Ketika ia memimpin operasi militer di Kokang, terjadilah insiden yang menewaskan puluhan orang.
Insiden ini telah melanggar gencatan senjata selama 20 tahun dan mendorong 30.000 warga di wilayah ini mengungsi ke China.
Diangkat Menjadi Pemimpin Militer
Seperti dikutip dari TIME, ketika dia diangkat menjadi pemimpin militer, pemerintah barat awalnya menyambut panglima baru dengan antusias.
Min Aung Hlaing disamakan dengan seorang negarawan, berkat karismanya dan artikulasi yang jelas tentang visi politik.
Min Aung Hlaing diharapkan akan memudahkan proses kembalinya Tatmadaw ke barak.
Namun harapan ini dengan cepat memudar, ketika sang jenderal menyatakan perlunya keterlibatan militer yang berkelanjutan dalam politik Myanmar.
Baca juga: Militer Ambil Alih Kekuasaan, Telepon dan Internet di Myanmar Terganggu
Pada 2015, beberapa bulan sebelum pemilihan umum nasional yang mendorong Suu Kyi naik ke tampuk kekuasaan, dia mengatakan kepada BBC bahwa dia tidak memiliki target untuk membuat Myanmar dipimpin penuh oleh pemerintahan sipil.
“Bisa jadi lima tahun atau bisa 10 tahun, saya tidak bisa mengatakan,” ujarnya ketika itu.
Ketika Suu Kyi diangkat menjadi pemimpin Myanmar pada 2016, dia tidak dapat mengubah konstitusi tanpa persetujuan militer.
Ia pun memutuskan untuk menjalankan pemerintahan bersama dengan mantan penculiknya.
Pada 2016, Min Aung Hlaing menjadi kepala Tatmadaw pertama dalam beberapa dekade yang menghadiri Hari Martir bersama Suu Kyi.
Baca juga: Perjalanan Politik Aung San Suu Kyi, Tokoh yang Ditahan Militer Myanmar
Penampilannya secara luas ditafsirkan sebagai tanda tumbuhnya kolegialitas antara militer dan Aung San Suu Kyi dengan pemerintahan sipilnya.
Beberapa pengamat Myanmar mengatakan bahwa krisis Rohingya telah membuat tegang hubungan antara Suu Kyi dan Min Aung Hlaing.
>