Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - DR Shigeru Omi, Ketua Komite Penasihat Penanggulangan Covid-19 pemerintah Jepang mengakui saat ini Alat Pelindung Diri (APD) sangat kurang di Jepang khususnya untuk melindungi para tenaga medis termasuk para dokter menghadapi pandemi Covid-19.
"Saat ini bisa dikatakan mengalami kelumpuhan medis, terutama kekurangan APD seperti masker medis, gaun medis dan penutup atau pelindung muka transparan," DR Shigeru Omi, Rabu (22/4/2020).
Kelumpuhan alat medis tersebut diakui harus segera diantisipasi untuk melindungi para tenaga medis dan dokter agar tidak terinfeksi virus Corona.
"Kita harus segera membedakan, melokalisir, maka pasien yang berat mana yang ringan. Apabila yang ringan bisa ditaruh dulu di hotel atau dirumahkan sendiri," ujarnya.
Hal tersebut untuk mengantisipasi petugas medis dan dokter dalam menangani para pasien bisa dilakukan lebih cepat dan proses pengobatan lebih jelas dan lebih baik lagi.
"Oleh karena itu memang dibutuhkan banyak alat pelindung diri, terutama masker N95 yang sangat dibutuhkan masih sangat kurang," kata dia.
Omi juga mengingatkan perlunya tindakan cepat di daerah untuk menangani para pasien.
"Kebutuhan tiap daerah hanya daerah sendiri yang tahu dan itu harus segera ditangani dengan cepat, dikoordinasikan dengan pihak pusat sehingga pusat bisa segera ikut membentu berbagai daerah. Sementara guideline dari pemerintah pusat sudah ada, bisa dikuti pemda dalam mengantisipasi virus Corona," lanjutnya.
Baca: Napi di Lapas Sorong Rusuh, Hotman Paris ke Yasonna Laoly : Salah Siapa ?
Sementara itu peraih Nobel Kedokteran, Shinya Yamanaka (57) mengusulkan apabila kekurangan tempat di rumah sakit, kemungkinan pasien biasa bisa ditunda dulu penanganannya.
"Prioritaskan yang terinfeksi positif Corona dan berikan dulu tempatnya bagi mereka. Yang penyakit biasa yang bisa ditunda, mungkin bisa ditunda dulu penanganannya," ungkap Yamanaka.
Profesor Yamanaka juga sangat prihatin dengan kekurangan APD di kalangan medis.
"Tenaga medis dan dokter sudah pas-pasan di Jepang. Kalau mereka ikut terinfeksi, akan sangat susah menangani pasien nantinya karena kekurangan tenaga para medis dan dokter," tambah Nakayama.
Dari data penelitian NTV sampai dengan 20 April, terhadap 75 rumah sakit di Jepang, ternyata 34 rumah sakit memakai masker sekali pakai sehari kemudian langsung dibuang.
Sebanyak 23 rumah sakit menggunakan masker antara 2 sampai 3 hari baru diganti masker yang baru.
Sebanyak 12 rumah sakit di Jepang menggunakan 4 hari masker yang sama baru diganti yang baru.
Dan sebanyak 6 rumah sakit menggunakan masker seperti biasanya, kemungkinan dipakai terus menerus karena kekurangan masker medis di Jepang.
Diskusi mengenai Jepang dalam WAG Pecinta Jepang terbuka bagi siapa pun. Kirimkan email dengan nama jelas dan alamat serta nomor whatsapp ke: info@jepang.com