TRIBUNNEWS.COM - Seorang sopir bus di Prancis bernama Philippe Monguillot, meninggal dunia setelah dihajar oleh penumpangnya yang menolak memakai masker.
Philippe tewas setelah lima hari menjalani perawatan di Rumah Sakit setempat akibat gagar otak.
Keluarga pria berusia 59 ini mengatakan, Philippe diseret keluar dari busnya dan dihajar di Bayonne, Prancis barat daya, pada 5 Juli lalu.
Awalnya, Philippe sempat dibantu dengan alat bantu hidup di ruang perawatan intensif.
Namun, putrinya bernama Marie yang berusia 18 tahun memutuskan untuk merelakan kepergian Philippe Monguillot.
Baca: Pemerintah Prancis Desak Airbus Kurangi PHK Di Tengah Krisis Industri
Dikutip dari Sky News, dia meninggal pada Jumat (10/7/2020) kemarin, setelah dokter menyetujui permintaan putrinya.
Sebelumnya, kepolisian setempat telah menangkap lima orang tersangka yang menjadi pelaku pengeroyokan Philippe.
Dua orang pria berusia 20-an telah didakwa dengan percobaan pembunuhan.
Sementara dua pria lainnya didakwa gagal membantu seseorang yang sedang dalam bahaya meregang nyawa.
Sedangkan orang kelima menghadapi tuduhan lantaran menyembunyikan seorang tersangka.
Jaksa penuntut di Bayonne mengatakan, Philippe telah dihajar dengan keras saat meminta tiga orang pria untuk mengenakan masker.
Baca: Hanya dalam 3 Bulan WNA Prancis Bisa Cabuli 305 Anak di Jakarta, Modusnya Pura-pura Jadi Fotografer
Peristiwa tersebut terjadi pada Minggu (5/7/2020) malam.
Padahal, Philippe berusaha untuk menegakkan aturan yang berlaku di Prancis.
Pasalnya, ilegal untuk menaiki angkutan umum tanpa masker di Prancis sebagai bagian dari pembatasan terhadap Covid-19.
Pada hari Rabu kemarin, ratusan orang yang dipimpin oleh istrinya, Veronique, berbaris melalui Bayonne menuntut keadilan.
Lalu lintas terhenti ketika istri Philippe menggenggam foto mereka bersama-sama.
Baca: PM Johnson & Presiden Macron Sepakat, Pendatang dari Prancis ke Inggris Tak Perlu Dikarantina
Presiden Prancis Emmanuel Macron bahkan telah mengirim Menteri Dalam Negeri Gerald Darmanin untuk menemui keluarga korban.
Pasalnya, sang istri mengatakan kepadanya bahwa dia dan ketiga putrinya telah hancur oleh kematian ayah mereka.
Dia menyerukan agar hukum benar-benar adil bagi para pembunuh suaminya.
"Kita harus berjuang bersama agar ini tidak pernah terjadi lagi. Ini biadab, tidak normal."
Baca: Pemerintah Prancis Desak Airbus Selamatkan Pekerjaan Sebanyak Mungkin Di Tengah Krisis Industri
"Kita harus menghentikan pembantaian ini," tutur istrinya kala berdemo.
Darmanin dalam sebuah pertemuan, membahas mengenai peristiwa tersebut.
Ia membela Philippe dengan mengatakan sang sopir padahal hanya melakukan pekerjaannya.
"Dia meninggalkan rumahnya di pagi hari dan tidak kembali, meninggalkan seorang janda dan tiga gadis yatim."
"Itu adalah tindakan yang benar-benar menjijikkan," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Maliana)