"Ketakutan manusia kita tentang pandemi ini seharusnya tidak digunakan sebagai alasan untuk merawat hewan-hewan yang tak berdaya yang mencari perlindungan bagi kita, dengan penghinaan total," jelasnya.
Obat berbasis kucing hitam yang diproduksi di Hanoi itu diolah dengan cara menggiling hewan yang sudah dimasak itu hingga menjadi pasta.
Kemudian dikemas dan dipasarkan kepada orang-orang yang percaya obat itu berkhasiat untuk menangkal virus corona.
Julia berkali-kali memperingatkan Pemerintah Inggris dan PBB bahwa produksi daging yang tidak bersih, seperti perdagangan daging anjing dan kucing di Timur Jauh dan Asia Tenggara dapat menyebabkan krisis kesehatan global.
"Mereka mengakui bahwa penyembelihan hewan hidup di pasar khususnya tidak sehat dan bahwa konsumsi manusia terhadap satwa liar dan spesies yang terancam punah harus berakhir," ungkap Julia.
"China baru-baru ini melarang makan satwa liar dan secara resmi mengakui anjing dan kucing sebagai hewan peliharaan, bukan makanan tetapi lebih banyak yang harus dilakukan di seluruh Asia."
Julia juga menyinggung sejumlah daerah di Asia yang masih kental dengan kebiasaan makan satwa tidak lazim ini.
"Di Vietnam dan Indonesia, praktik makan anjing dan kucing serta satwa liar eksotis masih sangat lazim."
"Pedagang telah mempromosikan daging eksotis sebagai obat untuk virus corona," sambungnya.
Pada awal April, kota Shenzhen di China membuat keputusan bersejarah untuk melarang makan kucing, anjing, dan binatang liar seperti ular dan kadal.
Bahkan pelanggar dapat didenda hingga 150.000 yuan atau sekira Rp 33 Juta.
Tak lama kemudian, undang-undang serupa diumumkan Zhuhai, sebuah kota yang berbatasan dengan Makau dengan populasi 1,7 juta orang.
Meskipun belum ada bukti bahwa anjing dan kucing memiliki virus corona seperti halnya pada kelelawar, namun menghentikan praktik konsumsi satwa itu sangat penting dilakukan.
Sebelumnya, para ilmuwan mengatakan kemungkinan Covid-19 berasal dari kelelawar dan bisa saja ditularkan ke manusia melalui hewan lain.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)