TRIBUNNEWS.COM, BEIJING - Militer China menuduh Amerika Serikat melakukan provokasi terang-terangan dengan menerbangkan pesawat mata-mata ke zona larangan terbang di Distrik Militer Utara China.
Menurut juru bicara Kementerian Pertahanan, Selasa (25/8/2020), China telah mengajukan protes keras ke pihak AS setelah pesawat mata-mata U-2 AS terbang ke zona larangan terbang selama latihan militer China digelar.
"Hari ini, sebuah pesawat pengintai AS U-2 memasuki zona larangan terbang di wilayah komando tempur utara Tentara Pembebasan Rakyat China, tempat amunisi hidup ditembakkan," tulis Kemenhan China dalam siaran persnya.
Kementerian telah menunjukkan tindakan AS telah menciptakan hambatan serius bagi latihan militer reguler China, dan telah melanggar protokol keamanan udara dan laut antara kedua negara.
Kementerian Pertahanan China mencatat tindakan AS dapat dengan mudah menyebabkan kesalahpahaman dan bahkan insiden di laut atau di udara.
"Ini murni provokasi. Pihak China sedang memprotes ke pihak AS. China menuntut agar AS segera menghentikan tindakan provokatif ini dan mengambil langkah praktis untuk melindungi perdamaian dan stabilitas di kawasan," kata pihak Kemenhan.
Awal bulan ini, China melakukan dua latihan di Provinsi Hainan. Latihan itu dilakukan di tengah kehadiran militer AS yang belum pernah terjadi sebelumnya di wilayah tersebut.
Sebuah lembaga pemikir China telah mencatat 67 penerbangan intelijen AS melalui Laut China Selatan pada Juli saja.
Penasihat Negara China serta Menteri Luar Negeri Wang Yi mengatakan kepada Kantor Berita Xinhua dalam wawancara 5 Agustus, paruh pertama tahun ini saja, AS mengirim pesawat militer lebih dari 2.000 kali.
Baca: Kapal Induk Angkatan Laut AS Lakukan Latihan di Laut China Selatan
Baca: China Resah dengan Ulah Pesawat Mata-mata Amerika di Laut China Selatan
Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) baru-baru ini melakukan serangan pantai di Laut China Selatan. Beberapa media anti-Beijing telah meningkatkan kewaspadaan atas dugaan geladi bersih merebut Kepulauan Pratas Taiwan.
Tapi tidak ada indikasi latihan militer tersebut memiliki tujuan seperti dituduhkan. Menurut laporan Minggu oleh Global Times, PLA berada di tengah-tengah permainan perang ekstensif di China selatan.
Mereka kemudian mempraktikkan penanganan serangan amfibi secara khusus.
Latihan Pendaratan Amfibi di Hainan
Dalam latihan terbaru, pasukan darat dari Angkatan Darat Grup ke-74 PLA, yang berbasis di Provinsi Guangdong, melancarkan serangan pantai di Provinsi Hainan.
Brigade itu berlayar menuju medan pertempuran semalaman di atas kapal pendarat mereka, dan menyerang saat fajar.
Unit Pasukan Roket PLA berlatih pemboman instalasi pantai dan mendukung serangan infanteri. Laporan latihan disiarkan Global Times dan China Central Television (CCTV).
Kedua outlet berita itu juga mencatat Korps Marinir PLA mempraktikkan latihan pendaratan penyeberangan laut di Guangdong minggu sebelumnya, yang melibatkan kendaraan serbu amfibi dan pesawat serbu.
Namun, latihan tersebut juga telah memperlihatkan kapasitas PLA berlatih memukul mundur invasi lintas laut.
Minggu lalu, China Daily melaporkan sebuah latihan di Provinsi Guangdong di mana pasukan "Kompi Keenam Bertulang Keras" disimulasikan bertahan dari serangan amfibi besar.
Menurut Global Times, Administrasi Keselamatan Maritim China mengatakan latihan itu juga mencakup dua latihan tembak langsung pada 11-12 Agustus, dan 16-17 Agustus, di Laut China Timur dekat Zhoushan, Provinsi Zhejiang.
Sputniknews baru-baru ini melaporkan tentang bagaimana rumor muncul di media Jepang tentang geladi bersih PLA menyerang beberapa pulau yang dikendalikan oleh Taiwan.
