Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, BANGKOK – Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha, mengatakan ia telah menerima surat dari pemimpin junta militer ‘penguasa baru’ Myanmar, pada Rabu (10/2/2021).
Surat pemimpin junta militer berisi meminta dukungan Thailand untuk mendukung demokrasi di Myanmar.
Reuters melaporkan Rabu (10/2/2021), Prayuth mengatakan kepada wartawan di Bangkok bahwa ia selalu mendukung demokrasi di negara tetangga Thailand.
"Kami mendukung proses demokrasi di Myanmar tetapi yang paling penting saat ini adalah menjaga hubungan baik karena berdampak pada rakyat, ekonomi, perdagangan perbatasan, terutama sekarang," kata Prayuth.
Baca juga: Krisis Myanmar: Wanita Ditembak di Kepala, Dokter Sebut Dia Kehilangan Fungsi Otak
Pasukan Min Aung Hlaing menggulingkan pemimpin sipil terpilih Aung San Suu Kyi pada 1 Februari lalu dan menahannya, dengan tuduhan kecurangan dalam pemilu tahun lalu bahwa partainya menang karena curang.
Namun Komisi pemilihan umum telah menolak tudingan militer tersebut.
"Thailand mendukung proses demokrasi. Sisanya terserah dia untuk melihat bagaimana melanjutkan," katanya.
Sejak kudeta, Myanmar telah tertekan oleh gelombang protes terbesar dalam lebih dari satu dekade ketika pendukung Suu Kyi menantang kudeta militer yang menghentikan transisi tentatif selama satu dekade menuju demokrasi.
Thailand juga menyaksikan gelombang aksi protes terbesarnya dalam beberapa dekade tahun lalu ketika lawan-lawan Prayuth menuntut agar dia mundur, menuduhnya merekayasa pemilu terakhir untuk melanjutkan dominasi politik Thailand oleh tentara dan monarki.
Baca juga: Indonesia Perlu Lakukan Backdoor Diplomacy untuk Myanmar
Tentara Thailand dan Myanmar telah memiliki hubungan kerja yang erat dalam beberapa dekade terakhir.
Myanmar Memanas
Myanmar semakin memanas di saat polisi dan demonstran penentang kudeta militer turun ke jalan bentrok, Selasa (9/2/2021).
Reuters melaporkan, Rabu (10/2/2021), Polisi bersikap respresif terhadap demonstran yang menolak pengambil-alihan kekuasaan dari pemerintahan yang sah di bawah Aung San Suu Kyi.
Polisi melakukan tindak kekerasaan saat membubarkan demonstran, dan melakukan penembakan.
Seorang dokter mengatakan satu wanita mengalami luka tembak di bagian kepala. Dokter mengatakan wanita itu sedang kritis dan tidak mungkin selamat.
Baca juga: Kudeta Militer Myanmar, Markas Besar Partai Aung San Suu Kyi di Yangon Dihancurkan
Tiga orang lainnya sedang dirawat karena luka akibat tertembak peluru karet yang diduga terjadi setelah polisi menembak pendemo. Kejadian ini terjadi setelah sebelumnya polisi menembakkan meriam air untuk mencoba membubarkan demonstran di ibukota Naypyitaw.
Televisi pemerintah melaporkan korban luka-luka juga ada di pihak polisi selama upaya mereka untuk membubarkan demonstran. Laporan ini membenarkan terjadinya bentokam keras antara polisi dan demonstran di negara itu.
Insiden ini menandai pertumpahan darah pertama sejak militer, yang dipimpin oleh panglima angkatan bersenjata Jenderal Min Aung Hlaing, yang menggulingkan pemerintahan Suu Kyi yang baru terpilih pada 1 Februari dan menahannya bersama politisi lain dari Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD).
Militer menuduh bahwa NLD menang dengan kecurangan - tuduhan yang dibantah oleh komite pemilihan umum.
Pada Selasa (9/2/2021) malam, polisi di Myanmar melakukan penggerebekan di markas NLD di Yangon, kata dua anggota parlemen NLD terpilih.
Penggerebekan dilakukan oleh belasan personel polisi, yang memaksa masuk ke kantor NLD.
