TRIBUNNEWS.COM - Presiden AS, Donald Trump pada Senin (7/9/2020) menuduh China ikut campur dalam Pemilihan Umum AS 2020.
Dikutip dari CNN, Trump mengatakan negara yang dipimpin Presiden Xi Jinping itu menyabotase pemilihannya kembali dengan memicu protes soal ras di AS.
Tuduhan itu disertai dengan unggahan artikel dari seorang kolumnis.
Baca: Cawapres AS dari Partai Demokrat Tak Percaya Kemanjuran Vaksin Corona yang Dijanjikan Trump
Baca: Trump Ingin Vaksin Covid-19 Tersedia Sebelum Pemilu AS, Kamala Harris: Hanya untuk Memoles Citra
Pernyataan Trump ini dan klaim serupa telah banyak dikeluarkan baik dia maupun orang yang ditunjuk presiden.
Melalui klaim-klaim ini, Trump dinilai berusaha mempermainkan teori bahwa China ikut campur dalam pemilu AS demi memenangkan Joe Biden.
Sembari menutup sejumlah dugaan bahwa Rusia sedang membantu Trump untuk menang lagi, seperti pada pemilU 2016 silam.
Dalam cuitannya itu, Trump turut menyertakan tulisan dari kolumnis Gordon Chang dari Breitbart.
Artikel itu berjudul 'Gordon Chang: China Seems ‘to Be Favoring Joe Biden’ in Presidential Election'.
Dalam tulisan itu, Partai Komunis China disebut berusaha mempersulit jalan Presiden (AS) dengan 'memicu' protes BLM (Black Lives Matter).
"Dari sedikit bukti yang kami miliki tentang aktivitas troll-farm China, dengan botnya dan yang lainnya, mereka tampaknya mendukung Wakil Presiden Biden, mencoba membuat hidup sangat sulit bagi Presiden Trump serta memicu protes, tentu saja," kata Chang.
"Saya pikir Beijing telah memutuskan bahwa mereka akan memberikan suara untuk kandidat Partai Demokrat," tambahnya.
Tidak jelas darimana informasi Chang itu, tetapi pemerintah AS dan Silicon Valley belum menanggapi dugaan sabotase China itu.
Di sisi lain, Chang tidak menjawab pertanyaan CNN soal sumber pernyataannya tersebut.
Sementara itu komentar publik pada isu campur tangan pemilu AS justru fokus pada aktivitas pro-Trump yang berkaitan dengan Kremlin.
Selain itu, artikel tersebut nampaknya bertentangan dengan pernyataan pejabat intelijen AS.
Pihaknya mengatakan akan melindungi pemilu AS dari campur tangan asing di muka umum.
Para intelijen AS mengklaim sudah menemukan bukti bahwa Rusia sedang mencampuri pemilu untuk menjatuhkan Joe Biden.
Secara terpisah, beberapa bukti terkait upaya Moskow itu bermunculan.
Salah satunya pengumuman Facebook pekan lalu soal kelompok 'troll' yang menjadi upaya Rusia ikut campur dalam pemilu AS 2016 mencoba menargetkan orang Amerika lagi kali ini.
Menurut intelijen dan sumber yang mendasarinya, komunitas intelijen menilai China dan Iran lebih suka Trump kalah pemilu.
"Kami menilai bahwa China lebih suka Presiden Trump, yang dianggap Beijing tidak dapat diprediksi, tidak memenangkan pemilihan kembali," kata pejabat intelijen AS atas keamanan pemilu, Bill Evanina bulan lalu.
"China akan terus mempertimbangkan risiko dan manfaat dari tindakan agresif," tambahnya.
Baca: Donald Trump Bungkam Ketika Para Pemimpin Dunia Menunggu Jawaban Vladimir Putin Soal Alexei Navalny
Baca: Gubernur Wisconsin Minta Trump Pertimbangkan Kunjungan ke Kenosha
Dalam pernyataan yang sama, Evanina menerangkan Rusia menggunakan berbagai cara untuk menekan mantan Wapres Joe Biden yang dinilai anti-Rusia.
"Beberapa aktor yang terkait Kremlin juga berusaha untuk meningkatkan pencalonan Presiden Trump di media sosial dan televisi Rusia," jelasnya.
Mantan perwira CIA John Sipher mengatakan kepada CNN bahwa ada perbedaan yang jelas dalam cara Evanina mencirikan ancaman yang ditimbulkan oleh China dan Rusia.
Menurutnya, dua perbedaan itu terlihat dari cara campur tangan yang terselubung dan satunya lagi lebih terbuka.
"China menggunakan pengaruh, diplomasi, dan komentar dalam pers dan organ propaganda."
"Rusia menggunakan disinformasi, akun palsu, bot, pendanaan rahasia sebagai bagian dari kampanye rahasia," katanya.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)