TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejarah terukir di dunia politik Amerika Serikat. Adalah seorang Kamala Harris, wanita pertama keturunan India, berkulit berwarna yang menjadi Wakil Presiden.
Sambutan penuh gembira pun terlihat di desa kecil wilayah India.
Thulasendrapuram, 350 kilometer dari Kota Chennai, warga disana gembira menyambut Kamala Harris yang dilantik menjadi orang kedua di Negeri Paman Sam.
"Kami merasa sangat bangga bahwa seorang India terpilih sebagai wakil presiden Amerika," kata Anukampa Madhavasimhan (52), seorang guru.
Kakek Harris pindah ke Chennai, ibu kota negara bagian Tamil Nadu, beberapa dekade lalu.
Mendiang ibu Harris juga lahir di India, sebelum pindah ke AS untuk belajar di University of California.
Dia menikah dengan pria Jamaika, dan mereka menamai putri mereka Kamala, yang dalam kata Sansekerta bermakna "bunga teratai".
Jelang pemilihan umum AS pada November lalu, penduduk desa di Thulasendrapuram juga mengadakan upacara di kuil utama Hindu untuk mendoakan kesuksesan bagi Harris.
Setelah kemenangan Harris, mereka menyalakan petasan dan membagikan permen dan bunga sebagai perayaan keagamaan.
Menurut sejarawan Nancy F Cott, peran keluarga juga dianggap penting dalam politik AS.
Menurut penelitian oleh ilmuwan politik Laurel Elder, umumnya masyarakat AS mengagumi kehidupan keluarga pemimpinnya.
"Masyarakat lebih mencontoh keluarga daripada kebijakan," ujar Chasten Buttigieg, juru kampanye media sosial Pete Buttigieg.
Bagi perempuan, kehidupan keluarga di dunia politik sering kali menjadi penting, tetapi juga rumit.
Baca juga: Warga Kampung Kakek Kamala Harris Berdoa dan Bersukacita Jelang Pelantikan Presiden dan Wapres AS
Keluarga merupakan cara mengimbangi antara persepsi ketangguhan dan kelembutan.
Profesor komunikasi di University of Michigan, Susan Douglas, menekankan, keibuan dapat melembutkan citra seorang politisi.
Untuk Kamala Harris, kehidupan keluarganya berbeda dari keluarga AS pada umumnya.
Hal ini dikarenakan ia dan sang suami berasal dari ras berbeda.
Harris merupakan putri dari seorang imigran keturunan India dan Jamaika.
Sementara suaminya, Doug Emhoff, adalah pria keturunan kulit putih.
Kendati demikian, Harris memiliki pandangan tersendiri soal keluarga.
Dalam pidato penerimaan di Konvensi Nasional Demokrat pada Agustus lalu, dia mengatakan bahwa keluarga bukan hanya karena darah, melainkan juga dipilih.
Sementara itu, Elder menganggap terpilihnya Harris menjadi wakil presiden dan kehidupan keluarganya telah menciptakan tradisionalisme baru.
Umumnya masyarakat AS lebih memilih pasangan yang aktif dan terlihat mendukung satu sama lain, tetapi juga tidak mengabaikan perannya masing-masing.
"Meski perempuan sekarang melakukan segalanya, ekspektasi masyarakat sangat tradisional," kata Elder.
Dalam kehidupan politik pasangan presiden dan wakil presiden AS, secara tradisional, wanita pertama dan kedua berperan sebagai nyonya rumah.
Tugasnya meliputi mendekorasi liburan, memimpin makan siang, dan mengirimkan resep keluarga ke majalah "Kontes Kue Ibu Negara" setiap tahun.
Baca juga: Fakta - Fakta Menarik Jelang Persiapan Pelantikan Joe Biden dan Kamala Harris
Dengan terpilihnya Kamala Harris sebagai wakil presiden, peran wanita kedua dikatakan akan menyimpang. Harris berfokus dengan pekerjaannya sebagai wakil presiden.
Sementara suaminya yang telah melepaskan pekerjaan profesionalnya besar kemungkinan Emhoff akan melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan oleh wanita nomor dua di AS.
Menurut Elder, hal ini mungkin saja bisa menimbulkan konflik kepentingan dan dianggap sangat konformis.
"Melihat seorang pria mengambil peran itu rasanya mengejutkan, mendebarkan, dan sedikit membingungkan.
Sebab, itu menantang asumsi (nilai tradisional) yang sudah lama dipegang," katanya.
Walau begitu, keluarga Kamala Harris mengaku sudah siap dengan peran yang akan dijalankan setelah pelantikan.
Situasinya mungkin mengalami perubahan. Namun, keluarga mencoba untuk mempertahankan keadaan normal.
Doug Emhoff akan tetap menjadi “Doug” dan Harris masih menjadi "Momala" bagi anak-anak mereka.(Japan Times/kps/wly)