TRIBUNNEWS.COM - Baru-baru ini peneliti di Pompeii, Italia, menemukan warung makanan cepat saji di era Romawi.
Dilansir CNN, Pompeii merupakan kota yang terkubur pasca letusan gunung berapi pada tahun 79 M.
Di sana, peneliti menemukan warung makanan dan minuman panas yang menyajikan kuliner jalanan kuno untuk orang-orang Romawi yang lewat.
Warung itu dikenal dengan nama "termopolium", bahasa Latin untuk konter minuman panas.
Toko itu ditemukan di situs taman arkeologi Regio V yang belum dibuka untuk umum.
Di dalamnya, terdapat jejak makanan hingga perabotan yang digunakan untuk menyajikan kuliner.
Baca juga: Turis Ini Kembalikan Pecahan Marmer Romawi Kuno dan Beri Pesan Menyentuh
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah 4 September: Romulus Augustus Turun Tahta, Kekaisaran Romawi Barat Berakhir
Ada sejumlah toples tembikar berisi makanan panas yang diletakkan penjaga toko ke dalam meja dengan lubang yang besar.
Diperkirakan, situs warung itu berusia hampir 2.000 tahun.
Bagian depan konter makanan itu dihiasi lukisan berwarna cerah.
Beberapa menggambarkan hewan yang dijual sebagai salah satu menunya, seperti ayam dan dua ekor bebek yang digantung terbalik.
"Ini penemuan yang luar biasa."
"Ini pertama kalinya kami menggali seluruh termopolium," kata Massimo Ossana, direktur taman arkeologi Pompeii.
Arkeolog juga menemukan mangkuk minum dari perunggu berhias yang disebut patera, toples keramik untuk memasak semur dan sup, termos anggur, hingga amphora.
Kota Pompeii, yang terletak sekitar 23 km dari Napoli adalah rumah bagi sekitar 13.000 orang.
Pompeii terkubur dalam abu dan batu apung ketika Gunung Vesuvius di dekatnya meletus pada 79 Masehi, menewaskan antara 2.000 dan 15.000 orang.
Letusan gunung tersebut dilaporkan setara dengan ledakan banyak bom atom.
"Analisis awal kami menunjukkan bahwa gambar yang digambar di bagian depan konter, mewakili, setidaknya sebagian, makanan dan minuman yang dijual di sana," kata Valeria Amoretti, salah satu anggota tim antropolog.
Amoretti mengatakan, jejak daging babi, ikan, siput, dan daging sapi ditemukan di dalam wadah.
Jejak makanan itu berupa pecahan tulang bebek serta sisa-sisa babi, kambing, ikan, dan siput dalam pot gerabah.
Beberapa bahan telah dimasak bersama daripada disiapkan secara terpisah sebagai paella di era Romawi.
Kacang fava yang dihancurkan, yang digunakan untuk mengubah rasa anggur, ditemukan di dasar salah satu toples.
Penemuan ini disebut Amoretti, sebagai bukti bahwa orang Romawi mengonsumsi sejumlah produk hewani.
"Selain menjadi saksi kehidupan sehari-hari di Pompeii, kemungkinan untuk menganalisis termopolium ini luar biasa karena untuk pertama kalinya kami telah menggali situs secara keseluruhan," kata Massimo Osanna.
Baca juga: Fakta Unik Hongaria, Negara Tertua di Eropa yang Pernah Jadi Bagian dari Kekaisaran Romawi
Baca juga: Hari Buruh Internasional, May Day Berawal dari Perayaan Tradisional Orang Romawi dan Eropa
Amphorae atau menara air dan air mancur juga ditemukan di samping sisa-sisa manusia, termasuk manusia yang diyakini berusia sekitar 50 tahun dan ditemukan di dekat tempat tidur anak.
"Konter (makanan ini) tampaknya ditutup dengan tergesa-gesa dan ditinggalkan pemiliknya tetapi ada kemungkinan seseorang, mungkin lelaki tertua, tetap tinggal dan tewas selama fase pertama letusan," kata Osanna kepada kantor berita Ansa.
"(Sisa-sisa tubuh lain, diduga seorang pencuri atau seseorang yang melarikan diri dari letusan) yang terkejut dengan uap yang terbakar tepat saat tangannya memegang tutup panci yang baru saja dibuka," tambah Osanna.
Thermopolium berasal dari bahasa Yunani 'termos' untuk panas dan 'Poleo' untuk menjual, tempat ini sangat populer di dunia Romawi.
Diketahui ini merupakan kali pertama konter makanan atau warung peninggalan era Romawi ini ditemukan seutuhnya.
Sekitar dua pertiga kota kuno Pompeii seluas 66 hektar (165 acre) telah ditemukan.
Reruntuhan tidak ditemukan sampai abad ke-16 dan penggalian terorganisir dimulai sekitar 1750.
Dokumentasi langka kehidupan Yunani-Romawi di Pompeii adalah salah satu hal paling populer di Italia dan Situs Warisan Dunia UNESCO.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)