Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, BEIJING - Perdagangan luar negeri China kembali melampaui target pada Oktober 2020, dengan lonjakan ekspor pada laju tercepat selama 19 bulan dan impor yang menunjukkan pertumbuhan stabil.
Hal itu karena ekonomi terbesar kedua di dunia itu terus pulih dari pandemi virus corona (Covid-19).
Dikutip dari laman Russia Today, Minggu (8/11/2020), nilai ekspor mencapai 237 dolar Amerika Serikat (AS) pada Oktober, melonjak 11,4 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Seperti yang dirilis data bea cukai pada Sabtu kemarin waktu setempat.
Lonjakan tak terduga ini melebihi ekspektasi analis dan lebih tinggi dari angka peningkatan ekspor pada September yang mencapai nyaris 10 persen.
Baca juga: Kemenangan Joe Biden Diyakini Bisa Hentikan Perang Dagang AS dan China
Perlu diketahui, ekspor China telah meningkat selama lima bulan berturut-turut.
Sementara sebagian besar negara ekonomi besar lainnya masih mencoba untuk mengurangi dampak virus ini terhadap perekonomian.
Impor ke China pun melambat setelah terjadinya kenaikan mengejutkan di bulan September yang mencapai lebih dari 13 persen.
Nilai impor mencapai 179 miliar dolar AS pada bulan lalu, tumbuh sebesar 4,7 persen secara tahunan atau year on year (yoy).
Namun ekspor yang meroket dan impor yang cenderung turun hanya memperlebar surplus perdagangan China dengan seluruh dunia, termasuk AS.
Ini yang menjadi salah satu alasan AS memulai konflik perdagangan dengan China.
Baca juga: 157 ABK Kapal Berbendera China Berhasil Dibawa Pulang ke Indonesia Lewat Jalur Laut Bitung
Meskipun China telah mempercepat pembelian barang-barang asal Amerika, seperti yang menjadi syarat dalam kesepakatan perdagangan AS-China, surplus perdagangan China dengan AS melonjak sedikit menjadi 31,37 miliar dolar AS pada Oktober 2020.
Angka ini naik tipis dari periode September yakni 30,75 miliar dolar AS.
Boomingnya ekspor China telah didorong oleh permintaan yang kuat untuk pasokan medis, serta peralatan elektronik.
Hal ini dipicu kebijakan bekerja dari rumah atau Work from Home (WFH) yang diterapkan selama pandemi.
Baca juga: Ribuan Orang di China Terinfeksi Brucellosis di Tengah Pandemi Covid-19, Apa Itu?
Kendati demikan, para analis telah memperingatkan bahwa kebangkitan virus di seluruh dunia, dan kebijakan sistem penguncian (lockdown) yang kembali diberlakukan di Eropa, dapat melumpuhkan permintaan.
Pada akhirnya ini akan berdampak negatif pada kinerja perdagangan China bulan depan.
Ekonomi terbesar kedua di dunia ini diharapkan menjadi satu-satunya di antara negara-negara lain yang berhasil mengamankan pertumbuhan tahun ini.
Setelah penurunan drastis dalam tiga bulan pertama tahun 2020, Produk Domestik Bruto (PDB) China kembali tumbuh pada kuartal kedua dan semakin meningkat dari Juli hingga September, masing-masing meningkat sebesar 3,2 persen dan 4,9 persen.