News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Virus Corona

Media Rusia Jawab Sikap Negatif Media Besar AS dan Inggris Terkait Vaksin Sputnik V

Editor: Setya Krisna Sumarga
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gambar selebaran yang dikeluarkan oleh kantor pers Pemerintah Negara Bagian Sao Paulo menunjukkan seorang sukarelawan yang menerima vaksin COVID-19 selama tahap uji coba vaksin yang diproduksi oleh perusahaan Cina Sinovac Biotech di Hospital das Clinicas (HC) di negara bagian Sao Paulo, Brasil, pada 21 Juli 2020. - Uji coba vaksin akan dilakukan di Brasil dalam kemitraan dengan Brasil Research Institute Butanta.

TRIBUNNEWS.COM, MOSKOW – Presiden Rusia Vladimir Putin pada 11 Agustus 2020, mengumumkan para ahli Rusia telah menemukan vaksin anticorona dan siap memproduksinya secara massal.

Vaksin yang diberi nama Sputnik V telah diuji klinis sejak 18 Juni 2020, dan diklaim hasilnya signifikan. Putri Vladimir Putin termasuk di antara yang jadi relawan ujai tes vaksin.

Tetapi pengumuman dan temuan ini ditanggapi secara skeptis oleh media arus utama barat.  Sputniknews.com, Rabu (12/8/2020) menggambarkan respon media besar di Amerika dan Inggris.  

"Moskow mengambil jalan pintas dalam pengujian untuk mencetak poin politik dan propaganda" tulis The New York Times.

The Wall Street Journal menyatakan skeptisismenya atas keamanan dan kemanjuran vaksin Rusia. Sementara The Guardian (Inggris) menuduh Sputnik V telah ditandai persoalan etika.

Kombinasi Iri dan Malu

Baca: Vaksin Antivirus Corona Sputnik V Buatan Rusia Dua Minggu Lagi Siap Dipakai

Baca: Presiden Rusia Klaim Negaranya Telah Ciptakan Vaksin Covid-19, Ilmuwan: Keputusan Ceroboh & Bodoh

Baca: Polemik Vaksin Corona dari Rusia: Diragukan Para Ahli, Putin Justru Siap Suntik Massal Mulai Oktober

"Reaksi ini dapat dicirikan sebagai kasus 'anggur asam', yang berarti kombinasi antara iri dan malu Rusia telah membuktikan dirinya jauh lebih berani daripada para pesaing global, terutama AS dan Eropa,” kata Gilbert Doctorow.

Ia disebut Sputniknews.com, seorang analis politik independen berbasis di Brussel, Belgia. “Rusia menangani secara langsung ancaman virus terhadap kesehatan manusia. dan ekonomi, tanpa membuang waktu," imbuhnya.

Ilustrasi Vaksin Covid-19 (Foto Nikkei)

Menurut Doctorow, banyak orang yang skeptis pada umumnya adalah penentang dan pencela Rusia, karena mereka hanya tahu sedikit tentang negara tersebut.

Mereka tidak tahu tentang komunitas ilmiah Rusia dan pencapaiannya selama dekade terakhir, tepatnya di bidang imunologi dan memerangi penyakit menular. .

Guy Mettan, seorang politisi Swiss dan direktur eksekutif Geneva Press Club, mengaku tidak bingung atas respon miring pers arus utama barat.

"Itu konsekuensi prasangka Russophobia yang mengakar dan klise tentang Rusia yang berkembang sejak sekitar satu dekade," catat Mettan.

"Menulis berita buruk dan negatif tentang Rusia telah menjadi hal biasa sehingga banyak jurnalis tidak dapat mengubah sikap dan yakin jika Rusia membuat sesuatu yang baik, itu pasti palsu," lanjutnya.

Rusia dalam perspektif media arus utama AS dan Eropa kerap diremehkan laporan kematian terkait akibat Covid-19 yang relatif kecil.

“Mengingat iklim saat ini dalam pandangan barat, tidak mengherankan vaksin temuan Rusia segera ditolak sebelum hasilnya diketahui,” kata Joe Lauria, pemimpin redaksi Consortiumnews.

"Ini adalah reaksi spontan, meskipun ada alasan untuk skeptisisme ilmiah yang terukur karena vaksin biasanya membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk dikembangkan," katanya.

Ilmuwan Rusia telah memberikan penjelasan jelas atas kecepatan yang mencengangkan dari pengembangan vaksin baru.

Sejak 1980-an, Gamaleya Center telah mengembangkan platform teknologi menggunakan adenovirus yang ditemukan di kelenjar gondok manusia.

Adenovirus ini biasanya menularkan flu biasa, sebagai kendaraan, atau 'vektor', yang dapat membawa materi genetik dari virus lain ke dalam sel.

"Ini adalah virus dan vektor besar - seluruh bagian patogen telah dikeluarkan darinya dan gen lonjakan dimasukkan di sana," kata Pavel Volchkov, Kepala Laboratorium Rekayasa Genom Institut Fisika dan Teknologi Moskow.

"Mereka membuat vaksin dua bagian. Mereka menggunakan satu virus untuk memulai imunisasi," jelasnya.  Metode ini digunakan untuk membuat vaksin melawan virus Ebola yang mematikan pada 2015.

Peneliti Rusia melakukan banyak penelitian tentang pemilihan dosis yang diperlukan serta efek samping dari vaksin dua vektor.

Pencegahan anti-Ebola telah digunakan pada beberapa ribu orang selama beberapa tahun terakhir, menciptakan platform yang terbukti berperan untuk pengembangan vaksin COVID-19.

"Pekerjaan dalam jumlah besar ini, yang sebelumnya dilakukan dalam beberapa tahun terakhir, memungkinkan para pengembang untuk tidak membuang waktu pada semua eksperimen pengoptimalan ini,” kata Volchkov.

“Tetapi dengan cepat beralih ke produksi vaksin yang diperlukan [melawan COVID-19] dalam dosis yang sudah dipilih, dan mereka melakukannya dengan cukup cepat, "imbuhnya.

Persaingan Besar Perusahaan dan Negara

Faktor lain adalah persaingan besar antara perusahaan dan negara untuk menjadi yang pertama mengusulkan vaksin yang efisien.

Mettan menunjukkan banyak negara barat, termasuk AS, telah menangani pandemi COVID-19 dengan sangat buruk. Karena itu sulit bagi mereka mengakui gagal menghasilkan vaksin yang sesuai.

Menyinggung persaingan yang sedang berlangsung, Doctorow bertanya-tanya apakah itu lebih penting di mata para pembuat kebijakan dan pakar media barat daripada kesehatan dan kesejahteraan manusia di tengah pandemi yang mematikan.

Keputusan Rusia untuk meluncurkan vaksin yang sangat dinanti-nantikan itu menurut Doctorow, layak mendapat tepuk tangan daripada cemoohan di pers barat hari ini.

"Tidak ada negara anggota UE yang berusaha untuk mendapatkan sejumlah obat Rusia yang terbukti mengobati infeksi Covid-19 di tahap,” ujar Doctorow. “Di tengah pandemi ini, waktu adalah yang terpenting”, tegasnya.

"Jadi pertanyaan sebenarnya hari ini adalah apakah Anda memiliki kepercayaan diri dan keberanian melanjutkan imunisasi dan melakukan apa yang Anda bisa untuk mengekang penyebaran virus sementara itu menghadirkan ancaman mematikan bagi masyarakat kita?" tanyanya. (Tribunnews.com/Sputniknews.com/xna)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini