TRIBUNNEWS.COM - Mazin Kabbani, karyawan IT berusia 50 tahun berada di rumahnya, Beirut barat , Lebanon saat ledakan mematikan menewaskan lebih dari 180 orang pada 4 Agustus 2020 kemarin.
Kaca apartemennya hancur dan berserakan di lantai ruang tamunya.
Ledakan itu diketahui berasal dari 3.000 ton amonium nitrat di pelabuhan Beirut.
Kabbani mengatakan, akibat insiden itu, kenangan lama tentang perang saudara selama 15 tahun di Lebanon kembali terbawa.
“Semua oksigen tersedot keluar. Sepertinya kami berperang lagi,” kata Kabbani kepada Al Jazeera.
Baca: Presiden Lebanon: Mustahil Ledakan Pelabuhan Beirut Dipicu Senjata Hizbullah
Baca: FBI Ikut Selidiki Ledakan di Pelabuhan Beirut
Yang lebih traumatik bagi Kabbani adalah memikirkan putrinya yang berusia 21 tahun, Alaa, mungkin sudah meninggal jika keberuntungan tak berpihak padanya.
“Kami tak bisa menghubunginya selama berjam-jam pasca ledakan,” kata ayah empat orang anak itu.
Dia menerangkan, anak tengahnya dalam perjalanan ke sebuah restoran di Gemayze, lingkungan dekat pelabuhan.
“Jika bukan karena perubahan (rencana) pada menit-menit terakhir, dia mungkin tak akan bersama kami lagi,” katanya.
Sembari menahan air mata dan dia tersedak ketika dia berkata-kata.
Baca: Perawatan Anak-anak Penyintas Kanker Terbengkalai Pasca Ledakan Besar di Beirut
Baca: Muncul Temuan Baru Penyebab Ledakan di Beirut, Bukan Karena Amonium Nitrat Tapi Misil Militer
Layanan Publik hingga Ketidaksabilan Politik
Lebih jauh, karena kelelahan akibat krisis keuangan yang terus berlanjut, layanan publik yang memburuk, dan ketidakstabilan politik yang dalam, ledakan itu menjadi pukulan terakhir bagi Kabbani dan keluarganya.
Seperti banyak orang Lebanon, Kabbani sekarang tidak punya pilihan selain pergi.
Meski sebelumnya ingin tinggal di negara asalnya hingga akhir hayat, kini ia bertekad untuk menetap bersama keluarganya di tempat lain.
"Saya dan istri saya berkomitmen untuk membangun kehidupan di sini," ungkapnya.
Baca: Menlu Jerman: Pemerintah Lebanon Harus Perangi Korupsi Setelah Ledakan Beirut
Baca: Otoritas Keamanan Negara Telah Beri Peringatan Sebelum Ledakan Besar Guncang Beirut
"Meskipun saya sempat 'bermain-main' dengan pikiran untuk pergi saat pertama kali menikah, istri saya bersikeras agar kami tinggal dan membesarkan anak-anak dekat dengan keluarga kami," katanya.
"Tapi sejak ledakan itu, dialah yang mendorong kami untuk pindah," jelasnya.
Dia seraya menambahkan bahwa pihak keluarga sudah dalam proses menyelesaikan surat-surat migrasi ke Kanada.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)