Giuliani mengutip sebuah tweet dari pendiri Turning Point USA, Charlie Kirk.
Juru bicara Twitter mengkonfirmasi bahwa kedua akun mereka telah dikunci sementara.
Jauh sebelum ini pada Oktober 2019 lalu, Twitter pernah mengatakan penghapusan cuitan para tokoh pemerintahan ini karena isi kontennya akan bermasalah.
Beberapa hari lalu, Twitter kembali memperbarui kebijakannya untuk memperluas konten yang dianggap berbahaya.
Baca: Masyarakat Gunakan Disinfektan saat Bersihkan Tubuh dari Corona, dr. Erlina: Itu untuk Benda Mati
Baca: Imbas Corona, Menkeu Sri Mulyani: Rupiah Bisa Tembus Rp 17.500-Rp 20.000
Selain itu juga menghapus postingan yang bertentangan langsung dengan panduan otoritas kesehatan global.
Ketentuan baru ini merujuk pada akun-akun yang mengecilkan manfaat social distancing atau jarak sosial.
Terlebih saat ini dunia sedang menghadapi pandemi Covid-19 bersama.
Sama halnya dengan media sosial Twitter, Facebook juga turut memperbarui kebijakannya.
"Kami menghapus informasi yang salah terkait Covid-19 yang bisa menyebabkan bahaya fisik yang akan terjadi," bunyi peraturan itu.
Baca: 198 RT di 40 Kelurahan Jakarta Timur Ingin Karantina Wilayah Cegah Penyebaran Virus Corona
Baca: Jaga Penjualan Kendaraan di Tengah Wabah Virus Corona, APM Bisa Manfaatkan Media Sosial
Obat anti malaria hydroxychloroquine memang banyak menyedot perhatian dunia beberapa pekan ini.
Awal mulanya adalah munculnya hasil penelitian skala kecil di Perancis yang menemukan hasil positif dari hydroxychloroquine ini.
Tidak lama setelah itu, Trump menulis cuitan tentang obat tersebut.
Tidak hanya obat anti malaria, dia juga menyinggung beberapa jenis obat lainnya.
Hydroxychloroquine dan chloroquine adalah obat anti-malaria, sedangkan Zithromax atau azithromycin merupakan antibiotik.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)