TRIBUNNEWS.COM - Arus lalu lintas Terusan Suez masih macet sejak kapal kontainer raksasa Ever Given memblokir jalur perdagangan tersibuk di dunia pada Selasa (23/3/2021) kemarin.
Melansir Al Jazeera, Suriah yang dilanda perang merasakan dampak dari insiden tersebut.
Distribusi bahan bakar di negara tersebut ketar-ketir mengingat pengiriman tertunda karena proses evakuasi kapal kontainer Ever Given perlu waktu cukup lama.
Kementerian Perminyakan Suriah melaporkan pada Sabtu (27/3/2021) bahwa kapal yang membawa bahan bakar dan produk minyak dari Iran tak dapat melanjutkan perjalanan karena lalu lintas terblokir oleh Ever Given.
"(Sembari) menunggu resolusi, Kementerian tengah menjatah distribusi produk minyak yang tersedia, untuk memastikan kelangsungan layanan penting, seperti toko dan rumah sakit," terang pernyataan Kementerian Perminyakan Suriah.
itu.
Baca juga: Terusan Suez: Kapal Ever Given Akhirnya Bergeser setelah 6 Hari Memblokir Perairan
Baca juga: Kapal Tunda Bantu Evakuasi Kapal Kontainer Ever Given yang Terjebak di Terusan Suez
Upaya Evakuasi Ever Given
Pada Sabtu (27/3/2021), pihak berwenang bersiap untuk melakukan upaya baru untuk membebaskan kapal dan membuka kembali jalur perdagangan untuk pengiriman global.
Menteri Perminyakan Bassam Tomeh mengatakan kepada TV pemerintah bahwa kargo itu akan tiba di pelabuhan Banias pada Jumat (2/4/2021).
Tetapi jika kemacetan di Terusan Suez berlanjut, kapal tersebut dapat merutekan ulang rute di sekitar ujung selatan Afrika.
Pihak berwenang pun mempertimbangkan ruter tersebut karena mengambil jalan memutar memakan biaya lebih mahal.
Sementara itu, Kementerian mengungkapkan harapannya untuk keberhasilan dari proses evakuasi yang sedang berlangsung di Terusan Suez".
Baca juga: Nasib 130 Ribu Ternak, Kayu, dan Teh yang Terjebak Kapal Ever Given, Ikut Ditahan di Terusan Suez
Baca juga: Kapal Jepang Kandas di Terusan Suez, China Pakai Jalur Darat Kirim Barang ke Eropa
Suriah Derita Kekurangan Bahan Bakar
Bahkan sebelum Ever Given kandas, Suriah telah menderita kekurangan bahan bakar yang sebagian besar disebabkan oleh sanksi Barat .
Lebih dari setengah juta orang telah tewas dalam konflik yang berlangsung 10 tahun, yang juga telah membuat ekonomi dan infrastruktur negara itu hancur.
Konflik itu juga menciptakan kekurangan barang-barang kebutuhan pokok dan obat-obatan, dan meninggalkan sebagian besar sumber daya minyak dan pertaniannya di luar kendali pemerintah.
Hampir 80 persen warga Suriah hidup dalam kemiskinan, dan 60 persen rawan pangan.
Warga Suriah terpaksa menunggu dalam antrean panjang untuk membeli roti dan bahan bakar bersubsidi.
Baca juga: Serangan Jet Tempur Rusia Hantam Kamp Pemberontak Suriah
Baca juga: Suriah Klaim Roket Israel Serang Daerah Sekitar Damaskus Selatan
Awal tahun ini, pemerintah Suriah menaikkan harga bahan bakar.
Termasuk produk bahan bakar yang telah disubsidi, lebih dari 50 persen, dalam kenaikan ketiga tahun ini.
Pemerintah juga menaikkan harga gas untuk memasak.
"Sebelum perang, Suriah menikmati otonomi energi relatif, tetapi dalam dekade terakhir diperkirakan $ 91,5 miliar pendapatan hidrokarbon telah hilang," kata Menteri Perminyakan Suriah pada Februari.
Pembatasan pandemi telah menambah tekanan pada ekonomi Suriah.
Situasi Suriah diperparah oleh krisis keuangan di negara tetangga Lebanon, yang telah menjadi jembatan ke Suriah secara ekonomi dan finansial.
Berita lain terkait Suriah
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)