TRIBUNNEWS.COM - Junta militer Myanmar pada Minggu (21/2/2021) memperingatkan pengunjuk rasa anti kudeta bahwa mereka akan 'kehilangan nyawa' jika menghadang petugas jelang aksi pemogokan nasional.
Peringatan ini muncul setelah protes pro-demokrasi yang diwarnai kekerasan sejak kudeta militer pada 1 Februari 2021 lalu.
Polisi dilaporkan menembaki para demonstran di Kota Mandalay pada Sabtu lalu hingga menewaskan dua orang.
"Ditemukan bahwa pengunjuk rasa telah meningkatkan hasutan mereka terhadap kerusuhan dan massa anarki pada hari (Senin) 22 Februari."
"Para pengunjuk rasa sekarang menghasut orang-orang, terutama remaja dan pemuda yang emosional, ke jalur konfrontasi di mana mereka akan menderita kehilangan nyawa," kata Dewan Administrasi Negara, sebutan untuk junta militer yang mengendalikan negara pada Minggu di MRTV.
Baca juga: Myanmar di Tengah Aksi Mogok Massal untuk Lawan Kudeta Militer
Baca juga: Facebook Menghapus Fanpage yang Dikelola Militer Myanmar karena Pelanggaran Standar Komunitas
Dilansir CNN, beberapa video viral pada Minggu dan Senin ini menunjukkan kawat berduri menghalangi jalan menuju beberapa kedutaan asing di Yangon, titik terjadinya protes baru-baru ini.
Rekaman juga memperlihatkan kendaraan polisi dan militer berlalu-lalang di jalan.
Para pengunjuk rasa menyerukan pemogokan, dengan semua kantor dan toko tutup pada Senin.
Aktivis mendesak semua warga untuk bergabung dalam protes, yang dikenal sebagai "Five Twos" mengacu pada tanggal di hari Senin (22/2/2021).
"Besok 22.2.2021 akan menjadi hari bersejarah yang besar. Tetap awasi kami dan doakan kami, teman-teman," kata kelompok aktivis protes terkemuka, Gerakan Pembangkangan Sipil dalam cuitannya, Minggu (21/2/2021).
Tidak Mundur Meskipun Ada Ancaman Nyawa
Dilansir DW, terkait dua demonstran tewas di Mandalay, Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) menyebut, kekerasan oleh aparat sebagai kejahatan kemanusiaan.
Junta militer bahkan memperingatkan massa yang berencana melakukan protes nasional pada hari ini untuk berhenti atau akan kehilangan lebih banyak nyawa.
Namun, peringatan ini tidak menghentikan pengunjuk rasa yang menginginkan agar Myanmar kembali pada demokrasi.
"Jumlah orang akan meningkat. Kami tidak akan berhenti," kata pengunjuk rasa Yin Nyein Hmway di Yangon.
Semakin banyak anak muda yang berpartisipasi dalam protes pro-demokrasi di Myanmar.
Baca juga: Menyusul AS, Inggris dan Kanada Jatuhkan Sanksi pada Junta Myanmar
Baca juga: Setelah AS dan Inggris, Giliran Kanada Jatuhkan Sanksi kepada 9 Elite Junta Militer Myanmar
"Kami, kaum muda, memiliki impian kami, tetapi kudeta militer ini telah menimbulkan begitu banyak rintangan," kata Ko Pay di Yangon.
"Itu sebabnya kami tampil untuk memprotes," tambahnya.
Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik Burma (AAPPB) mengatakan, sedikitnya 640 orang telah ditahan sehubungan dengan kudeta.
Pada Minggu (21/2/2021), pengunjuk rasa di Yangon berbaris di luar Kedubes AS sambil melambaikan spanduk bertuliskan 'Bantu Myanmar'.
Kemudian di Myitkyina, ibu kota negara bagian Kachin di Myanmar utara, pengunjuk rasa meneriakkan slogan dan mengibarkan bendera saat mengendarai sepeda motor.
Sementara itu, di ibukota Naypyidaw, orang-orang berkumpul untuk prosesi pemakaman seorang wanita yang tewas pada Jumat karena kepalanya ditembak saat protes.
Mya Thweh Thweh Khine, yang ditembak sebelum ulang tahunnya yang ke-20, adalah korban pertama protes pro-demokrasi.
Video viral menunjukkan mobil jenazah dengan foto Thweh Khine memimpin konvoi kendaraan yang keluar dari rumah sakit.
Saat iring-iringan melewati jalanan, orang-orang dengan sepeda motor dan warga lainnya terlihat memberikan hormat tiga jari.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)