TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Duta Besar Israel untuk Amerika Serikat, Ron Dermer, mengatakan, sekurangnya dua negara di jazirah Arab akan segera mengikuti jejak Uni Emirat Arab.
Proses sedang berlangsung, sebelum dalam beberapa pekan ini kedua pemerintah negara itu akan membuka hubungan diplomatik dengan Israel.
Pernyataan Ron Demer ditayangkan lewat wawancara stasiun televisi Al Arabiya milik Saudi, yang berbasis di Dubai.
Wawancara berlangsung Jumat pekan lalu, namun baru ditayangkan, Minggu (23/8/2020). Tayangan berita itu dikutip The Times of Israel.
Dermer mengharapkan negara Arab lain untuk menandatangani kesepakatan normalisasi dengan Israel dalam beberapa minggu mendatang.
“Ada beberapa negara di mana ada kemungkinan (untuk perdamaian),” kata Ron Dermer.
"Saya tidak ingin menyebut negara ini atau tidak, tetapi ada beberapa negara dan kami berharap kami melihat terobosan lain dengan sangat, sangat, segera - dalam beberapa minggu, dan bulan mendatang,” lanjutnya.
Israel dan Uni Emirat Arab mengumumkan pada 13 Agustus 2020, mereka menjalin hubungan diplomatik penuh, dalam kesepakatan yang ditengahi AS.
Baca: Dibantu AS, Israel dan Uni Emirat Arab Sepakat Berdamai, Ini Kata Trump
Baca: Sirkus Diplomatik yang Menghina di Balik Kesepakatan Emirat Arab dan Israel
Untuk perdamaian itu, Israel menghentikan rencananya untuk mencaplok bagian Tepi Barat, yang saat ini sudah mereka kontrol.
Perjanjian bersejarah tersebut memberikan kemenangan kebijakan luar negeri, utamanya bagi Trump saat ia tengah berusaha lewat segala cara meraih dukungan kembali.
Isu Palestina, Israel, dan Timur Tengah jadi proyek politiknya di tengah perubahan Timur Tengah terkait makin kuatnya Iran.
Dua negara di jazirah Arab yang diperkirakan akan mengikuti jejak UEA adalah Bahrain dan Oman. Keduanya negara kecil kaya minyak, yang kuat ikatannya dengan Emirat dan Saudi.
Di sisi lain, pemerintah Israel rupanya ikut ambil bagian sebagai “broker” penjualan spyware produksi perusahaan Israel NSO Group ke Uni Emirat Arab dan negara-negara Teluk lainnya.
Kabar ini dilansir situs berita Israel, Haaretz.com. Menurut laporan tersebut, telah terjadi penjualan senilai ratusan juta dolar selama beberapa tahun terakhir ke negara-negara Teluk.
Negara-negara tersebut, menurut laporan tersebut, ditangani oleh departemen khusus dalam NSO yang paling menguntungkan di perusahaan.
"Sebuah produk yang Anda jual di Eropa seharga 10 juta dolar dapat Anda jual di Teluk dengan harga 10 kali lipat," kata Haaretz mengutip salah satu sumber.
Laporan tersebut mengatakan Grup NSO memiliki kontrak dengan Arab Saudi, Bahrain, Oman, dan Emirat di Abu Dhabi dan Ras al Khaimah.
Baca: Emirat Arab Tegaskan Hubungan Diplomatik dengan Israel Tidak untuk Hadapi Iran
Baca: Perjanjian Israel dan Uni Emirat Arab Tak Pengaruhi Dukungan Indonesia ke Palestina
Perusahaan itu menggunakan kode-kode tertentu untuk menunjuk negara-negara tersebut. Nama-nama perusahaan mobil yang memiliki huruf pertama dengan nama negaranya.
Misalnya Saudi Arabia diberi kode nama Subaru, Jordania disemati kode Jaguar, dan Bahrain adalah BMW.
Perangkat lunak Pegasus memungkinkan agen untuk secara efektif mengambil kendali telepon penggunanya melalui aplikasi WhatsApp.
Mereka bisa iam-diam mengontrol kamera dan mikrofonnya dari server jarak jauh dan menyedot data pribadi dan geolokasi.
WhatsApp menggugat NSO Group, menuduhnya menggunakan layanan pesan milik Facebook untuk melakukan spionase dunia maya terhadap jurnalis, aktivis hak asasi manusia, dan lainnya.
Akun-akun yang dikatakan telah menjadi sasaran termasuk para pejabat senior pemerintah, jurnalis, dan aktivis hak asasi manusia di seluruh dunia.
Spyware tersebut digunakan saat operasi pembunuhan mengerikan terhadap penulis Washington Post berkewarganegaraan Saudi, Jamal Khashoggi, di kantor konsulat Saudi di Istanbul.
Peristiwa terjadi 2018, yang aksi pembunuhan ini kerap dikaitkan putra mahkota, Mohammed bin Salman (MBS). Sejumlah orang kepercayaan MBS ditangkap terkait kasus ini.
Baca: Dinyatakan Bersalah oleh Pengadilan, 5 Pembunuh Jurnalis Arab Saudi Jamal Khasoggi Dihukum Mati
Perkembangan lain dari Afrika, Sudan kemungkinan juga akan mengikuti jejak UEA. Kontak tingkat tinggi telah dilakukan antara perwakilan kedua negara.
Perjanjian hubungan diplomatik antara Yerusalem dan Khartoum kemungkinan dapat ditandatangani pada akhir tahun atau awal 2021.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, yang bertemu pemimpin transisi Sudan awal tahun ini, menganggap itu terobosan diplomatik setelah bertahun-tahun kedua negara bermusuhan.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Sudan, Haidar Badawi Sadiq mengatakan kepada Sky News Arabia, Sudan memiliki cita-cita membangun hubungan dengan Israel.
Hubungan yang setara dibangun di atas kepentingan Khartoum. “Tidak ada alasan permusuhan berlanjut,” kata Sadiq.
Kontak tingkat tinggi ini dikabarkan ada campur tangan kepala intelijen Emirat Arab. Pejabat tinggi Sudan dipertemukan dengan Kepala Mossad, Yossi Cohen.
Yossi Cohen bertemu Wakil Kepala Dewan Militer Sudan, Mohammed Hamdan Dagalo. Turut dalam pertemuan adalah penasihat keamanan nasional UEA, Tahnoun bin Zayed Al Nahyan.
Informasi pertemuan para tokoh intelijen itu diwartakan media Qatar, Al-Araby Al-Jadeed. Cohen telah berada di UEA untuk memajukan pengumuman pekan lalu tentang kesepakatan normalisasi yang ditengahi AS antara Yerusalem dan Abu Dhabi.
Analis berspekulasi perjanjian itu akan diikuti kesepakatan serupa antara Israel dan negara-negara lain di dunia Arab dan Muslim.
Sumber yang mengetahui pertemuan Cohen-Dagalo mengatakan kepada harian berbahasa Arab itu, dewan militer Sudan tertarik untuk meningkatkan hubungan dengan Israel.(Tribunnews.com/Haaretz/TimesofIsrael/xna)