TRIBUNNEWS.COM - Pada 16 Maret lalu, pendiri SpaceX Elon Musk menulis cuitan bahwa obat anti malaria atau klorokuin mungkin layak dipertimbangkan untuk pengobatan virus corona atau Covid-19.
Twit ini cukup populer sebab sudah di-retweet sebanyak 13.000 kali.
Senada dengan pernyataan Musk, Presiden Amerika Serikat Donald Trump turut menggembar-gemborkan klorokuin pada konferensi persnya.
Dikutip dari The Scientist, Trump mengklaim Food and Drug Administration AS tengah mempercepat persetujuannya untuk mengobati Covid-19.
Baca: Antisipasi Virus Corona, Persija Perpanjang Waktu Libur
Baca: Klorokuin Obat Corona Siap 3 Juta Buah, Yuri: Warga Tak Perlu Membeli
Namun FDA belakangan menyangkal klaim presiden AS itu.
Ternyata nama klorokuin muncul ke permukaan dipicu sebuah dokumen di luar penelitian ilmiah.
Dokumen itu berisi tentang potensi klorokuin dalam mengobati Covid-19, sehingga menarik minat komunitas medis.
Obat ini memiliki rekam jejak panjang dalam pengobatan.
Sejak 1940an klorokuin dikenal sebagai obat anti-malaria.
Obat modern ini dibuat dari kulit pohon Cinchona yang dulu digunakan sebagai obat herbal oleh penuduk Peru sekitar empat abad yang lalu.
Tetapi saat itu masyarakat tradisional Peru menggunakannya untuk mengobati demam.
Sempat ada indikasi awal bahwa obat ini juga bisa untuk menyembuhkan infeksi SARS-Cov-2.
Misalnya pada 20 Maret lalu ada sebuah penelitian yang dilakukan International Journal of Antimicrobial Agents.
Penelitian itu mengungkapkan ada 42 pasien penderita Covid-19 yang dirawat di rumah sakit.
Sebanyak 26 di antaranya menerima versi lain klorokuin yakni hydroxychloroquine dan 16 lainnya menerima perawatan rutin.
Dari 20 pasien yang menggunakan obat anti-malaria dan dilakukan penelitian, enam lainnya juga menerima antibiotik azitromisin.
Keenam pasien itu dinyatakan bebas SARS-Cov-2 pada hari kelima setelah perawatan.
Sementara itu 7 dari 14 pasien yang menggunakan hanya hydroxychloroquine, dikatakan negatif virus.
Selain itu, 2 dari 16 pasien yang dikontrol tidak lagi terinfeksi.
Di daerah lain, eksperimen skala kecil yang dilakukan China dan Australia juga menunjukkan hasil klorokuin yang menggembirakan.
Sejauh ini para peneliti di sana menemukan bahwa obat ini bisa memperpendek perjalanan penyakit.
Uji klinis yang lebih besar diperlukan untuk meyakinkan benar apakah anti-malaria ini bisa digunakan untuk Covid-19.
Para peneliti di Universitas Minessota memulai studi meliputi 1.500 orang untuk menyelidiki efektivitas obat ini lebih lanjut.
Menurut Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Minnesota, Jakub Tolar, hasil penelitian ini bisa tersedia dalam beberapa minggu.
Jakub melanjutkan bahwa penelitian lebih lanjut masih harus terus dilakukan.
Sebuah uji coba kecil kepada 1.500 orang akan menjadi langkah pragmatis untuk memverifikasi kemanjuran obat.
Pernyataan ini dilontarkan Ahli Virus dari Universitas Kent, Jeremy Rossman yang terkesan dengan pendekatan tersebut.
Saat ini sejumlah percobaan klorokuin lainnya pada manusia sedang proses pengerjaan.
Menurut clinicaltrials.gov, para peneliti di Universitas Oxford berencana memberikannya sebagai profilaksis untuk 10.000 pekerja perawatan kesehatan dan lainnya yang berisiko tinggi tertular SARS-CoV-2.
Di Norwegia, dokter berharap bisa mulai memberikan obat kepada pasien yang dirawat di rumah sakit.
Sementara di Thailand, dokter sedang mempersiapkan uji klinis untuk membandingkan berbagai kombinasi antivirus, termasuk klorokuin.
Isu keampuhan obat ini justru harus menelan korban di Nigeria.
Otoritas Nigeria, tepatnya negara bagian Lagos pada Jumat lalu mengatakan bahwa rumah sakit baru saja menerima dua kasus keracunan klorokuin.
Otoritas Lagos mengatakan klaim Trump membuat obat ini menjadi banyak diburu masyarakat.
"Dalam beberapa hari terakhir, kami telah melihat banyak pesan beredar di media sosial tentang klorokuin sebagai obat untuk coronavirus dan di beberapa daerah Lagos."
"Itu tidak lagi tersedia," kata Ore Awokoya, asisten khusus senior untuk Gubernur negara bagian Lagos bidang kesehatan dilansir SCMP.
"Tapi setelah pernyataan Donald Trump butuh perspektif lain, orang-orang secara besar-besaran antre di depan apotek untuk membeli klorokuin," ungkap Ore.
Dia menilai orang-orang saat ini tergesa-gesa menilai obat ini bisa menanggulangi Covid-19.
Bahkan beberapa di antaranya menggunakan obat ini tanpa ada aturan pakai atau sembarangan.
"Kami baru saja mendaftarkan dua kasus keracunan, pasiennya saat ini sudah dirawat di Lagos."
"Tapi kita mungkin akan lihat banyak kasus bermunculan beberapa hari ke depan," sambungnya.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)