan.
Penutupan sekolah akan menjadi ukuran jarak sosial yang ekstrem dan bagian dari amunisi rencana cadangan pemerintah.
"Semua skenario kemungkinan telah dirancang dalam sebuah perencanaan dan Australia telah bersiap sejak akhir Januari lalu. Kita telah menjalankan rencana tersebut, serta akan terus menjalankannya," kata Tehan.
Penutupan sekolah saat ini digunakan sebagai bagian dari rencana penguncian yang lebih luas di seluruh Eropa, yang merupakan pusat virus baru.
Sekitar 30 negara telah menerapkan penutupan sekolah nasional, melibatkan 400 juta anak-anak, dan sekitar 20 negara melakukan penutupan lokal di beberapa bagian negara mereka.
Meskipun dihantam keras oleh COVID-19, Belgia, Prancis, dan Swiss adalah negara terakhir yang menutup.
Sementara sebagian besar negara bagian di Jerman memilih tetap menjalankan proses belajar-mengajar seperti biasa.
Republik Irlandia menutup sekolah sebelum tetangganya di Irlandia Utara. Irlandia Utara sekarang mengumumkan penutupan sekolah ini mungkin akan berlangsung selama 16 minggu.