TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah militer atau junta Myanmar ingin menghentikan pertukaran informasi di antara demonstran antikudeta dengan memutus total akses internet pada Kamis (8/4/2021).
Dua penyedia layanan internet, MBT dan Infinite Networks tidak mengetahui apakah pemutusan akses internet hanya untuk sementara atau selamanya.
MBT mengatakan, layanannya dihentikan dengan memutuskan jalur antara Kota Yangon dan Kota Mandalay, dua kota terbesar di Myanmar.
Meski baru-baru ini pemutusan total terjadi, tetapi pengguna internet telah mengeluhkan lambatnya koneksi selama seminggu terakhir.
Dikutip dari Channel News Asia, pihak berwenang diketahui menghentikan layanan internet secara bertahap sejak penggulingan Aung San Suu Kyi, 1 Februari 2021.
Awalanya mereka memblokir media sosial, yang mana cara itu tidak berjalan efektif karena Facebook masih bisa diakses penentangnya dengan cara tertentu.
Kemudian, mereka memutus akses internet hanya pada malam hari, hingga akhirnya kini memberlakukan larangan total penggunaan data seluler.
Baca juga: Siapa Paing Takhon? Aktor Myanmar yang Ditangkap karena Lawan Kudeta Militer
Lebih lanjut, junta juga melarang penggunaan televisi satelit atau parabola.
Di Laputta dan kota-kota lain di Delta Irrawaddy barat daya Kota Yangon, kendaraan pemerintah setempat memberikan pengumuman melalui pengeras suara.
Penggunaan TV satelit, kata pihak junta, tidak lagi legal dan pemiliknya harus segera menyerahkan antena parabola ke polisi.
Di samping itu, polisi juga menggerebek toko yang menjual peralatan terkait TV satelit dan menyita barang-barang di sana.
Media berita online Khit Thit Media dan Mizzima mengatakan tindakan serupa diambil di negara bagian Mon di tenggara negara itu.
Adapun penyitaan tersebut dilakukan karena TV satelit dianggap telah digunakan demonstran untuk mengakses siaran berita internasional.
Sementara itu, sejak kudeta, semua surat kabar harian swasta telah berhenti terbit dan situs berita onlinenya diawasi secara ketat oleh junta.
Lima media berita independen populer di 'negeri seribu pagoda' itu dicabut izin operasinya pada awal Maret, dan diminta berhenti menerbitkan atau menyirakan informasi di semua platform.
Akan tetapi sebagian besar media berita tersebut menentang perintah junta.
Tak hanya itu, sekira 30 jurnalis telah ditangkap sejak kudeta dan hingga kini masih ditahan.
Setengah dari mereka didakwa melanggar undang-undang yang mencakup peredaran informasi yang dapat merugikan keamanan nasional atau mengganggu ketertiban umum.
Ancaman hukuman yang dikenakan untuk pelanggar undang-undang itu yakni tiga tahun penjara.
Baca juga: Duta Besar Myanmar untuk London Diusir oleh Junta Militer dari Kantornya
Menindaklanjuti penahanan itu, Komite untuk Melindungi Jurnalis yang berbasis di New York menyerukan pembebasan segera dan tanpa syarat dari semua jurnalis yang ditahan setelah penangguhan demokrasi pada 1 Februari dan penerapan aturan darurat.
Kelompok tersebut mengatakan bahwa sejak pengambilalihan militer, kondisi kebebasan pers dengan cepat dan drastis memburuk di Myanmar.
"Laporan berita menunjukkan jurnalis telah dipukuli, ditembak dan terluka oleh peluru tajam dan secara sewenang-wenang ditangkap dan didakwa oleh pasukan keamanan sambil hanya melakukan tugas mereka untuk meliput demonstrasi dan tindakan keras pembalasan rezim Anda," tulis kelompok itu dalam sebuah pernyataan.
598 Demonstran Tewas
Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) melaporkan, setidaknya 598 demonstran telah dibunuh oleh pasukan keamanan.
Pada Rabu (7/4/2021) pasukan keamanan menyerbu Kota Kalay di barat laut Myanmar di mana beberapa penduduk telah menggunakan senapan berburu rakitan untuk membentuk pasukan pertahanan diri.
