TRIBUNNEWS.COM - Israel dan Hizbullah Lebanon menyetujui perjanjian gencatan senjata yang berlaku di perbatasan keduanya mulai Rabu (27/11/2024).
Kedua pihak harus mematuhi perjanjian tertulis yang memerintahkan mereka untuk menghentikan serangan.
Pada fase pertama yang tidak boleh lebih dari 60 hari, pemerintah Lebanon akan "membersihkan" infrastruktur dan persenjataan tidak sah di wilayahnya.
Tentara Israel (IDF) mengumumkan selama fase itu, warga Lebanon yang sebelumnya mengungsi dari perbatasan selatan dilarang memasuki 10 desa yang masuk daftar hitam Israel.
“Sampai pemberitahuan lebih lanjut, Anda dilarang bergerak ke selatan ke garis desa-desa berikut dan sekitarnya, dan juga di dalam desa-desa itu sendiri: Shebaa, Al-Habbariyeh, Marjayoun, Arnoun, Yahmar , Al-Qantara, Shaqra, Bara'shit, Yater, dan Al-Mansouri,” kata juru bicara militer Israel, Avichay Adraee, di media sosial X, Rabu.
"Tentara Israel tidak bermaksud untuk menargetkan Anda (penduduk Lebanon), dan sehingga pada tahap ini Anda dilarang kembali ke rumah Anda dari jalur ini ke selatan sampai pemberitahuan lebih lanjut,” lanjutnya.
Ia menekankan tentara Israel masih mengawasi daerah perbatasan Lebanon selatan dan dapat menembak siapa pun yang bergerak di wilayah tersebut.
“Setiap orang yang bergerak ke selatan dari jalur ini, dia menempatkan dirinya dalam bahaya," katanya.
Ancaman serupa juga disebutkan oleh Kepala Staf Angkatan Darat Israel (IDF), Herzi Halevy.
“Anggota Hizbullah dilarang mendekati pasukan kami, daerah perbatasan, dan desa-desa yang terletak di daerah yang telah kami identifikasi akan menjadi sasaran," kata Herzi Halevy, Kamis (28/11/2024).
Ia memperingatkan Hizbullah dan siapa pun yang memasuki wilayah tersebut dapat dikategorikan sebagai sasaran.
Baca juga: Eks Petinggi Militer Israel Ungkap IDF Alami Krisis, Puji Keberanian Hizbullah Lawan Zionis
“Ada kekuatan di lapangan, pasukan darat dan dari Komando Utara. Mereka adalah yang pertama menghadapi orang-orang yang kembali ke desa-desa dalam keadaan pencegahan, dengan tembakan dan kemampuan dari udara," lanjutnya.
"Ada pasukan di udara sepanjang waktu, dan pasukan angkatan laut yang mengumpulkan informasi dan juga mampu menyerang di sektor barat,” tambahnya, seperti diberitakan MTV Lebanon.
Prancis dan sekutu Israel, Amerika Serikat (AS), yang menengahi gencatan senjata Israel dan Hizbullah berkomitmen untuk mengawasi jalannya perjanjian itu.