TRIBUNNEWS.COM, TEHERAN - Putri mendiang Wakil Komandan Pasukan Mobilisasi Populer Irak (PMF), Abu Mahdi al-Muhandis, mengatakan ayahnya dan Jenderal Qassem Soleimani memberi suntikan baru ke front perlawanan asing.
“Hubungan erat antara kedua martir dimulai pada akhir 1990-an ketika martir Abu Mahdi menjadi komandan Organisasi Badr di Irak dan martir Soleimani adalah komandan Pasukan Qods IRGC,” kata Manar Al-e Ebrahim, putri Jamal Al- e Ebrahim, nama asli Abu Mahdi al Muhandis, Minggu (14/2/2021).
“Saya tahu mereka melihat satu sama lain sebagai saudara,” tambahnya dikutip kantor berita Iran, Fars News Agency.
Manar mengatakan pada akhir 2002, beberapa bulan sebelum AS memulai agresi militer terhadap Irak, ayahnya mengundurkan diri dari kepemimpinan Organisasi Badr dan keanggotaan di Dewan Tertinggi Islam Irak.
Ia tidak ingin menjadi bagian dari perundingan dengan AS. "Martir Abu Mahdi memainkan peran penting dalam kancah politik Irak dan kemartirannya oleh AS membuat marah pasukan perlawanan di wilayah itu," kata Manar.
Baca juga: Pengadilan Iran-Irak Sepakat Buru Para Pembunuh Jenderal Qassem Soleimani
Baca juga: Iran Incar Donald Trump dan 47 Pejabat AS yang Berperan Bunuh Jenderal Qassem Soleimani
Baca juga: Drone AS yang Bunuh Jenderal Qassem Soleimani Diberi Izin Terbang oleh Otoritas Irak
"Setelah dimulainya serangan ISIL dan pendudukan hampir sepertiga wilayah Irak, martir Abu Mahdi menulis surat kepada pasukan jihadi yang melawan AS, mengundang mereka untuk bergabung dengan front perlawanan," tambahnya.
“Abu Mahdi percaya AS tidak berniat mengakhiri kehadiran ISIS dan hanya ingin mengatur apa yang disebut perang saudara. Karena alasan ini, syuhada Abu Mahdi menolak untuk mengerahkan pasukan Hashd al-Shaabi di zona operasional mana pun di mana pesawat Amerika berada,” kata Manar.
Jenderal Soleimani dan Abu Mahdi al-Muhandis memainkan peran berpengaruh dalam pertempuran negara-negara Irak dan Suriah melawan kelompok teror takfiri paling terkenal di dunia, ISIL dan Al Qaeda.
Pembunuhan di Baghdad Atas Perintah Presiden Trump
Qassem Soleimani dan Abu Mahdi al-Muhandis tewas dalam serangan pesawat tak berawak AS di Bandara Internasional Baghdad di Irak pada 3 Januari 2020, atas perintah Presiden AS Donald Trump.
Lima orang Iran dan lima orang militer Irak menjadi martir oleh rudal yang ditembakkan pesawat tak berawak AS di Bandara Internasional Baghdad.
Pada 8 Januari 2020, dan setelah upacara pemakaman Jenderal Soleimani, Pasukan Dirgantara IRGC memulai serangan rudal balistik skala besar.
Sasaran serangan pangkalan udara Ein Al-Assad di Irak barat daya dekat perbatasan Suriah yang digunakan pasukan AS.
Target lainnya, pangkalan udara yang dioperasikan AS di Erbil sebagai pembalasan atas pembunuhan Jenderal Soleimani oleh AS.
Ein Al-Assad adalah pangkalan udara dengan landasan pacu 4 km di ketinggian 188 m dari permukaan laut, yang merupakan pangkalan udara utama dan terbesar AS di Irak.
Laporan awal mengatakan sistem radar dan perisai pertahanan rudal di Ein Al-Assad gagal beroperasi dan mencegat rudal Iran.
Laporan tidak resmi mengatakan sistem radar pusat tentara AS di Ein Al-Assad telah macet oleh peperangan elektronik.
Serangan balasan IRGC kedua menargetkan pangkalan militer AS di dekat bandara Erbil di Wilayah Kurdistan Irak di leg kedua operasi pembalasan "Martir Soleimani".
Irak mengatakan serangan itu tidak memakan korban dari pasukannya yang ditempatkan di dua pangkalan ini.
Tentara AS telah memblokir pintu masuk ke Ein Al-Assad untuk semua orang, termasuk tentara Irak. Pejabat IRGC mengatakan tidak ada rudal yang berhasil dicegat.
Sementara itu, Iran mengumumkan pada akhir Juni mereka telah mengeluarkan surat perintah penangkapan 36 pejabat AS dan negara lain yang terlibat dalam pembunuhan Jenderal Soleimani.
"36 orang yang telah terlibat atau memerintahkan pembunuhan haji Qassem, termasuk pejabat politik dan militer AS dan pemerintah lainnya, telah diidentifikasi dan surat perintah penangkapan telah dikeluarkan untuk mereka oleh pejabat pengadilan dan peringatan merah juga telah dikeluarkan. untuk mereka lewat Interpol, " kata Alqasi Mehr saat itu.
Dia mengatakan individu yang dituntut dituduh melakukan pembunuhan dan tindakan teroris, seraya menambahkan Presiden Trump berdiri di daftar teratas.
Trump akan dituntut segera setelah dia mundur dari kursi kepresidenan setelah masa jabatannya berakhir.
Bulan lalu, juru bicara Kementerian Kehakiman Iran Gholam Hossein Esmayeeli mengatakan Teheran telah meminta Interpol mengeluarkan pemberitahuan merah untuk semua pelaku dan dalang pembunuhan Jenderal Soleimani.
"Iran telah meminta Interpol untuk menangkap Presiden AS dan 47 orang lainnya sehubungan dengan pembunuhan Letnan Jenderal Qassem Soleimani di dekat ibukota Irak, Baghdad, tahun lalu," kata Esmayeeli.
Dia menambahkan Iran telah mengidentifikasi 48 orang sehubungan dengan serangan teror yang ditargetkan dan itu termasuk Presiden AS Donald Trump, pejabat Pentagon, dan pasukan teroris Amerika di wilayah tersebut.
Awal bulan ini, Sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran (SNSC) Ali Shamkhani dalam pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Irak Fuad Hossein menyerukan upaya lebih lanjut Baghdad untuk mengadili para pelaku dan dalang serangan teror terhadap Jenderal Soleimani.
"Kita tidak boleh membiarkan darah syuhada Abu Mahdi al-Muhandis dan Qassem Soleimani diinjak-injak, dan pelaku kejahatan teroris ini harus dituntut dan dihukum berat," kata Shamkhani dalam pertemuan di Teheran.(Tribunnews.com/FarsNews/xna)