TRIBUNNEWS.COM - Unjuk rasa anti pemerintah Thailand telah berlangsung sekira tiga bulan.
Demo yang dipimpin mahasiswa itu menyerukan reformasi monarki dan pengunduran diri Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha.
Sedikitnya 20 aktivis dan dua pemimpin gerakan tergabung dalam aksi tersebut.
Mengutip Al Jazeera, pemerintah memberlakukan keadaan darurat dalam upaya mengakhiri tiga bulan protes jalanan tersebut.
Protes meluas dalam tiga bulan ini.
Para pengunjuk rasa bahkan mendirikan kemah di luar kantor Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha di Ibu Kota Bangkok untuk menuntut pengunduran dirinya pada Rabu malam.
Baca juga: Produk Makanan dan Minuman asal Thailand Penetrasi Pasar Melalui E-commerce Indonesia
Baca juga: PP PBSI Ogah Kirim Pebulutangkis ke Denmark Mending Tampil di Thailand Open saja
Pemerintah mengatakan, pihaknya segera bertindak setelah pengunjuk rasa dilaporkan menghalangi iring-iringan mobil kerajaan.
Video yang tersebar secara luas di media sosial menunjukkan polisi melindungi kendaraan bangsawan warna kuning dari kerumunan orang.
Kerumunan tersebut terlihat mengangkat tangan mereka tinggi-tinggi sebagai penghormatan tiga jari, yaitu simbol gerakan demokrasi dan meneriakkan tuntutan mereka.
Baca juga: Terungkap Cara Bikin Ketan Mangga Legit dan Manis Ala Thailand, Ternyata Gampang Banget
"Sangat penting memperkenalkan tindakan mendesak untuk mengakhiri situasi ini dan menjaga perdamaian dan ketertiban," lapor TV pemerintah.
Pengumuman keadaan darurat itu disertai dengan dokumen yang menetapkan langkah-langkah yang berlaku mulai pukul 04.00 waktu setempat.
Dalam putusan tersebut, pertemuan besar, lima orang atau lebih dilarang dan publikasi berita atau pesan daring diklaim dapat membahayakan keamanan nasional.
Tak lama kemudian, polisi membersihkan pengunjuk rasa yang tersisa dari luar Gedung Pemerintah tempat mereka berkemah semalaman.
Baca juga: Maskapai Penerbangan Thailand Ini Bangkrut, Banting Setir Jualan Gorengan
Baca juga: Terbukti Pakai Orang Dalam, Chayathanus Saradatta, Miss Universe Thailand Favorit Langsung Dipecat
Pihak berwenang juga menangkap dua pemimpin protes, Arnon Nampa dan Panupong, kata kelompok Pengacara Hak Asasi Manusia Thailand.
"Pihak berwenang menangkap Arnon dan Panupong pada jam 5 pagi," kata kelompok hak asasi itu.
Mereka menyebut, Arnon ditangkap atas pidato yang dia sampaikan di kota utara Chiang Mai.
Sementara, alasan penangkapan Panupong tidak jelas dan pihak kepolisian tak segera menanggapi permintaan komentar.
Baca juga: Pengunjuk Rasa Menantang Raja Thailand, Ajukan 10 Tuntutan untuk Reformasi Kerajaan
Baca juga: 51 Nelayan Asal Aceh Dibebaskan Setelah Mendapat Amnesti dari Raja Thailand
Lebih jauh, beberapa gerakan anti pemerintah telah muncul selama sejarah modern Thailand yang bergejolak.
Thailad telah mengalami kerusuhan politik yang panjang dan lebih dari selusin kudeta militer sejak 1932.
Tentara telah lama memposisikan dirinya sebagai satu-satunya pembela raja yang sangat kaya, yang menghabiskan sebagian besar waktunya di Jerman tetapi kekuatannya membentang di setiap aspek masyarakat Thailand.
Aktivis telah berulang kali mengatakan mereka hanya ingin monarki beradaptasi dengan zaman modern.
Tuntutan mereka termasuk penghapusan undang-undang pencemaran nama baik kerajaan, yang melindungi raja dari kritik dan agar raja tidak terlibat dalam politik.
"Kami hanya meminta mereka untuk tinggal bersama kami," kata pengunjuk rasa Dear Thatcha kepada kantor berita AFP.
Sejak gerakan dimulai pada Juli, puluhan aktivis anti-pemerintah telah ditangkap, didakwa melakukan penghasutan dan dibebaskan dengan jaminan.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)