Namun, tidak ada bukti bahwa latihan yang sedang berlangsung ditujukan untuk negara atau tujuan tertentu.
Kemungkinan besar latihan tersebut hanya praktik umum untuk kekuatan laut negara yang berkembang pesat.
Kantor Berita Kyodo Jepang pertama kali melaporkan pada Mei, mengutip sumber orang dalam yang tidak disebutkan namanya, PLA akan latihan invasi laut ke Kepulauan Pratas, atau Dongsha.
Pulau ini terletak di lepas pantai Provinsi Guangdong. Namun, baru minggu lalu Kyodo menyajikan bukti klaim tersebut, mengutip makalah terbaru Li Daguang, seorang profesor di Universitas Pertahanan Nasional Tentara Pembebasan Rakyat.
Namun, Li segera menyatakan kata-katanya disalahartikan, dan tidak mendukung klaim kantor berita tersebut.
Kedua laporan tersebut memicu banyak spekulasi dan histeria di media AS dan Taiwan, yang melaporkan klaim Kyodo sebagai fakta.
Menanggapi berita terbaru, Taipei mengirim 200 tentara dari unit elite ke Pulau Pratas dan mempersenjatai jetnya dengan rudal anti-kapal untuk mengantisipasi latihan tersebut.
Laporan Forbes Jumat pecan lalu secara provokatif meminta pembaca membayangkan menjadi satu di antara 200 marinir Taiwan yang menghadapi invasi China.
Dalam skenario apokaliptik Forbes, pasukan Taiwan yang kalah jumlah harus bertarung sampai orang terakhir, seolah-olah memberi waktu pasukan AS tiba dan menangkis serangan China.
Namun, tidak hanya tidak jelas PLA sedang melatih invasi ke Pratas, yang merupakan atol berbentuk tapal kuda seluas 590 hektare, bahkan kurang jelas apakah Beijing benar-benar tertarik mencaplok pulau itu.
Baca: Xi Jinping Ingin Jadikan Militer China Pasukan Nomor Satu Dunia
Baca: Militer China Pamer Pesawat Tempur Siluman yang Sangat Canggih, Siap Diproduksi Massal
Sebaliknya, latihan tersebut lebih mungkin merupakan upaya untuk membawa Korps Marinir PLA memiliki kemampuan cepat hingga sepadan dengan unit laut di negara lain.
Pada 2018, laporan tahunan Pentagon kepada Kongres tentang militer China mencatat Beijing berencana meningkatkan lebih dari tiga kali lipat ukuran korps marinirnya dari dua brigade menjadi tujuh hanya dalam waktu tiga tahun.
Kekuatannya akan melonjak lebih dari 30.000 tentara. Namun, kekuatan ini masih jauh dari Korps Marinir AS, yang memiliki sekitar 186.000 prajurit.
Latihan amfibi di Hainan dilakukan di tengah kehadiran militer AS yang belum pernah terjadi sebelumnya di wilayah tersebut.
Sputniknews melaporkan sebuah lembaga pemikir China mencatat 67 penerbangan intelijen AS melalui Laut China Selatan pada Juli saja.
Penasihat Negara China dan Menteri Luar Negeri Wang Yi mengatakan kepada Kantor Berita Xinhua dalam wawancara 5 Agustus, pada paruh pertama tahun ini saja , AS mengirim pesawat militer ke sana lebih dari 2.000 kali.
Kapal induk AS juga muncul dan menggelar latihan selama berminggu-minggu di Laut China Selatan. Kapal induk USS Ronald Reagan terlihat di Laut China Timur.
Menteri Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS, Alex Azar juga terbang ke Taiwan Minggu lalu. Ia menjadi pejabat tertinggi AS yang dating ke pulau itu sejak AS memutuskan hubungan formal pada 1979.
Itu menjadikannya perjalanan yang sangat provokatif. Sebab AS mengakui Republik Rakyat. Tiongkok sebagai satu-satunya perwakilan sah rakyat Tiongkok.
Sebaliknya Beijing menganggap Taiwan sebagai provinsi pemberontak. Taiwan secara berani juga menantang China lewat cara mengusir beberapa pesawat China yang melintasi garis median di Selat Taiwan.
Meskipun bagian timur selat tersebut secara teknis tidak dimiliki Taiwan, Taipei tetap menganggapnya sebagai wilayah udaranya.(Tribunnews.com/Sputniknews.com/xna)