TRIBUNNEWS.COM - 25 November sering dikenal sebagai Hari Guru Nasional.
Namun, secara internasional, 25 November ternyata juga diperingati sebagai Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan, lho.
Lantas, bagaimana sejarah Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan?
Dilansir situs resmi PBB, un.org, aktivis hak-hak perempuan telah menjadikan 25 November sebagai hari melawan kekerasan berbasis gender sejak 1981.
Tanggal ini dipilih untuk menghormati Mirabal bersaudara, tiga aktivis politik dari Republik Dominika yang dibunuh secara brutal pada tahun 1960 atas perintah penguasa negara kala itu, Rafael Trujillo (1930-1961).
Pada tanggal 20 Desember 1993, Majelis Umum PBB mengadopsi Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan melalui resolusi 48/104, yakni Deklarasi Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan.
Deklarasi tersebut mendefinisikan kekerasan terhadap perempuan sebagai "setiap tindakan kekerasan berbasis gender yang mengakibatkan, atau kemungkinan besar akan mengakibatkan fisik, seksual, atau bahaya, atau penderitaan psikologis bagi perempuan, termasuk ancaman tindakan semacam itu, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi."
Baca juga: Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan di Internet Melonjak Selama Pandemi, Banyak Korban Takut Melapor
Baca juga: Kekerasan Terhadap Perempuan Meningkat Selama Pandemi, LBH APIK Jakarta Soroti Minimnya Rumah Aman
Langkah ini membuka jalan menuju pemberantasan kekerasan terhadap perempuan, baik wanita dan anak perempuan, di seluruh dunia.
Akhirnya, pada 7 Februari 2000, Sidang Umum mengadopsi resolusi 54/134, yang secara resmi menetapkan 25 November sebagai hari Internasional untuk Anti Kekerasan terhadap Perempuan.
Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan mengundang pemerintah, organisasi internasional serta LSM untuk bergabung bersama dan mengatur kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan kesadaran publik tentang masalah ini, setiap tahun pada tanggal tersebut.
Langkah berani lainnya diwujudkan dengan inisiatif yang diluncurkan pada tahun 2008.
Terobosan itu dikenal sebagai UNiTE to End Violence against Women.
Ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran publik tentang masalah kekerasan pada perempuan.
Selain itu, juga untuk meningkatkan pembuatan kebijakan dan sumber daya yang didedikasikan untuk mengakhiri kekerasan terhadap wanita dan anak perempuan di seluruh dunia.
Baca juga: Pandemi Covid-19 Picu Lonjakan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan di Seluruh Dunia
Baca juga: Megawati Ancam Pecat Kader yang Lakukan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak