Tak lama setelah Mohsen Fakhrizadeh terbunuh, saksi mata mengatakan kepada televisi pemerintah bahwa sebuah truk meledak sebelum sekelompok pria bersenjata melepaskan tembakan ke mobilnya.
Pekan lalu Ali Shamkhani, Sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran, mengatakan pembunuhan itu dilakukan dengan "perangkat elektronik" tanpa ada orang di lapangan.
Para ahli dan pejabat mengatakan kepada Reuters pekan lalu, pembunuhan Mohsen Fakhrizadeh mengungkap celah keamanan yang menunjukkan pasukan keamanannya mungkin telah disusupi.
Tewasnya Mohsen Fakhrizadeh juga menunjukkan bahwa Republik Islam rentan terhadap serangan lanjutan.
"Sekira 13 tembakan dilepaskan ke martir Mohsen Fakhrizadeh dengan senapan mesin yang dikendalikan oleh satelit," ugkap Fadavi.
"Selama operasi, kecerdasan buatan dan pengenalan wajah digunakan," kata Fadavi.
Istri Mohsen Fakhrizadeh, yang duduk 25 sentimeter darinya di mobil yang sama, tidak terluka.
Baca juga: Eropa Didesak Tetapkan Peta Jalan Kesepakatan Nuklir Iran dan Tarik AS untuk Rekonsiliasi
Ilmuwan Nuklir Kelima yang Tewas
Mohsen Fakhrizadeh diidentifikasi oleh Israel sebagai pemain utama dalam apa yang dikatakannya sebagai pencarian senjata nuklir Iran yang berkelanjutan.
Dia adalah ilmuwan nuklir Iran kelima yang tewas dalam serangan yang ditargetkan sejak 2010 di Iran, dan pembunuhan kedua terhadap seorang pejabat tinggi Iran di 2020.
Baca juga: Senjata yang Dipakai Membunuh Ilmuwan Nuklir Iran Diduga Milik Israel
Dilema yang Dihadap Iran
Setelah pembunuhan Mohsen Fakhrizadeh, ditambah dengan dugaan sabotase lokasi perakitan sentrifuse di Natanz dan pembunuhan jenderal tinggi Qassem Soleimani, Iran menghadapi dilema.
Diberitakan NBC News sebelumnya, jika memilih untuk tidak membalas dengan tetap membuka pintu diplomasi, Iran akan terlihat lemah dan mengundang lebih banyak serangan rahasia.
Tetapi jika Iran membalas dendam pada target Israel atau AS, Teheran bisa kehilangan kesempatan terbaiknya untuk mencabut sanksi yang telah membuat ekonominya berantakan.