TRIBUNNEWS.COM - Publik Myanmar pada Minggu (25/4/2021), mengritik konsensus KTT ASEAN yang digelar pada Sabtu (24/3/2021) untuk membahas kudeta militer di negara itu.
ASEAN Leaders Meeting (ALM) yang diinisiasi Presiden Joko Widodo itu, dihadiri sejumlah pemimpin Asia Tenggara.
Satu di antaranya adalah otak dari kudeta militer di Myanmar, Panglima Jenderal Min Aung Hlaing.
Selain itu, dihadiri juga Perdana Menteri Vietnam Phạm Minh Chính, Perdana Menteri Kamboja Hun Sen, Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin, dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong.
Baca juga: Lewat KTT ASEAN, Politikus PKS Berharap Demokrasi di Myanmar Segera Dipulihkan, Kekerasan Dihentikan
Baca juga: Pemerintah Bayangan Myanmar Sambut Baik Seruan ASEAN Agar Junta Militer Akhiri Kekerasan
Dalam pertemuan itu, para pemimpin menyepakati 5 konsensus terkait kekerasan di Myanmar.
Salah satunya yakni kekerasan harus segera dihentikan dan semua pihak diharapkan bisa menahan diri.
Namun, poin konsensus ini dianggap publik Myanmar gagal memulihkan demokrasi dan tidak ada pertanggung jawaban militer pada ratusan korban sipil.
Dilansir Reuters, tidak ada demo sehari setelah KTT ASEAN meskipun warga mengkritik hasil konsensus.
Jenderal Min Aung Hlaing diketahui setuju mengakhiri kekerasan, namun tidak menjelaskan bagaimana kelanjutan terkait kesepakatan itu.
"Pernyataan ASEAN adalah tamparan di wajah orang-orang yang dianiaya, dibunuh dan diteror oleh militer," kata seorang pengguna Facebook bernama Mawchi Tun.
"Kami tidak membutuhkan bantuan Anda dengan pola pikir dan pendekatan itu."
Menurut Ketua ASEAN, Sultan Brunei Darussalam, ada lima poin konsensus, yakni mengakhiri kekerasan, dialog konstruktif di antara semua pihak, utusan khusus ASEAN untuk memfasilitasi dialog, penerimaan bantuan, dan kunjungan utusan ke Myanmar.
Konsensus ini tidak menyebutkan tahanan politik, yang mana Ketua ASEAN sempat menyinggung hal tersebut.
Para pemimpin ASEAN menginginkan komitmen dari Min Aung Hlaing untuk menahan pasukan keamanannya.