Polisi dan juru bicara dewan militer yang berkuasa tidak menanggapi panggilan telepon untuk menanggapi insiden berdarah tersebut.
Pemimpin Junta militer Jenderal Min Aung Hlaing mengatakan pekan lalu pihak berwenang menggunakan kekuatan minimal untuk menangani aksi protes.
Namun demikian, setidaknya total 21 demonstran telah tewas dalam kekacauan tersebut.
Militer mengatakan seorang polisi juga tewas.
Tindakan kekerasan yang terjadi itu tampaknya menunjukkan tekad militer untuk memaksakan wewenangnya dalam menghadapi pembangkangan massal, yang bukan hanya terjadi di jalanan tetapi lebih luas lagi dalam pelayanan sipil, administrasi kota, peradilan, sektor pendidikan dan kesehatan dan media.
"Kami menyesalkan begitu banyak nyawa hilang di Myanmar. Orang-orang tidak boleh menghadapi tindakan kekerasan karena mengekspresikan perbedaan pendapat terhadap kudeta militer. Penargetan warga sipil tidak etis," kata kedutaan AS.
Kedutaan Kanada mengatakan itu kaget melihat insiden berdarah tersebut.
Indonesia, yang telah memimpin diplomatik dalam Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) tentang krisis di Myanmar, menyatakan keprihatinan yang mendalam atas jatuhnya korban jiwa.
Para aktivis di seluruh Asia mengadakan unjuk rasa untuk mendukung demonstran Myanmar di Myanmar.
Televisi MRTV yang dikelola pemerintah berkuasa mengatakan lebih dari 470 orang telah ditangkap pada hari Sabtu.
Namun masih belum jelas berapa banyak yang ditahan pada hari Minggu.
Aktivis pemuda Esther Ze Naw mengatakan orang-orang berjuang melawan ketakutan yang mereka jalani di bawah pemerintahan militer.
"Sudah jelas mereka mencoba menanamkan rasa takut pada kami dengan membuat kami berlari dan bersembunyi," katanya.
"Kita tidak bisa menerima itu," tegasnya.