Tidak jelas apakah militer bersedia menggunakan kekuatan untuk mendukung pernyataan yang dikeluarkan Kamis pagi dan ditandatangani oleh Gasparyan dan perwira tinggi militer lainnya.
"Manajemen yang tidak efektif dari pemerintah saat ini dan kesalahan dalam kebijakan luar negeri telah menempatkan negara di ambang kehancuran," kata pernyataan itu.
Baca juga: 6 Minggu Perang, Armenia, Azerbaijan & Rusia Sepakat Damai dan Akhiri Konflik Nagarno-Karabakh
Ketegangan antara tentara dan Pashinyan telah meningkat.
Pashinyan juga memecat wakil kepala pertama Staf Umum, Tiran Khachatryan, awal pekan ini.
Khachatryan mencemooh klaim perdana menteri, hanya 10 persen rudal Iskander yang dipasok Rusia yang digunakan Armenia dalam perang Nagorno-Karabakh meledak akibat benturan.
Sementara itu, Robert Kocharyan, mantan Presiden Armenia mengatakan, Pashinyan "harus pergi" saat meminta orang Armenia untuk "berdiri di dekat" tentara.
"Pihak berwenang yang kalah perang dan menyerahkan tanah harus pergi," tulis Kocharyan di Facebook.
"Ini adalah kebutuhan utama untuk kelahiran kembali nasional kita," ungkapnya.
Moskow juga menyerukan ketenangan Nagorno-Karabakh secara internasional diakui sebagai tanah Azerbaijan.
Kini Nagarno-Karabakh telah berada di bawah kendali pasukan etnis Armenia.
Kremlin mengatakan pada Kamis (25/2/2021), pihaknya prihatin dengan meningkatnya ketegangan politik di Armenia, tempat Moskow memiliki pangkalan militer.
Baca juga: Sikap Turki ke Prancis: Jika Tidak Suka Kami Mendukung Azerbaijan, Mengapa Anda Berpihak ke Armenia?
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov meminta militer dan pemerintah Pashinyan untuk menyelesaikan perbedaan mereka secara damai dan dalam kerangka konstitusi.
Robin Forestier-Walker dari Al Jazeera, yang secara ekstensif meliput konflik selama bertahun-tahun, mengatakan Pashinyan berada dalam "perjuangan politik dalam hidupnya".
Pernyataan militer mengindikasikan dia kehilangan dukungan angkatan bersenjata.
Upaya untuk mengambil alih kekuasaan dari Pashinyan dan pemerintahan terpilihnya akan menjadi hal yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi Armenia.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)