Pada Rabu (29/4/2020) Tokyo mengonfirmasi kasus infeksi baru sebanyak 47.
Secara nasional, negara ini telah mencatat 13.929 kasus dan 415 kematian berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan.
Tentu angka ini jauh lebih rendah daripada Eropa bahkan Amerika Serikat.
Surat kabar Tokyo Shimbun melaporkan sebuah penelitian menggunakan tes antibodi kepada sejumlah orang di distrik Shinjuk, Tokyo yang menunjukkan hampir 6 persen orang terpapar virus corona.
Penelitian serupa juga dilaksanakan di Rumah Sakit Universitas Keio.
Jepang telah melakukan 1,3 uji virus corona per 1.000 orang.
Namun angka ini sangat sedikit dibandingkan 12 di Korea Selatan dan 18 di Amerika Serikat, menurut angka yang dikumpulkan oleh Our World in Data.
"Jepang seharusnya bertindak lebih cepat, terkunci dan terkurung dalam periode waktu yang lebih singkat," kata Kenji Shibuya, direktur Institute of Population Health di King's College, London.
"Jika situasi ini berlanjut, untuk jangka waktu yang lebih lama, daripada yang dikunci, maka bukan hanya perawatan kesehatan tetapi ekonomi akan lebih menderita," tambahnya.
Berkaitan dengan tes ini, otoritas Jepang berdalih mereka mengikuti pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Dimana perluasan jangkauan tes bisa membanjiri rumah sakit yang kewalahan dengan banyaknya kasus corona ringan.
Nikkei melaporkan pada Rabu lalu, bahwa pemerintah berencana untuk memperpanjang darurat nasional sekitar satu bulan dan keputusan akhir akan dibuat setelah pertemuan para ahli pada Jumat ini.
Sementara itu Gubernur Tokyo, Yuriko Koike menilai wilayahnya masih dalam situasi yang sulit.
Dia meminta kabinet Abe untuk memperpanjang darurat nasional.