News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Krisis Myanmar

Ketika Korban Berjatuhan dalam Demo, Militer Myanmar Gelar Pesta Mewah Hari Angkatan Bersenjata

Penulis: Citra Agusta Putri Anastasia
Editor: Daryono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Militer Myanmar menggelar pesta mewah untuk memperingati Hari Angkatan Bersenjata tahunan, Sabtu (27/3/2021) malam waktu setempat.

TRIBUNNEWS.COM - Demo antikudeta di Myanmar masih terus berlangsung.

Lebih dari 400 orang tewas karena dibunuh oleh militer sejak kudeta 1 Februari lalu.

Pemakaman para korban dilaksanakan pada Minggu (28/3/2021) kemarin.

Namun ternyata, malam sebelumnya, militer Myanmar menggelar pesta mewah pada Sabtu (27/3/2021) malam waktu setempat.

Pesta militer mewah tersebut diadakan dalam rangka memperingati Hari Angkatan Bersenjata tahunan.

Hari besar ini menjadi penanda dimulainya perlawanan militer Myanmar terhadap pendudukan Jepang pada tahun 1945.

Baca juga: Junta Myanmar Sebut akan Lindungi Rakyat, tapi 114 Orang Dibunuh di Hari Angkatan Bersenjata

Baca juga: Serangan Bom Molotov di Markas Partai Aung San Suu Kyi di Myanmar

Potret dari televisi pemerintah yang dibagikan di media sosial menunjukkan para pejabat militer, termasuk Min Aung Hlaing, yang tengah berkumpul.

Mereka mengenakan seragam putih dan dasi kupu-kupu.

Para anggota militer berjalan di sepanjang karpet merah sambil tersenyum.

Kemudian, mereka duduk di meja besar untuk makan malam.

Acara tersebut menuai kemarahan dari beberapa orang di media sosial, termasuk aktivis Burma, Maung Zarni.

Zarni mengungkapkan protesnya melalui akun Twitter-ya, @drzarni.

"Halo dunia, kami #Myanmar tidak lagi memanggil atau melihat geng bersenjata yang dipimpin oleh Ma Aa La, Angkatan Bersenjata kami.

Kami menyebutnya Naypydaw #Teroris.

Hormati pandangan konsensus publik kita yang luar biasa.

Di pesta makan malam, para teroris ini memakai tuksedo," tulisnya Minggu (28/3/2021).

Baca juga: Lagi, Sembilan Demonstran di Myanmar Tewas, Inggris dan AS Jatuhkan Sanksi pada Bisnis Militer

Baca juga: Jaringan Rahasia Bantu Ratusan Polisi Myanmar Melarikan Diri ke India

Sebelumnya, pada Sabtu (27/3/2021), militer mengadakan parade dan mendengar pidato dari Min Aung Hlaing.

Dia mengatakan, dirinya ingin "menjaga demokrasi", tetapi juga memperingatkan adanya "tindakan kekerasan."

Dalam acara tersebut, hadir pula perwakilan dari Rusia, Cina, India, Pakistan, Bangladesh, Vietnam, Laos, dan Thailand.

Kabar Terbaru

Pada Minggu (28/3/2021) kemarin, keluarga korban mengadakan pemakaman untuk kerabatnya yang tewas dibunuh oleh militer Myanmar sehari sebelumnya.

Satu di antaranya adalah keluarga Kyaw Win Maung.

Kyaw Win Maung tewas setelah ditembak mati di Mandalay.

Ada pula Aye Ko, ayah empat anak, yang turut menjadi korban tewas.

Keluarganya menyelenggarakan kebaktian untuk Aye Ko.

Para pelayat melakukan penghormatan tiga jari kepada seorang pengunjuk rasa yang terbunuh. Foto diambil di Rumah Sakit Thingangyun di Yangon, Myanmar pada 15 Maret 2021. (STR / AFP)

"Kami diberitahu oleh para tetangga bahwa Aye Ko ditembak dan dilempar ke dalam api," kata seorang kerabat kepada AFP via BBC.

"Dia satu-satunya yang memberi makan keluarga, kehilangan dia adalah kerugian besar bagi keluarga," imbuhnya.

Baca juga: Demonstran Antikudeta Myanmar Lakukan Serangan Diam Usai Bocah 7 Tahun Tewas Tertembak Militer

Baca juga: Bocah 7 Tahun Ini Jadi Korban Termuda yang Ditembak Mati Tentara Myanmar, Ia Tewas di Pangkuan Ayah

Di kota Bago, seorang pelajar berusia 20 tahun juga menjadi korban tembak militer Myanmar.

Ia tewas akibat tembakan tersebut.

"Saat kami [sedang] menyanyikan lagu revolusi untuknya, pasukan keamanan baru saja datang dan menembak kami," kata seorang wanita yang menjadi saksi penembakan.

"Orang-orang, termasuk kami, lari saat mereka melepaskan tembakan," lanjutnya.

Reaksi Internasional

Para kepala pertahanan dari belasan negara mengeluarkan pernyataan bersama yang mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh militer Myanmar.

AS, Jepang, hingga Australia termasuk di antaranya.

Mereka menandatangani sebuah pernyataan yang menyatakan "Seorang militer profesional mengikuti standar perilaku internasional dan bertanggung jawab untuk melindungi - bukan merugikan - orang-orang yang dilayaninya."

Pemerintah Inggris juga mendesak semua warga negaranya di Myanmar untuk meninggalkan negara itu secepat mungkin.

Kantor Luar Negeri, Persemakmuran dan Pembangunan (FCDO) mengatakan, saran tersebut disampaikan karena terjadi peningkatan kekerasan yang signifikan pada Sabtu (27/3/2021) lalu.

"Kami sebelumnya menasihati warga negara Inggris untuk pergi kecuali mereka memiliki kebutuhan mendesak untuk tinggal," tambahnya.

Para migran Myanmar di Thailand menunjukkan salam tiga jari dan foto pemimpin sipil Myanmar Aung San Suu Kyi yang ditahan pada sebuah protes terhadap kudeta militer di negara asal mereka, di depan gedung ESCAP PBB di Bangkok pada 22 Februari 2021. (Mladen ANTONOV / AFP)

Baca juga: AS dan Inggris Jatuhkan Sanksi terhadap Perusahaan yang Dikendalikan Militer Myanmar

Baca juga: AS Tambahkan Kepala Polisi dan Unit Militer Myanmar ke Daftar Hitam karena Lakukan Tindak Kekerasan

Sementara itu, AS mengaku ngeri dengan pembunuhan yang dilakukan militer Myanmar.

Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, menyebut militer "mengorbankan nyawa rakyat untuk melayani segelintir orang."

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, mengatakan bahwa dirinya "sangat terkejut" dengan kekerasan itu.

Sementara Menteri Luar Negeri Inggris, Dominic Raab, menyebutnya sebagai "titik terendah baru".

Pelapor Khusus PBB, Tom Andrews, menyerukan pertemuan darurat internasional.

Di sisi lain, hingga kini, China dan Rusia belum ikut serta dalam memberikan kritik kepada militer Myanmar.

Berita lain terkait krisis Myanmar

(Tribunnews.com/Citra Agusta Putri Anastasia)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini