Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, MYANMAR - Korban jiwa terus berjatuhan akibat tindakan brutal aparat keamanan junta militer menghadapi demonstran anti kudeta 1 Februari.
Melansir Reuters, Minggu (11/4/2021), tindakan aparat keamanan Myanmar membawa jatuhnya korban jiwa lebih dari 80 demonstran anti-kudeta di kota Bago, dekat kota utama Yangon, pada Kamis malam dan Jumat lalu.
Demikian kelompok pemantau Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) dan sebuah outlet berita domestik melaporkan seperti dilansir Reuters.
Aparat menggunakan granat, senapan untuk membubarkan aksi protes mementang pemerintahan junta militer di kota, kata para saksi dan media domestik.
AAPP dan portal berita Myanmar Now mengatakan 82 orang tewas.
Sebelumnya aparat keamanan Myanmar menembaki demonstran anti-kudeta pada hari Rabu (7/4/2021) dan menewaskan sedikitnya tujuh orang dan melukai beberapa orang.
Demikian laporan media lokal seperti dilansir Reuters, Rabu (7/3/2021).
Dilaporkan aparat keamanan menembaki para demonstran di kota Kale, ketika mereka menuntut pemulihan pemerintahan sipil Aung San Suu Kyi, kata seorang warga kepada Reuters.
Kantor berita mengutip saksi mengatakan ada korban dan tembakan berulang.
Kantor berita Mizzima dan Irrawaddy mengatakan lima orang tewas dan beberapa terluka.
Penduduk Kale mengatakan informasi itu diberikan kepadanya oleh para saksi, yang mengambil foto lima jenazah korban tewas akibat tembakan aparat keamanan Myanmar.
Reuters tidak dapat memverifikasi jumlah korban secara independen.
Sementara dua demonstran tewas di kota Bago dekat Yangon, kata kantor berita Myanmar Now.
Penguasa junta militer mengatakan gerakan pembangkangan sipil itu "menghancurkan" Myanmar.
Baca juga: Junta Myanmar Klaim Demonstran yang Dibunuh Pasukannya 248 Orang, Beda dengan Catatan AAPP 614 Orang
Baca juga: Junta Myanmar Membatasi Akses Internet hingga Menyita Antena TV Satelit Warga
Sejauh ini lebih dari 580 orang tewas, menurut kelompok aktivis, dalam kekacauan di Myanmar sejak kudeta 1 Februari lalu yang mengakhiri periode singkat demokrasi yang dipimpin sipil.
Aksi protes dan pemogokan nasional terus berlanjut sejak saat itu, meskipun militer menggunakan kekuatan mematikan untuk memadamkan aksi protes warga.
Dilaporkan pula kebakaran terjadi di Pabrik Garmen JOC, milik China di Yangon pada hari Rabu, kata laporan berita dan Departemen Pemadam Kebakaran.
Tidak ada laporan korban jiwa dan tidak ada rincian sejauh mana kerusakan terjadi.
Di daerah Yangon lainnya, para aktivis membakar bendera China, menurut foto yang diposting di Facebook.
China dipandang mendukung junta militer dan bulan lalu ada serangan pembakaran terhadap 32 pabrik yang diinvestasikan China di Yangon.
Jenderal Senior Min Aung Hlaing, kepala junta, mengatakan dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan pada hari Rabu bahwa gerakan pembangkangan sipil atau CDM telah menghentikan kerja rumah sakit, sekolah, jalan, kantor dan pabrik.
"Meskipun aksi protes dilakukan di negara-negara tetangga dan komunitas internasional, mereka tidak menghancurkan bisnis," katanya.
"Namun CDM, kegiatan untuk menghancurkan negara."
Menurut kelompok advokasi Association for Political Prisoners (AAPP), 581 orang, termasuk puluhan anak-anak, telah ditembak mati oleh militer dan polisi dalam gelombang aksi protes hampir setiap hari sejak kudeta.
Selain itu militer telah menangkap hampir 3.500 orang, dengan 2.750 masih ditahan.(Reuters)