Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, GAZA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Palestina mulai memberikan dosis pertama vaksin virus corona (Covid-19) yang diterima dari inisiatif COVAX global kepada tenaga kesehatan dan kelompok lanjut usia di Tepi Barat dan Jalur Gaza pada hari Minggu kemarin.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan mitranya yang menjalankan program COVAX Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) telah mengirimkan 61.400 vaksin ke negara itu pada Rabu lalu.
Sedangkan 21.300 dosis dikirim ke Jalur Gaza yang diblokade dan dikendalikan Hamas.
Baca juga: Pulihkan Ekonomi RI Pasca Covid-19, Mendag ke DPR: Kita Perlu Ambil Kebijakan Out of The Box
Pengiriman vaksin ini merupakan dukungan bagi penduduk di Tepi Barat, di mana Palestina telah berupaya untuk mendapatkan vaksin karena jumlah kasus yang terus melonjak dalam beberapa pekan terakhir.
Dikutip dari laman France24, Senin (22/3/2021), hingga saat ini, mereka hanya mendapatkan 10.000 dosis vaksin Sputnik V Rusia dan 2.000 suntikan dari Israel untuk sekitar 3 juta warga Palestina yang bermukim di Tepi Barat.
Sedangkan Gaza, yang telah diblokade Israel dan Mesir sejak Hamas menguasai daerah itu pada 2007, telah menerima lebih dari 80.000 dosis vaksin.
Baca juga: Ada Mutasi Virus Corona, Agenda Vaksinasi Harus Terus Dipantau
Sebagian besar vaksin itu berasal dari Rusia dan saingan Presiden Palestina Mahmoud Abbas yang bermukim di Uni Emirat Arab (UEA).
Mohammed Dahlan, yang telah tinggal di ibu kota UEA, Abu Dhabi, telah berselisih dengan Abbas sejak 2011.
Ia pun telah mengamankan pengiriman 60.000 dosis ke Gaza dan berjanji akan mengirimkan lebih banyak dosis vaksin bagi penduduk Palestina.
Dahlan menegaskan bahwa dirinya akan mempermalukan Abbas menjelang pemilihan umum Palestina yang rencananya akan digelar pada Mei mendatang.
Di Tepi Barat, Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh mengatakan vaksin ini akan diprioritaskan kepada pekerja medis dan para orang tua.
"Kami di sini memulai upaya vaksinasi preventif bagi masyarakat kami untuk melawan virus corona," kata Shtayyeh.
Perlu diketahui, meskipun telah menerima vaksin, Palestina masih tertinggal jauh dari Israel yang telah melakukan vaksinasi pada sekitar 80 persen dari populasi orang dewasa.
Kesenjangan tersebut telah menarik perhatian pada ketimpangan dalam distribusi vaksin secara global, antara negara kaya dan negara miskin.
Pejabat PBB dan kelompok Hak Asasi Manusia (HAM) mengatakan bahwa Israel adalah memiliki tanggung jawab untuk melakukan vaksinasi terhadap para penduduk Palestina.
Namun Israel menegaskan, di bawah kesepakatan perdamaian sementara, mereka tidak memiliki tanggung jawab seperti itu.
Kendati demikian, dalam beberapa pekan terakhir, negara zionis itu telah melakukan inokulasi terhadap lebih dari 100.000 pekerja Palestina di Tepi Barat yang memiliki izin untuk bekerja di dalam wilayah Israel dan pemukiman Tepi Barat.
Vaksin Pfizer dan AstraZeneca merupakan yang pertama didistribusikan oleh COVAX di wilayah Palestina.
Di sebuah klinik Kota Gaza, lima pekerja WHO dan lima pekerja medis lokal menjadi yang pertama diinokulasi dengan dosis dari donasi COVAX.
Seperti yang disampaikan Kepala Kantor WHO di Gaza, Sacha Bootsma yang menerima suntikan vaksin pertama di acara tersebut.
"Kami sangat bangga berada di sini hari ini bersama rekan-rekan kami yang terhormat untuk mempromosikan kedatangan pertama vaksin melalui inisiatif COVAX," kata Bootsma.
Ia menambahkan bahwa pengiriman batch kedua sebanyak 57.600 vaksin AstraZeneca pun diharapkan akan dikirim ke Gaza pada akhir April mendatang.
Beberapa negara Eropa telah menyuarakan keprihatinan mereka terhadap keamanan tentang vaksin AstraZeneca.
Namun negara-negara besar, termasuk Prancis, Italia dan Jerman, telah kembali menggunakan vaksin itu.
Sementara otoritas Palestina juga telah menyetujui penggunaannya.
Bootsma mencatat bahwa baik vaksin Pfizer maupun AstraZeneca, telah divalidasi secara global oleh WHO melalui proses yang sangat panjang dan ketat.
Seorang pejabat Kemenkes Palestina Dr. Majdi Dhair mengatakan bahwa sejauh ini hanya 11.200 dari 2 juta penduduk Gaza yang telah disuntik.
Namun menurutnya, jumlah mereka yang bersedia divaksinasi pun 'mulai meningkat', sebulan setelah peluncuran program vaksinasi ini.
Bootsma mengatakan terbatasnya jumlah vaksin di Gaza tentunya menjadi hambatan dalam upaya kampanye vaksinasi massal.
Jalur Gaza telah melihat setidaknya 58.000 kasus Covid-19 yang dikonfirmasi sejak Agustus 2020 dan 582 kematian.
Sementara wilayah Tepi Barat telah melaporkan hampir 163.000 kasus dan 1.824 kematian.
Dalam beberapa pekan terakhir, otoritas Hamas yang mengatur wilayah itu telah melonggarkan hampir semua kebijakan pembatasan, meskipun ada peringatan dari pejabat kesehatan negara itu.
Bootsma pun mengkritik apa yang dilakukan Hamas.
"Pandemi Covid-19 belum berakhir. Kita semua masih berisiko tertular, apalagi sekarang pemerintah telah melonggarkan semua pembatasan," tegas Bootsma.