TRIBUNNEWS.COM - Seorang dokter kulit hitam di Amerika Serika ikut serta dalam unjuk rasa memerangi rasisme yang menggema setelah kematian George Floyd.
Steven McDonald merupakan satu di antara dokter yang bergabung menyerukan protes terhadap kebrutalan polisi di Manhattan.
Dalam aksinya, dia mengenakan jas dokter berwarna putih dan masker.
Ia dan beberapa dokter lain bertahan meski di bawah guyuran hujan.
Baca: Demo Kasus Floyd di AS Menjalar ke Eropa, Massa Robohkan Patung Pedagang Budak
Baca: Balas Sindir Wali Kota Washington DC, Trump Tarik Tentara Nasional dari Lokasi Demo George Floyd
Dikutip Tribunnews dari The Guardian, tampak di sekelilingnya, orang-orang yang mengangkat plakat bertuliskan "Jangan Bunuh Pasien Saya", "Mantel Putih untuk Kehidupan Hitam", "Kamu bertepuk tangan untuk kami, kami berlutut untukmu".
"Beban penderitaan ditanggung oleh komunitas kulit berwarna," katanya.
"Virus ini telah membunuh orang kulit hitam dua kali lipat dari kulit putih," tambahnya.
Baca: VIRAL Massa Pendukung Donald Trump, Olok- olok Black Lives Matter & Perankan Tewasnya George Floyd
Baca: Para Pengunjuk Rasa Anti-Rasisme di Paris Berlutut untuk George Floyd
Steven mengatakan, dalam beberapa hal, protes yang dipicu tewasnya George Floyd oleh kepolisian Minneapolis terasa seperti 'perpanjangan ketidakadilan'.
Sejak Maret 2020, ribuan pekerja kesehatan kulit hitam di seluruh negeri telah berada di garis depan pandemi Covid-19, terlebih di New York.
"Covid-19 tidak akan membunuhmu secepat peluru," kata pengunjuk rasa kulit hitam lainnya, Dr Lukemon Babajide.
Untuk diketahui, Lukemon Babajide merupakan dokter residen di Rutgers, Newark, New Jersey.
Lukemon juga bergabung dalam unjuk rasa memerangi rasisme yang terjadi.
Babajide mengatakan, ia khawatir dengan orang-orang yang sakit karena virus corona.
Protes yang ia ikuti, juga sama pentingnya, karena untuk melindungi kehidupan orang kulit hitam.
Lukemon menambahkan, sekarang semakin jelas, lembaga-lembaga berwenang tidak melakukan cukup banyak hal untuk angkat bicara menentang berbedaan ras.
Meski pun telah 'didokumentasikan' dengan baik, warga kulit hitam Amerika mengalami kondisi kesehatan lebih buruk.
Baca: Huru-hara AS: Patung Kontroversional Mantan Wali Kota Philadelphia Frank Rizzo Diturunkan
Baca: Rusuh di AS: Lebih dari 10.000 Orang Ditangkap saat Protes Pembunuhan George Floyd
Lebih lanjut, kesenjangan dalam bagaimana masyarakat kulit hitam dipolisikan memiliki dampak langsung pada kesehatan di luar pembunuhan, selain proses hukum.
Untuk dokter kulit hitam, bagaimana pun, bukan hanya soal pasien dan komunitas mereka.
Masih dikutip dari The Guardian, ini juga tentang memperjuangkan hidup mereka sendiri dan bagaimana mereka dipersepsikan.
Secara terpisah, sorang mahasiswa kedokteran di New York, Chioma Iwelumo memberikan tanggapannya.
"Profesionalisme tidak akan menyelamatkan kita," kata Chioma.
"Ketika kita berjuang untuk orang kulit hitam, kita juga berjuang untuk diri kita sendiri," tambahnya.
"Ini tentang pasien, tetapi juga tentang saya," tambahnya.
Sebagai catatan, bagi beberapa petugas kesehatan, protes memberikan jalan keluar bagi kesedihan dan kemarahan.
Unjuk rasa juga dinilai sebagai cara untuk berbicara tentang rasisme yagn mereka saksikan, baik di dunia mau pun di aula rumah sakit tempat mereka bekeraja.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)