TRIBUNNEWS.COM - Satu di antara dua pria dari negara bagian Amerika Serikat (AS) Delaware, yang foto beserta videonya viral memegang bendera Konfederasi selama kerusuhan di Capitol AS Rabu kemarin (6/1/2021) telah ditangkap.
Menurut Kantor Pengacara AS untuk District of Columbia, pria tersebut diamankan petugas kepolisian atas tuduhan federal.
Dua pria tersebut diidentifikasi sebagai Kevin Seefried dan Hunter Seefried, mereka didakwa dengan pelanggaran hukum karena masuk ke area terlarang.
Lalu, Kevin Seefried dan Hunter Seefried juga didakwa karena masuk ke Capitol dengan kekerasan dan menunjukkan perilaku tak teratur di halaman Capitol AS.
Berdasarkan pernyataan dari Kantor Kejaksaan AS untuk District of Columbia, Kevin Seefried dan Hunter Seefried juga didakwa atas perusakan properti pemerintah.
Baca juga: Donald Trump Jadi Presiden AS Pertama yang Dimakzulkan Dua Kali, Dinilai Hasut Kerusuhan Capitol
CBS WDEL melaporkan bahwa dua pria tersebut adalah ayah dan anak.
Mengutip CBS News, pernyataan pengacara AS mengatakan, keduanya diduga memasuki Gedung Capitol melalui jendela yang pecah.
Di mana, dari rekaman video yang viral, diduga Hunter Seefried meninju jendela dua hingga empat kali.
Sementara itu, menurut kantor Kejaksaan, WDEL melaporkan Kevin Seefried, tertangkap kamera memegang bendera Konfederasi.
Menurut dokumen pengadilan, Kevin Seefried menerangkan, dia membawa bendera itu dari rumahnya di Delaware.
Dia mengatakan bahwa bendera yang dia bawa biasanya dipajang di luar.
Sementara itu, rekan kerja Hunter Seefried angkat bicara kepada FBI bahwa "dia membual tentang berada di Capitol bersama ayahnya pada 6 Januari 2021".
Menurut dokumen pengadilan, ayah dan anak itu berpartisipasi dalam wawancara terpisah secara sukarela dengan FBI pada Selasa (12/1/2021).
Kevin Seefried mengaku, dia melakukan perjalanan dengan keluarganya dari Delaware ke District of Columbia untuk mendengar Presiden Trump berbicara"
Dokumen pengadilan itu menambahkan, dia dan Hunter Seefried berpartisipasi dalam pawai dari Gedung Putih ke Capitol, dipimpin oleh seseorang dengan tanduk banteng.
Baca juga: Donald Trump Dimakzulkan untuk Kedua Kalinya akibat Kerusuhan di Capitol
Sekilas tentang Konfederasi Amerika
Konfederasi Amerika atau Confederate States of America disingkat CSA merupakan negara yang berdiri di Amerika Serikat Selatan selama Perang Saudara Amerika.
Mengutip wikipedia.org, negara ini didirikan pada 1861, ketika negara bagian South Carolina, Mississippi, Florida, Alabama, Georgia, Louisiana, dan Texas meninggalkan Amerika Serikat untuk membentuk pemerintahan sendiri.
Belakangan Virginia, Arkansas, Tennessee, dan North Carolina bergabung dengan mereka.
Pemerintahannya menyerupai seperti di Amerika Serikat, begitupun konstitusinya.
Pemerintahan AS (juga dikenal sebagai Union) tak bisa membiarkan negara ini berdiri sehingga kedua negara inipun berperang.
Perang ini dikenal sebagai Perang Saudara Amerika, dan berlangsung antara tahun 1861-1865.
Ketika perang berakhir pada tahun 1865, AS mendapatkan kendali lagi atas negara selatan, dan Negara Konfederasi Amerika jatuh.
Walaupun begitu, sejumlah orang meragukan apakah Konfederasi benar-benar sebuah negara.
Baca juga: Trump Sebut Pendukungnya yang Serbu Capitol sebagai Perusuh: Harusnya Hormati Tradisi dan Sejarah
Otoritas Selidiki Lebih dari 170 Orang
Masih dilansir dari CBS News, otoritas federal AS saat ini tengah menyelidiki lebih dari 170 orang.
Lebih dari 30 di antaranya sekarang menghadapi dakwaan federal, terkait penyerangan Capitol AS yang menewaskan lima orang.
Ratusan dakwaan lagi kemungkinan akan dilaporkan, setelah penyelidik federal selesai menyisir video yang viral di media sosial dan mengidentifikasi serta menangkap tersangka di seluruh negeri.
Mereka yang telah didakwa menghadapi berbagai tuduhan termasuk masuk secara tidak sah, perilaku tidak tertib, pencurian, penyerangan dan pelanggaran senjata.
Penjabat Jaksa Wilayah AS untuk District of Columbia Michael Sherwin mengatakan Selasa (12/1/2021) bahwa sebuah tim jaksa federal senior sedang menyelidiki tuduhan yang lebih serius, termasuk penghasutan dan konspirasi terkait dengan tindakan "paling keji" di Capitol.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)