Kerajaan secara terbuka terus menyatakan dukungannya yang tak tergoyahkan untuk Prakarsa Perdamaian Arab, kesepakatan yang disponsori Saudi 2002.
Pengaruh Iran Membuat Israel dan Negara Arab Bersatu
Prakarasa itu menawarkan hubungan penuh Israel dengan semua negara Arab sebagai imbalan atas pengakuan negara Palestina di wilayah yang direbut Israel pada 1967.
Namun “masalah” bersama menghadapi meluasnya pengaruh Iran secara bertahap membawa Israel dan negara-negara Teluk lebih dekat.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengadakan pembicaraan rahasia dengan Putra Mahkota Mohammed bin Salman di kota baru Saudi bulan lalu.
Pertemuan rahasia melibatkan Menlu AS Mike Pompeo itu memicu spekulasi kesepakatan normalisasi Saudi-Israel mungkin sedang dibuat. Namun Riyadh membantah kabar itu.
Pada konferensi di Bahrain pekan lalu, Pangeran Turki al-Faisal, mantan kepala intelijen Saudi yang dekat dengan Raja Salman, menyuarakan sikap keras terhadap Israel.
Ia mengulang dukungan kuat Saudi terhadap perjuangan Palestina di wilayah tersebut, dengan presentasi yang berapi-api.
Dia menggambarkan Israel sebagai penjajah yang berperang dan mempraktikkan apartheid, dan mengatakan perdamaian tetap sulit sampai Negara Palestina merdeka terbentuk.
"Pemerintah Israel telah menangkap ribuan penduduk tanah yang mereka jajaki dan memenjarakan mereka di kamp konsentrasi,” kata Pangeran Turki al Faisal.
Arab Saudi tidak segera mengomentari pengumuman normalisasi Maroko-Israel, yang pertama kali dipublikasikan melalui tweet dari Presiden AS Donald Trump.
Sebagai bagian dari pengumuman tersebut, Trump mengatakan AS akan mengakui klaim Maroko atas wilayah Sahara Barat yang disengketakan.
Trump mengatakan Israel dan Maroko akan memulihkan hubungan diplomatik dan lainnya, termasuk pembukaan segera kantor penghubung di Rabat dan Tel Aviv, dan akhirnya pembukaan kedutaan besar.
Pejabat AS mengatakan dukungan AS itu juga akan mencakup hak penerbangan bersama untuk maskapai penerbangan kedua negara.