TRIBUNNEWS.COM - Presiden AS Doland Trump mengatakan, Washington harus menanggapi dengan sangat serius dugaan keracunan Alexei Navalny.
Tetapi, dia mengklaim pemerintahannya belum melihat bukti apa pun terkait berita yang menyebutkan pemimpin oposisi Rusia itu diracun ketika perjalanan kembali ke Moskow dari Siberia.
Selama konferensi pers, Trump menyebut insiden keracunan Alexei Navalny seharusnya tidak terjadi.
"Kami belum memiliki bukti apa pun, tetapi saya akan meninjaunya," kata Trump.
"Ini tragis. Mengerikan, seharusnya tidak terjadi. Kami belum memiliki bukti apa pun, tetapi saya akan melihatnya," kata Trump pada konferensi pers.
Baca: Kasus Alexei Navalny Potensial Ancam Rusia di Proyek Nord Stream 2
Baca: Saat Jerman Temukan Racun Saraf Novichok di Tubuh Alexei Navalny, Belarusia Klaim Insiden Itu Hoaks
Dalam konferensi pers itu, Trump juga menegaskan, mereka harus fokus pada China, bukan Rusia.
Diberitakan Al Jazeera, berbeda dengan sikap Departemen Luar Negeri AS, Trump bersikap biasa saja.
Sebelumnya, pihak Departemen Luar Negeri AS sendiri sempat menyatakan keprihatinan besar tentang temuan bahwa Navalny diracun.
Senjata Kimia akan Jadi Pelanggaran atas Kewajiban Moskow
Secara terpisah, dalam pertemuan di Washington, Jumat (4/9/2020), Wakil Menteri Luar Negeri Stephen Biegun berbicara kepada Duta Besar Rusia Anatoliy Antonov.
Biegun mengatakan, penggunaan senjata kimia ini oleh Moskow akan menjadi pelanggaran yang jelas atas kewajibannya berdasarkan Konvensi Senjata Kimia.
"Wakil Sekretaris mendesak Rusia untuk bekerja sama sepenuhnya dengan penyelidikan komunitas internasional atas serangan ini," kata Juru Bicara Departemen Morgan Ortagus dalam sebuah pernyataan.
Baca: Donald Trump Bungkam Ketika Para Pemimpin Dunia Menunggu Jawaban Vladimir Putin Soal Alexei Navalny
Baca: Terungkap Jenis Racun yang Dipakai Meracuni Pemimpin Oposisi Rusia Alexei Navalny
Zat Saraf Novichok
Setelah Navalny dievakuasi ke Berlin, dia pun segera menjalani prosedur pemeriksaan di sana.
Tak lama, pihak rumah sakit yang merawat Navalny mengumumkan, tokoh oposisi Rusia tersebut diracun dengan zat saraf Novichok era Soviet.
Jerman dengan tegas meminta agar para pelaku mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Baca: Alexei Navalny Diduga Diracun dengan Racun Saraf Novichok, Apa Itu?
Baca: Jerman Ungkap Kritikus Presiden Vladimir Putin, Alexei Navalny Diracuni dengan Agen Saraf Novichok
Untuk diingat, Navalny, yang dikenal sebagai lawan paling populer dan menonjol Presiden Rusia Vladimir Putin, jatuh sakit dalam penerbangan dari Siberia bulan lalu.
Navalny kemudian dievakuasi ke Jerman untuk mendapat perawatan.
Dalam dua minggu terakhir, pria berusia 44 tahun itu mengalami koma yang diinduksi secara artifisial.
Namun, Jumat kemarin, Kremlin kembali membantah pihaknya bertanggung jawab atas insiden ini.
"Sejumlah teori termasuk keracunan telah dipertimbangkan sejak hari-hari pertama," kata juru bicara Putin Dmitry Peskov kepada wartawan.
"Menurut dokter kami, teori ini belum terbukti," paparnya.
Baca: Menlu AS Mike Pompeo Sampaikan Keprihatinan atas Insiden Alexei Navalny, Kritikus Putin yang Diracun
Para Pemimpin Dunia Mengkritik Insiden Alexei Navalny
Mengutip CNN, para pemimpin dunia, termasuk Kanselir Jerman Angela Merkel hingga Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengutuk insiden tersebut dan meminta jawaban dari pemerintah Rusia.
Dalam konferensi pers yang digelar Rabu (2/9/2020), Angela Mekel menyebut Alexei Navalny sebagai korban kejahatan.
"Mereka ingin membungkamnya dan saya mengutuk in idengan sekuat tenaga, juga atas nama seluruh pemerintah federal," tegas Merkel.
"Ada pertanyaan yang sangat serius sekarang, yang hanya bisa dijawab oleh pemerintah Rusia," tambah Merkel.
"Nasib Alexei Navalny mendapat banyak perhatian di seluruh dunia. Dunia akan menunggu jawaban," katanya.
Baca: Jerman Ungkap Kritikus Presiden Vladimir Putin, Alexei Navalny Diracuni dengan Agen Saraf Novichok
Tanggapan Boris Johnson tak berbeda jauh dengan komentar Merkel.
"Pemerintah Rusia sekarang harus menjelaskan apa yang terjadi pada Navalny," bebera Johnson.
Masih dikutip dari Daily Mail, Ketua Uni Eropa Ursula von der Leyen mengutuk 'tindakan keji dan pengecut'.
Sementara Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian mengecam serangan itu sebagai 'mengejutkan dan tidak bertanggung jawab.'
"Rakyat Rusia memiliki hak untuk mengekspresikan pandangan mereka secara damai tanpa takut akan pembalasan apapun, dan tentunya tidak dengan agen kimia," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Ullyot.
Baca: Alexei Navalny Tiba di Berlin untuk Perawatan Medis, Kondisi Kesehatannya Mengkhawatirkan
Kepala NATO Jens Stoltenberg mengutuk penggunaan 'mengejutkan' dari zat saraf tingkat militer yang, katanya, membuat penyelidikan 'penuh dan transparan' oleh Rusia menjadi lebih mendesak.
Kementerian Luar Negeri Italia dan Menteri Luar Negeri Kanada Francois-Philippe Champagne juga mengutuk keracunan Navalny.
Lebih jauh dari Merkel, Roettgen mengatakan dia tidak percaya bahwa Novichok bisa diberikan tanpa sepengetahuan Kremlin.
“Kami membutuhkan tanggapan yang jelas dan Eropa. Perlu ketangguhan melawan Rusia, karena itulah satu-satunya bahasa yang dipahami Putin, '' katanya kepada televisi ZDF.
Baca: Kanselir Jerman Angela Merkel Minta Rusia Selidiki Dugaan Keracunan Alexei Navalny
Dia juga menyarankan bahwa keracunan Navalny dimaksudkan untuk mengintimidasi pengunjuk rasa di Belarus yang menuntut pengunduran diri diktator yang didukung Putin.
"Ini adalah intimidasi simultan terhadap penduduk (Rusia) sendiri dan juga di Belarusia," katanya.
Kremlin telah mengisyaratkan penggunaan kekuatan militer untuk menopang rezim Alexander Lukashenko di Belarus, yang telah menghadapi protes massal sejak pemilihan yang disengketakan bulan lalu.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)