TRIBUNNEWS.COM - Perokok disebut-sebut lebih rentan terhadap virus corona daripada orang yang tidak merokok.
Merokok merupakan satu di antara penyebab utama kematian di dunia.
Menurut WHO, rokok dikabarkan telah menewaskan lebih dari delapan juta orang per tahun.
Sekarang, diperkirakan merokok juga dapat membuat orang lebih rentan terkena komplikasi serius bila mereka terkena virus corona.
Mengutip Al Jazeera, Sekretaris Kesehatan Inggris, Matt Hancock memberikan komentarnya.
"Sangat jelas dari penelitian terhadap virus corona sebelumnya, merokok membuat dampak virus corona lebih buruk," kata Hancock.
Baca: Bea Cukai Kudus Gagalkan Pengiriman Rokok Ilegal di tengah Pandemi Corona
Baca: Didukung Hibah Pajak Rokok Dari Pemprov Jateng, Bea Cukai Amankan Rokok Ilegal Bernilai Miliaran
Sebagaimana diketahui, perokok terjangkit lebih banyak penyakit pernapasan.
Termasuk flu biasa yang juga merupakan virus corona, daripada yang bukan perokok.
Perokok juga cenderung memiliki tingkat pneumonia dan tuberkulosis bakteri yang lebih tinggi.
Lebih lanjut, selama wabah Sindrom Pernafasan Timur Tengah (MERS) pada tahun 2012, perokok memiliki kemungkinan meninggal dibanding dengan yang bukan perokok, bila mereka terserang virus.
Dikabarkan, perokok dua kali lebih mungkin terkena peradangan dibanding dengan influenza dan memiliki gejala yang lebih parah.
Kurangnya Bukti soal Hubungan antara Merokok dan Covid-19
Namun, buktinya kurang jelas dalam hubungan antara merokok dan Covid-19, penyakit yang disebabkan oleh virus corona.
Ada beberapa kekhawatiran bahwa perokok lebih mungkin tertular virus corona.
Hal itu karena tindakan meletakkan tangan ke mulut atau menggunakan tangan yang tidak dicuci dan terkontaminasi untuk menggulung rokok yang dapat meningkatkan penularan virus dari tangan ke mulut.
Dalam sebuah studi tentang wabah China di New England Journal of Medicine, ditemukan bahwa kurang dari 15 persen pasien Covid-19 adalah perokok aktif atau mantan perokok.
Mengingat jumlah perokok di China, tercatat sekira ada seperlima dari populasi.
Ini mungkin menyiratkan bahwa perokok tidak harus berisiko lebih tinggi untuk menangkapnya.
Lebih jauh, ada bukti yang menunjukkan bahwa merokok meningkatkan keparahan virus bila perokok tertular Covid-19.
Studi terbesar yang dilakukan, telah mengamati 1.099 pasien di Tiongkok.
Pasalnya, tersebut menemukan bahwa perokok memiliki kemungkinan 1,4 kali lebih besar untuk mengalami gejala berat.
Sekira 2,4 kali lebih mungkin dirawat di ICU, dan perlu ventilasi atau mati dibandingkan dengan bukan perokok yang tertular virus corona.
Perokok dianggap berisiko lebih tinggi terkena komplikasi seperti kesulitan pernapasan dan pneumonia.
Bila mereka terkena virus corona karena kesehatan pernapasan dasar, kondisi mereka cenderung buruk.
Mereka juga berisiko lebih tinggi memiliki kondisi pernapasan yang mendasarinya seperti penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
Sebagai catatan, PPOK merupakan sejenis penyakit paru-paru yang dapat diperburuk oleh virus.
Selain itu, merokok adalah faktor risiko untuk mengembangkan masalah lain.
Masalah kesehatan tersebut di antaranya yakni, penyakit jantung dan kanker yang juga terkait dengan komplikasi bagi mereka yang menderita virus corona.
Semua kondisi ini meningkatkan kebutuhan pasien terhadap oksigen atau mengurangi kemampuan tubuh Anda untuk memanfaatkan oksigen dengan baik.
Kondisi ini juga membuat pasien berisiko mengalami komplikasi paru-paru serius seperti pneumonia ketika terinfeksi Covid-19.
Penelitian Tunjukkan Merokok Bahayakan Sistem Kekebalan Tubuh
Lebih lanjut, penelitian menunjukkan bahwa merokok membahayakan sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan kerentanan terhadap infeksi.
Asap rokok menekan fungsi sel-sel kekebalan tetapi juga menyebabkan aktivasi dan perekrutan sel-sel inflamasi ke dalam paru-paru.
Aktivitas tersebut mengarah pada pelepasan bahan kimia lain.
Baca: Selain Paru-paru, Virus Corona Juga Serang Lapisan Pembuluh Darah? Ini Kata Peneliti
Selanjutnya mengubah fungsi sel-sel kekebalan secara merugikan.
Ini mungkin menjelaskan mengapa perokok mungkin lebih rentan untuk mengembangkan konsekuensi serius Covid-19.
Teori lain yang menarik yang telah dikemukakan mengapa perokok lebih berisiko, berkaitan dengan protein yang disebut reseptor angiotensin-converting enzyme-2 (ACE2).
Reseptor ini ditemukan di permukaan sel-sel saluran pernapasan.
Virus Covid-19 harus 'duduk' di dalam reseptor ini agar dapat bereplikasi dan menyebar.
"Kami menyadari bahwa merokok dapat meningkatkan jumlah reseptor ACE2 ," tulis catatan dokter tersebut.
"Ini tetap merupakan teori spekulatif dan kami belum memahami apa artinya ekspresi reseptor ACE2 yang naik atau rendah dapat menjadi prognosis bagi orang yang mengontrak Covid-19," tambah catatan dokter itu.
"Studi lebih lanjut diharapkan akan memberi lebih banyak cahaya," tegas catatan dokter tersebut.
Tampaknya kemungkinan besar bahwa peningkatan keparahan gejala Covid-19 pada perokok adalah hasil dari kombinasi faktor.
Termasuk kondisi kesehatan yang disebabkan oleh merokok, kesehatan pernapasan dasar yang buruk, hipotesis reseptor ACE2, komorbiditas (kondisi bersamaan) dan penekanan sistem kekebalan.
Semua ini menunjuk pada satu kesimpulan, saatnya untuk berhenti merokok.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)