Demonstrasi ini adalah yang terbesar di Myanmar selama lebih dari satu dekade, menghidupkan kembali kenangan hampir setengah abad lalu ketika pemerintahan militer melakukan tindakan represif dalam pemberontakan berdarah sampai militer memulai proses penarikan diri dari politik sipil pada tahun 2011.
Perserikatan Bangsa-Bangsa menyerukan kepada pasukan keamanan Myanmar untuk menghormati hak rakyat untuk berunjuk rasa secara damai.
"Penggunaan kekuatan yang tidak proporsional terhadap demonstran tidak dapat diterima," ujar Perwakilan PBB di Myanmar, Ola Almgren.
Departemen Luar Negeri AS mengatakan sedang meninjau bantuan ke Myanmar untuk memastikan mereka yang bertanggung jawab atas kudeta menghadapi "konsekuensi signifikan".
Luka Fatal di Kepala
Menurut laporan dari Naypyitaw, Mandalay dan kota-kota lain, banyak demonstran telah terluka, beberapa dari mereka menderita luka serius, oleh pasukan keamanan.
Seorang dokter di rumah sakit Naypyitaw mengatakan wanita yang ditembak itu telah menderita luka di kepala yang fatal.
"Dia belum meninggal, dia berada di unit gawat darurat, tetapi 100 persen yakin cedera itu fatal," kata dokter, yang menolak untuk disebutkan namanya.
"Menurut X-ray, itu peluru asli," katanya.
Baik polisi maupun rumah sakit tidak menanggapi permintaan komentar.
Seorang pria mengalami luka di dada tetapi tidak dalam kondisi kritis.
“Masih belum jelas apakah dia terkena peluru asli atau peluru karet,” kata dokter.
Berita MRTV yang dikelola pemerintahan miloiter mengatakan sebuah truk polisi telah dihancurkan para demonstran di Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar. MRTV menunjukkan rekaman akibatnya, termasuk polisi yang terluka.
MRTV menggambarkan aksi protes tersebut diorkestrasi oleh orang-orang yang ingin membahayakan stabilitas bangsa dan telah bertindak agresif. MRTV tidak menyebutkan kudeta atau demonstrasi lain di seluruh negeri.
Sebelumnya, para saksi mengatakan polisi menembak ke udara di Naypyitaw untuk membubarkan demonstrasi.
Polisi kemudian menembakkan meriam air, sementara para demonstran merespons dengan melemparkan batu, kata seorang saksi mata.
Video dari kota Bago, timur laut pusat komersial Yangon, menunjukkan polisi menghadapi kerumunan besar dan membubarkan dmereka dengan meriam air.
Polisi menangkap setidaknya 27 demonstran di kota terbesar kedua Mandalay, termasuk seorang jurnalis, kata organisasi media domestik.
Kerusuhan telah menghidupkan kembali kenangan hampir setengah abad pemerintahan militer yang memulai proses penarikan diri dari politik sipil pada tahun 2011, meskipun tidak pernah menyerahkan kendali keseluruhannya atas pemerintahan sipil Suu Kyi setelah memenangkan pemilu 2015.
"Kami akan terus berjuang," kata aktivis pemuda Maung Saungkha dalam sebuah pernyataan, yang seraya menyerukan pembebasan tahanan politik dan berakhirnya "kediktatoran" militer.
Para aktivis juga berjuang penghapusan konstitusi tahun 2008 yang disusun di bawah pengawasan militer yang memberi para jenderal hak veto di parlemen dan mengendalikan beberapa kementerian, dan untuk sistem federal di Myanmar yang beragam secara etnis.
Generasi aktivis yang lebih tua yang berhadapan dengan militer dalam protes berdarah 1988 lalu menyerukan aksi mogok para pekerja pemerintah selama tiga minggu.
Gerakan pembangkangan sipil, yang dipimpin oleh pekerja rumah sakit, telah mengakibatkan terjun bebasnya angka pengujian virus corona di Myanmar.
Myanmar telah menjadi salah satu negara dengan wabah virus corona terburuk di Asia Tenggara dengan 31.177 kasus kematian, dari lebih dari 141.000 kasus.(Reuters/AP)