TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di balik ambisi China ingin menguasai seluruh Laut China Selatan, bahkan yang memungkinkannya berperang dengan Amerika Serikat (AS), tersimpan misi besar untuk memproyeksikan kekuatan militernya di negara-negara Asia Tenggara.
Selain itu, China juga juga ingin menguasai kekayaan sumber daya alam di wilayah ini.
Mengutip Forbes, Sabtu (22/8/2020), sebuah wadah pemikir AS telah mengumpulkan peta interaktif tentang bagaimana pangkalan udara, rudal dan radar China di Laut China Selatan, yang disengketakan, memungkinkan Beijing untuk memproyeksikan kekuatan militernya hingga ke Singapura, Vietnam dan Indonesia.
Baca: Vietnam Protes China Kirim Pesawat Pengebom ke Laut China Selatan
Peta yang disusun oleh Pusat Kajian Strategis dan Internasional tersebut menggambarkan jangkauan senjata dan radar China, yang ditempatkan di berbagai pulau kecil dan terumbu karang di Laut China Selatan.
Pesawat Pembom H-6 China, yang berbasis di Pulau Woody, berjarak sekitar 400 mil dari Hong Kong, dapat menyerang target jauh di timur Filipina dan selatan Singapura, termasuk rute perdagangan internasional Selat Malaka hingga ibu kota Indonesia, Jakarta.
Sementara Pesawat tempur J-11 China, dapat menjangkau hingga Singapura, Balikpapan dan Laut Jawa di Indonesia, serta ke timur FIlipina.
Kemudian Vietnam Selatan dan Malaysia akan berada dalam jangkauan kekuatan udara China.
Demikian juga rudal anti kapal dan anti pesawat China, yang dikerahkan di Kepulauan Spratly, sekelompok terumbu kecil di tengah Laut China Selatan, memungkinkan rudal China menjangkau seluruh wilayah Asia Tenggara, menurut peta CSIS.
Dari Mischief Reef, sekitar 900 mil tenggara Hong Kong dan 500 hingga 600 mil dari Manila dan Kota Ho Chi Minh, rudal jelajah anti-kapal YJ-62 dan YJ-12B China dapat menyerang sejauh pantai Vietnam, Brunei dan Filipina pulau Palawan.
Peta CSIS ini menunjukkan bahwa dengan menguasai Laut China Selatan, China dapat menempatkan radar yang sangat dibutuhkan untuk menemukan target pesawat tempur dan rudal.
Hanya dari pangkalan udara di Pulau Woody dan Mischief Reef, pesawat peringatan dini KJ-500 China dapat mendeteksi pesawat terbang tinggi di seluruh Vietnam, dan sejauh Manila dan Tarakan. KJ-500 dapat mendeteksi kapal yang berlayar di sepanjang pantai Vietnam, Brunei dan Palawan.
Pakar urusan Asia CSIS, Greg Poling, mengatakan, peta tersebut menunjukkan pentingnya Laut China Selatan untuk memproyeksikan kekuatan Beijing di wilayah tersebut.
“Jika China tidak memiliki fasilitas di Spratly, China tidak akan dapat menempatkan pesawat patroli dan jet tempur di atas Selat Malaka atau Indonesia tanpa pengisian bahan bakar udara atau menggunakan kapal induk di masa depan,” kata Poling.
Laut Cina Selatan, kaya akan sumber daya energi dan terletak di dekat jalur pelayaran yang sibuk, telah menjadi sengketa selama beberapa dekade. China, Vietnam, Filipina, Taiwan, Indonesia, dan Malaysia semuanya memiliki klaim yang bersaing di wilayah tersebut, sementara AS enggan membiarkan China mengendalikan perairan yang disayangi oleh begitu banyak sekutu Amerika.
Poling percaya bahwa banyak pangkalan di China meningkatkan peluang Beijing untuk menguasai Laut China Selatan.
“Manfaat utama dari fasilitas China saat ini adalah kemampuan untuk memantau semua aktivitas di Laut China Selatan dan mendukung pengerahan penjaga pantai dan kapal milisi ke depan yang dapat dengan cepat menanggapi aktivitas apa pun oleh pihak-pihak Asia Tenggara yang tidak disukai China.
"Itu perlahan mendorong orang Asia Tenggara keluar dari perairan ini. Jika strategi itu terus bekerja sebaik yang telah dilakukan, China akan mengendalikan Laut China Selatan dalam beberapa tahun tanpa harus melepaskan tembakan. Dan itu akan merusak dukungan apa pun untuk kehadiran AS di masa depan," ucapnya.