TRIBUNNEWS.COM - Kepala Staf Angkatan Darat Israel (IDF), Herzi Halevy, mengancam akan menargetkan anggota Hizbullah yang mendekati pasukan Israel di wilayah perbatasan dan desa-desa tertentu yang ditandai oleh IDF.
“Pertempuran di Lebanon sangat sengit, namun penerapan perjanjian akan lebih tegas... tegas, sesuai dengan aturan yang disetujui kemarin oleh Menteri Pertahanan, Perdana Menteri, dan mini- dewan keamanan," kata Herzi Halevy, Kamis (28/11/2024).
“Anggota Hizbullah dilarang mendekati pasukan kami, daerah perbatasan, dan desa-desa yang terletak di daerah yang telah kami identifikasi akan menjadi sasaran. Kami tidak bermaksud untuk berperang selama berbulan-bulan dan memindahkan penduduk dari rumah mereka tanpa mengembalikan mereka dengan selamat sekarang," lanjutnya.
Ia menegaskan pasukan Israel masih berada di perbatasan Lebanon selatan dengan peralatan tempur.
“Ada kekuatan di lapangan, pasukan darat dan dari Komando Utara. Mereka adalah yang pertama menghadapi orang-orang yang kembali ke desa-desa dalam keadaan pencegahan, dengan tembakan dan kemampuan dari udara," katanya.
"Ada pasukan di udara sepanjang waktu, dan pasukan angkatan laut yang mengumpulkan informasi dan juga mampu menyerang di sektor barat,” tambahnya, seperti diberitakan MTV Lebanon.
Kepala IDF itu mengatakan Israel akan mempersiapkan segala kemungkinan dan mengambil langkah yang lebih keras jika anggota Hizbullah menyerang mereka.
“Kami sedang mempersiapkan dan mempersiapkan kemungkinan bahwa situasi ini tidak akan berlaku… Kami akan menganalisis ulang, kami akan mengambil langkah yang lebih keras, mereka akan menjadi lebih kuat, dan kami sangat bertekad untuk menerapkan peraturan dan menciptakan realitas yang benar-benar berbeda bagi penduduk di utara," ujarnya.
Gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah Lebanon mulai berlaku pada Rabu (27/11/2024) dini hari, setelah kedua belah pihak menyetujui perjanjian yang ditengahi oleh Prancis dan sekutu Israel, Amerika Serikat (AS).
Penduduk Lebanon selatan berbondong-bondong ke desa-desa dan kota-kota mereka segera setelah perjanjian gencatan senjata diberlakukan, dan lalu lintas mobil padat meskipun tentara Israel memperingatkan mereka untuk tidak kembali.
Serangan Hizbullah di Israel utara dimulai pada 8 Oktober 2023 sebelum akhirnya Hizbullah dan Israel menyetujui gencatan senjata pada 27 November 2024.
Baca juga: Delegasi Mesir Pergi ke Israel, Bahas Gencatan Senjata di Gaza Setelah Kesepakatan dengan Hizbullah
Gencatan senjata Hizbullah dan Israel terjadi setelah Israel memperluas serangannya ke Lebanon selatan sejak Senin (23/9/2024).
Sebelumnya, Hizbullah menuntut Israel untuk mencapai gencatan senjata dengan Hamas di Jalur Gaza terlebih dahulu sebelum menghentikan serangan di Israel utara.
Namun, Hamas kini menerima keputusan Hizbullah yang telah mencapai gencatan senjata dengan Israel.
Jumlah Korban di Jalur Gaza
Jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi lebih dari 44.249 jiwa dan 104.746 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Rabu (27/11/2024) menurut Kementerian Kesehatan Gaza, dan 1.147 kematian di wilayah Israel, dikutip dari Al Mayadeen.
Sebelumnya, Israel mulai menyerang Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023), untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa sejak pendirian Israel di Palestina pada tahun 1948.
Israel mengklaim, ada 101 sandera yang hidup atau tewas dan masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 sandera Palestina pada akhir November 2023.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel