TRIBUNNEWS.COM, YANGON — Polisi Myanmar telah mengajukan tuntutan kedua terhadap mantan pemimpin sah yang terpilih, Aung San Suu Kyi, setelah junta militer merebut kekuasaan dalam kudeta pada 1 Februari lalu.
Hal itu disampaikan pengacara Aung San Suu Kyi, seperti dilansir Reuters, Rabu (17/2/2021).
Pengacara Khin Maung Zaw mengatakan kepada media lokal, Aung San Suu Kyi menghadapi tuduhan kedua melanggar Undang-Undang Bencana Alam negara itu.
Terkait dakwaan tambahan itu, dia mengatakan Suu Kyi telah bertemu dengan hakim dalam sebuah videocall karena peraturan Covid-19.
Namun pengacara tidak dapat hadir karena mereka belum diberikan surat kuasa.
Dalam dakwaan awal, Suu Kyi telah didakwa mengimpor walkie talkie secara ilegal.
Ditanya tentang kondisi kesehatan Suu Kyi, Khin Maung Zaw mengatakan: "Tidak ada kabar baik. Kami juga belum mendengar atau menerima kabar buruk."
“Tanggal sidang pengadilan berikutnya adalah 1 Maret,” jelasnya.
Sebelumnya Polisi Myanmar telah mengajukan tuntutan terhadap pemimpin pemerintahan yang digulingkan Aung San Suu Kyi karena mengimpor peralatan komunikasi secara ilegal.
Tuntutan polisi ke pengadilan yang merinci tuduhan terhadap Suu Kyi (75) mengatakan enam radio walkie-talkie telah ditemukan dalam penggeledahan di rumahnya di ibukota Naypyidaw.
“Radio-radio itu diimpor secara ilegal dan digunakan tanpa izin,” kata polisi dalam dokumen tuntutannya.
Dokumen yang dilaporkan pada Rabu (3/2/2021) meminta penahanan Suu Kyi "untuk menanyai saksi, meminta bukti dan mencari penasihat hukum setelah menanyai terdakwa".
Sebuah dokumen terpisah menunjukkan polisi mengajukan tuntutan terhadap Presiden Win Myint yang digulingkan karena melanggar protokol kesehatan untuk menghentikan penyebaran virus corona selama berkampanye pada pemilu November lalu.
Baca juga: Penentang Kudeta Militer Myanmar Serukan Aksi Unjuk Rasa yang Lebih Besar
Atas tuduhan terhadap Suu Kyi dan Presiden Win Myint, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menilai tuntutan yang diajukan hanya semakin merusak aturan hukum dan demokrasi di Myanmar.