TRIBUNNEWS.COM - Denmark secara mengejutkan berencana untuk memusnahkan 17 juta cerpelai, setelah ditemukan mutasi Covid-19.
Pemusnahkan secara nasional ini berubah menjadi protes politik, apalagi sang Perdana Menteri Denmark mengakui ini merupakan keputusan tergesa-gesa dan tak memiliki dasar hukum.
Setelah temuan mutasi pada cerpelai, pihak berwenang Denmark mengaku khawatir mutasi virus corona berpotensi menghambat efektivitas vaksin di masa depan.
Mengutip BBC, para politisi mengatakan, di pedesaan Denmark, ditemukan kuburan massal tempat pihak terkait memusnahkan cerpelai.
Jutaan cerpelai disembelih sebelum di kuburkan secara massal.
Baca juga: Rahasia Polimarin Sukses Kirimkan Lulusannya ke Jerman dan Denmark
Baca juga: Sebaran Virus Corona Indonesia Kamis (12/11/2020): DKI Jakarta Catat 831 Kasus Baru, Jabar 733
Mata Pencaharian Peternak
Lebih dalam, polisi dan angkatan bersenjata hingga para petani/peternak dikerahkan untuk memusnahkan hewan mereka yang sehat.
Tugas ini tentu memakan waktu berminggu-minggu.
"Kami memiliki 65.000 cerpelai," kata Martin From.
Martin From merupakan peternak cerpelai yang memiliki lahan peternakan di pedesaan Funen.
Bendera Denmark berkibar setengah tiang di lahannya.
Dalam semalam, From menyaksikan sumber mata pencahariannya habis.
"Ini sangat tidak adil," ucap From.
From adalah peternak bulu cerpelai generasi ketiga.
Bisnis keluarga From telah berjalan selama 60 tahun dan pemusnahan cerpelai ini menghancurkannya.
From tidak sendiri, para peternak lain yang muncul di TV terlihat menangis.
Administrasi Hewan dan Makanan Denmark mengatakan, pemusnahan cerpelai selesai di 116 peternakan dan pekerjaan terus berlanjut.
Baca juga: Rahasia Nozomi Okuhara Juarai Denmark Open 2020 Tanpa Kalah 1 Gim Pun
Baca juga: Setelah Pilpres, AS Menghadapi Lonjakan Virus Corona hingga Membuat Rumah Sakit Kewalahan
Mengapa Ada Perintah Pemusnahan cerpelai?
Denmark bukan negara pertama yang melaporkan wabah di peternakan bulu.
Tetapi, Denmark merupakan produsen bulu cerpelai terbesar di dunia.
Di Denmark, lebih dari satu dari lima peternakan telah melaporkan infeksi virus corona.
Ilmuwan dari Statens Serum Institute di Kopenhagen pertama kali memperingatkan agar lebih waspada ketika mendeteksi mutasi pada strain virus corona pada cerpelai.
Kemudian, perintah pemusnahan massal dikeluarkan pemerintah terkait pada Rabu pekan lalu.
"Mutasi terjadi sepanjang waktu," kata Prof Anders Fomsgaard, kepala penelitian virus SSI.
Baca juga: Pemerintah Hanya Akan Beri Vaksin Covid-19 Gratis untuk 60 Juta Orang
Baca juga: Uji Klinis Vaksin Covid-19 Belum Dipastikan Aman, Pemerintah Sudah Cadangkan Anggaran Rp 34 Triliun
Klaster ke-5
Seperti diberitakan sebelumnya, Covid-19 diduga berasal dari hewan liar, kemudian menular ke manusia dan diteruskan ke cerpelai, sebelum melompat kembali ke manusia.
Beberapa mutasi berbeda telah ditemukan pada virus di cerpelai yang tidak muncul pada manusia.
Tapi satu yang disebut "Klaster ke-5" menjadi perhatian khusus dan 12 orang di Denmark terpapar.
Lebih dari 200 orang lainnya telah tertular jenis virus terkait cerpelai lainnya.
Baca juga: Brasil Mulai Kembali Uji Coba Vaksin China, Sempat Ditangguhkan 2 Hari
Kerangka Hukum Pemusnahan Cerpelai
Lebih dalam, pemerintah mengakui, mereka tidak memiliki kerangka hukum untuk tatanan nasional dan hanya memiliki yurisdiksi untuk memusnahkan cerpelai yang terinfeksi atau kawanan dalam radius aman, pada Selasa (10/11/2020).
"itu adalah kesalahan yang kami sesalkan," ungkap Perdana Menteri Mette Frederiksen, saat dia meminta maaf kepada Parlemen.
Pemerintah Denmark mencoba memperbaiki kebijakan ini dengan terburu-buru lewat undang-undang darurat.
Tetapi, partai-partai oposisi mengatakan, mereka tak mungkin mendukugn RUU baru dan itu memakan waktu.
Sementara, banyak di antara para peternak yang mendapat surat edaran yang meminta mereka memusnahkan cerpelai sebelum 16 November 2020, menolak bekerja sama.
Tetapi, From menerangkan, mengingat penyebaran virus corona di antara peternakan, dia tak bisa tinggal diam.
Baca juga: Presiden Jokowi Hadiri KTT ASEAN Secara Virtual untuk Bahas Vaksin
Apakah ini Akhir dari Bisnis Cerpelai di Denmark?
Denmark adalah rumah bagi lebih dari 1.000 peternakan.
Kepala Badan Perdagangan Kopenhagen Fur menyebut pemusnahan nasional sebagai bencana.
"Ini adalah penutupan permanen dan likuidasi de facto industri bulu," kata ketuanya, Tage Pedersen.
Pedersen memperkirakan 6.000 pekerjaan dapat terpengaruh.
Industri ini dilaporkan memiliki omset hampir 1 miliar dolar Amerika pada 2018-2019.
Bulu dijual ke industri garmen tetapi juga digunakan di beberapa produk bulu mata palsu.
China dan Hong Kong lah yang secara khusus menyediakan pasar terbesar.
Wabah virus corona telah menjadi akhir dari industri cerpelai di Belanda.
Inggris dan Austria melarang produksi bulu bertahun-tahun yang lalu.
Sementara, Jerman telah menghentikannya dan Belgia, Prancis, hingga Norwegia juga berencana untuk melakukannya.
Di seluruh Eropa terdapat sekitar 4.350 peternakan cerpelai.
Polandia, Finlandia, Lituania dan Yunani juga menjadi bagian dari sektor ini.
Kelompok industri Bulu Eropa menegaskan permintaan bulu alami masih kuat.
"Pasar telah bereaksi terhadap berkurangnya pasokan tahun depan dengan harga kulit yang lebih tinggi," katanya kepada BBC.
Tetapi kelompok hak hewan Denmark percaya inilah saatnya untuk mengikuti contoh negara-negara Eropa lainnya dan menghentikan perdagangan sepenuhnya.
"Sangat tidak dapat diterima untuk memperlakukan hewan dengan cara cerpelai diperlakukan di industri," kata Birgitte Iversen Damm dari Animal Protection Denmark.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)