Namun demikian, pasukan keamanan dapat menembus pasukan tersebut dan membunuh setidaknya 11 warga sipil dan melukai beberapa orang.
Baca juga: Peran Aktif Indonesia dalam Upaya Penyelesaian Krisis di Myanmar
Pada Kamis (8/4/2021) di Kota Launglone, di selatan negara itu, penduduk desa menyanyikan lagu-lagu dan menyalakan lilin sebelum fajar dan kemudian berbaris menyusuri jalan pedesaan.
Sedangkan di Kota Dawei, para insinyur, guru, siswa dan yang lain bergabung dalam demonstrasi.
Delapan orang tewas dalam aksi protes tersebut.
Meskipun ada delapan pembunuhan oleh pasukan keamanan, penentang junta terus melakukan protes di jalan-jalan, menghindari konfrontasi dengan memvariasikan waktu mulai demonstrasi dan membobol kelompok-kelompok yang lebih kecil.
Tentara Myanmar Tangkap Aktor Paing Takhon
Seorang aktor sekaligus penyanyi dan model terkemuka, Paing Takhon ditangkap oleh tentara junta.
Paing ditangkap di rumah ibunya, yaitu di daerah North Dagon, Yangon, pada Kamis (8/4/2021) pagi.
Dikutip dari Channel News Asia, junta mengerahkan 50 tentara dengan delapan truk untuk menangkap Paing.
Aktor berusia 24 tahun itu ditangkap tanpa melakukan perlawanan karena dia sedang dalam kondisi sakit parah.
Menurut keterangan saudara perempuannya Thi Thi Lwin melalui Facebook, pasukan keamanan menangkap Paing dengan tenang dan tanpa kekerasan.
Baca juga: Duta Besar Myanmar untuk London Diusir oleh Junta Militer dari Kantornya
Thi Thi Lwin mengatakan, dirinya tidak tahu Paing akan dibawa kemana oleh pihak junta.
"Sekitar 50 tentara dengan delapan truk militer datang untuk menangkapnya dari rumah ibunya di daerah North Dagon di Yangon, Kamis pagi," tulis Thi Thi Lwin.
"Karena dia sakit parah, mereka menangkapnya dengan tenang tanpa kekerasan. Kami tidak tahu kemana dia dibawa," lanjutnya.
Diketahui, Paing telah aktif dalam gerakan protes antikudeta baik secara langsung di tempat umum maupun melalui media sosial.
Media sosial Paing, yaitu Facebook dan Instagram memiliki lebih dari satu juta pengikut.
Sebelum ditangkap, aktor yang juga dikenal di Thailand itu mengabarkan kondisinya melalui media sosialnya.
Dia mengaku kesehatannya telah memburuk selama beberapa hari.
"Saya tidak dalam kesehatan yang baik selama beberapa hari," tulis Paing pada Rabu (7/4/2021).
Setiap kali menyembah Buddha, lanjut Paing, dia selalu berdoa agar kesehatannya segera membaik dan secepat mungkin Myanmar mendapatkan kedamaian.
"Saya biasa berdoa setiap kali saya menyembah Buddha untuk kesehatan yang baik dan untuk mendapatkan kedamaian di Myanmar secepat mungkin," tulisnya.
Sebelumnya, pada bulan Februari, dia mengunggah foto dirinya saat mengikuti demo antikudeta.
Dalam foto tersebut terlihat Paing mengenakan pakaian olahraga berwarna putih dengan megafon dan topi pelindung.
"Bantu kami menghentikan kejahatan terhadap kemanusiaan," tulis Paing dalam keterangan fotonya.
Namun demikian, halaman media sosial Paing kini tidak dapat ditemukan.
Tidak jelas apakah dia yang menghapusnya sendiri atau pihak junta yang melakukannya.
Lebih lanjut, pihak berwenang diketahui telah menerbitkan daftar sekira 120 selebriti untuk dicari dan ditangkap.
Dari 120 selebriti tersebut di antaranya termasuk penyanyi Lin Lin dan Chit Thu Wai, aktor Phway Phway, Eaindra Kyaw Zin dan Pyay Ti Oo serta model May Myat Noe.
Berita lain terkait Krisis Myanmar
(Tribunnews.com/Rica Agustina)