"Tidak ada arus informasi yang transparan."
"Pemerintah hanya memberikan angka-angka yang direkayasa atas kekahwatirannya tentang (dampaknya) pada pemilu dan peringatan hari jadi revolusi," kata Mahboubfar kepada surat kabar harian itu.
Reuters pada April lalu melaporkan bahwa pemerintah Iran sempat tidak melaporkan angka kasus Covid-19.
Pemerintah disebut khawatir wabah ini akan mengganggu ketenangan publik menjelang pemilihan parlemen pada Februari.
Sekaligus takut mempengaruhi perayaan peringatan Revolusi Islam 1979.
Di awal pandemi, Iran menjadi pusat penularan Covid-19 di Timur Tengah.
Negara ini bahkan sempat mengalami lonjakan kasus dan kematian yang tinggi kala itu.
Baca: Wanita Pengusaha di Makassar Ditipu WNA Asal Iran, Kerugian Capai Ratusan Juta
Baca: Wanita Kaya dan Cantik Asal Makassar Ditipu Pemuda Iran, Diajak Pacaran Lalu Diperas Hartanya
Tercatat 18.616 korban meninggal dan 328.844 kasus infeksi di negara ini.
Sejak awal pandemi, sejumlah ahli dan anggota parlemen meragukan keakuratan angka korban Covid-19 resmi.
Bahkan April lalu muncul hasil penelitian dari parlemen Iran yang menunjukkan bahwa jumlah korban jiwa hampir dua kali lipat dari catatan resmi.
Dikatakan angka resmi Covid-19 hanya didasarkan pasien yang dirawat di rumah sakit dan yang sudah dites positif corona.
Menurut Worldometers pada Selasa (11/8/2020), saat ini Iran menduduki posisi ke-11 negara dengan kasus corona terbanyak.
Sejauh ini sudah ada 286.642 orang yang sembuh dari wabah asal China ini.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)