TRIBUNNEWS.COM - Presiden AS ke 44, Barack Obama berikan sindiran kepada Presiden Donald Trump terkait pemerintahannya.
Dalam pidatonya pada Kamis (30/7/2020) di acara pemakaman Mantan Anggota Kongres AS John Lewis, Obama memperingatkan bahwa Trump bisa mengancam demokrasi dan keadilan rasial di Amerika Serikat.
Dikutip dari CNN, pidato Obama kali ini dinilai paling mengintervensi publik dalam kampanye 2020.
Lantaran kecamannya kepada Trump, yang beberapa kali menghapus jejak prestasi hubungan internasional yang dibangun Obama dulu.
Pidato di gereja itu memperlihatkan emosi mantan presiden yang eksplisit dan berapi-api terkait putaran Presiden AS 2020.
Baca: Donald Trump Tiba-tiba Usul Tunda Pilpres AS
Baca: Presiden AS Donald Trump Desak Pilpres November Ditunda
Pemakaman Lewis, tokoh penting dalam meloloskan Undang-Undang Hak Pilih 1965, bersamaan dengan keputusan Trump menunda Pemilu 2020 pada 3 November.
"Kita tidak lagi harus menebak jumlah biji jeli dalam toples untuk memberikan suara," kata Obama merujuk cara komunitas kulit hitam didiskualifikasi saat penghitungan kotak suara.
"Tetapi bahkan ketika kita duduk di sini, ada orang-orang yang berkuasa melakukan upaya terkutuk mereka untuk mencegah orang memilih dengan menutup lokasi pemungutan suara dan menargetkan minoritas dengan undang-undang ID yang ketat dan menyerang hak suara kita dengan operasi yang presisi," tambahnya.
Obama merujuk pada langkah pemungutan suara melalui layanan pos, yang menurutnya akan melemahkan pemilihan.
Mantan presiden ini sempat bercerita mengenai sosok John Lewis dari orang biasa, menjadi pemimpin hak-hak kesetaraan bagi komunitas kulit hitam di AS.
John Lewis pertama kali terpilih pada 1986 mewakili Georgia di Dewan Perwakilan Rakyat AS.
Dia meninggal pada 17 Juli 2020 di usia 80 tahun setelah berjuang dari kanker pankreas.
Baca: #TrumpVirus Sempat Trending di Twitter, Presiden AS Sebut Ilegal karena Buat Dirinya Tampak Buruk
Baca: Update Corona Global 31 Juli: Total 17,4 Juta, Rusia 834.399 Infeksi, AS 4,6 Juta, Brasil 2,6 Juta
Kematian Lewis bertepatan dengan memanasnya isu rasial di AS pasca kematian George Floyd, pria Afrika-Amerika yang mengalami kekerasan polisi pada 25 Mei.
Obama sempat menghubungkan kerusuhan George Floyd dengan sikap Trump yang menurutnya memperpanas isu rasial di AS.
Dia membahas sikap Trump yang kala itu menduga oknum fasisme dan teroris menunggangi protes besar-besaran di AS.
Padahal menurutnya insiden Floyd membangkitkan lagi krisis rasial yang selama ini terjadi di Negeri Paman Sam.
Sementara itu Trump terlihat tidak menghadiri pemakaman tersebut.
Namun tampak dua mantan presiden AS, George W. Bush dari Partai Republik dan Bill Clinton dari Demokrat menghadiri acara.
Obama Menilai Trump Rasis dan Seksis
Barack Obama mengecam retorika Trump terkait pribumi, rasis, dan seksis dalam sambutannya di acara penggalangan dana virtual untuk Capres Joe Biden.
Menurut The New York Times dari The Hill, Obama menilai para pendukung Trump meyakini informasi yang salah.
"Ini hanya terpaku pada Fox News dan Breitbart dan Limbaugh dan hanya ruang gema konservatif dan karenanya, mereka akan berubah untuk memilih," kata Obama, menyoal media yang dinilai memihak Trump.
“Apa yang telah dilepaskannya dan apa yang terus ia coba gunakan adalah ketakutan dan kemarahan dan kebencian dari orang-orang yang, dalam beberapa kasus, benar-benar mengalami kesulitan. Trump mencoba memanfaatkannya dan mengarahkannya dengan cara pribumi, rasis, dan seksis," lanjutnya.
Baca: Subak Jatiluwih, Warisan Budaya Dunia di Bali yang Pernah Dikunjungi Obama
Baca: Mantan Presiden AS Barack Obama Sampaikan Pidato Penuh Harapan: Hidupmu Berharga, Impianmu Penting
Dalam wawancara virtualnya dengan Hoffman, Obama juga dikabarkan menuduh Trump mendorong sentimen anti-Asia menyoal pandemi Covid-19.
Semenjak wabah corona menyerang, hubungan Trump dengan China makin memanas.
Bahkan beberapa bulan lalu dia dihujani kritik karena mengatakan virus corona sebagai Kung Flu, ungkapan yang dinilai rasis.
"Itu masih mengejutkan dan membuat saya kesal," kata Obama.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)