News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Virus Corona

Banyak Masyarakat Abai Prokes Setelah Vaksin, Satgas Khawatir Kasus di India Terjadi di Indonesia

Penulis: Inza Maliana
Editor: Arif Fajar Nasucha
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana ruang tunggu keberangkatan yang dipenuhi calon penumpang di Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Minggu (25/04/2021). Pemerintah melalui Satgas Penanganan Covid-19 terus melakukan pengetatan mobilitas pelaku perjalanan dalam negeri (PPDN) terkait larangan mudik untuk menekan penyebaran virus corona dengan peraturan H-14 peniadaan mudik (22 April-5 Mei 2021) dan H+7 peniadaan mudik (18 Mei-24 Mei 2021). WARTA KOTA/HENRY LOPULALAN

TRIBUNNEWS.COM - Kepala Bidang Komunikasi Publik Satgas Covid-19, Herry Trianto menyampaikan, ada kenaikan mobilitas di tengah masyarakat menjelang bulan Ramadan 2021.

Terlebih, mobilitas itu terjadi saat akhir pekan di pusat berbelanjaan di hampir seluruh kota di Indonesia.

Herry pun mengingatkan agar masyarakat mewaspadai dengan baik kenaikan mobilitas ini.

"Memang benar ada eskalasi kenaikan di pusat-pusat perbelanjaan di hampir seluruh provinsi di Indonesia sejak Maret, tepatnya pekan kedua Maret."

"Ini yang memang harus kita waspadai dan umumnya terjadi di akhir pekan," kata Herry, dalam tayangan Youtube Kompas TV, Senin (26/3/2021).

Baca juga: Satgas: 7 Persen Masyarakat Masih Bertekad Mudik pada Idul Fitri 2021

Herry menyebut, mobilitas ini sempat menurun setelah adanya pengumuman pembatasan aktivitas masyarakat.

Namun, akhir-akhir ini, mobilitas masyarakat kembali naik.

Suasana bioskop XXI di Grand City, Kota Surabaya, Jawa Timur, Jumat (2/4/2021). Mulai 2 April 2021, setelah satu tahun tutup akibat pandemi Covid-19, tujuh bioskop di Kota Surabaya kembali beroperasi dengan protokol kesehatan (prokes) ketat. Ketujuh bioskop tersebut yakni Ciputra World XXI, Grand City XXI, Pakuwon Mall XXI, Royal XXI, Transmart Rungkut XXI, Tunjungan 5 XXI, dan Galaxy XXI. Surya/Ahmad Zaimul Haq (Surya/Ahmad Zaimul Haq)

Tidak hanya di pusat perbelanjaan, Herry mengatakan, mobilitas masyarakat di antar daerah juga meningkat.

"Mobilitas masyarakat juga meningkat di antar daerah," ungkap Herry.

Untuk itu, dua mobilitas yang meningkat ini membuat khawatir akan terjadi lonjakan kasus.

Terlebih, banyaknya masyarakat yang mengabaikan protokol kesehatan setelah divaksin Covid-19.

Menurut Herry, keabaian masyarakat ini membuat Satgas Covid-19 khawatir akan lonjakan kasus seperti di India.

Baca juga: Satgas Covid-19: Larangan Mudik Hasil dari Pembelajaran Lonjakan Kasus di India

"Apa yang terjadi di India (masyarakat abai protokol kesehatan setelah divaksin) sebenarnya sebagian sudah terjadi di Indonesia."

"Dari awal Satgas sangat mengkhawatirkan euforia terhadap vaksin ini, menjadi banyak orang yang sudah divaksin berharap bisa mudik," kata Herry.

Selain itu, masyarakat yang sudah divaksin merasa lebih percaya diri seakan tidak bisa terkena Covid-19.

Suasana ruang tunggu keberangkatan yang dipenuhi calon penumpang di Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Minggu (25/04/2021). Pemerintah melalui Satgas Penanganan Covid-19 terus melakukan pengetatan mobilitas pelaku perjalanan dalam negeri (PPDN) terkait larangan mudik untuk menekan penyebaran virus corona dengan peraturan H-14 peniadaan mudik (22 April-5 Mei 2021) dan H+7 peniadaan mudik (18 Mei-24 Mei 2021). WARTA KOTA/HENRY LOPULALAN (WARTA KOTA/WARTA KOTA/HENRY LOPULALAN)

"Mereka mengabaikan protokol kesehatan karena merasa sudah vaksin dan kepercayaan dirinya tinggi," ujarnya.

Lebih lanjut, Herry pun membandingkan dengan mobilitas masyarakat saat menjalani ibadah puasa di tahun ini dengan tahun kemarin (2020).

Menurutnya, situasi bulan Ramadan pada tahun 2020 masih terkendali dan sepi bahkan mencekam.

Herry mengatakan, kala itu masyarakat benar-benar taat protokol kesehatan karena merasa masih takut dengan Covid-19.

Baca juga: Ahli Ungkap 5 Faktor Kasus Corona India Melonjak 30 Kali Lipat, Termasuk Percaya Diri Sudah Vaksin

Berbeda dengan tahun ini, ia tidak menemukan situasi yang sepi dan mencekam setelah pulang kantor seperti tahun lalu.

Untuk itu, ia mengingatkan agar masyarakat harus tetap mengikuti protokol kesehatan, meski telah menerima vaksin.

"Ini yang memang benar-benar jadi perhatian, kita sama sekali ngga boleh jumawa."

"Seperti yang terjadi di India, jangan sampai terjadi di Indonesia," tegasnya.

5 Penyebab India Mengalami 'Tsunami' Covid-19

Seperti diketahui, mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Tjandra Yoga Adhitama ikut buka suara mengenai lonjakan kasus Covid-19 yang tengah menimpa India.

Sebelum mengalami lonjakan yang disebut 'tsunami' Covid-19, Tjandra membenarkan kasus Covid-19 di India sempat melandai.

Dari biasanya 97.000 kasus perhari, turun sekira 9.000 kasus perhari pada Januari 2021 lalu.

Baca juga: Kondisi Terkini Covid-19 di India, Dianggap Seperti Serangan Monster hingga Krematorium Kewalahan

"Sebelumnya sudah turun 10 kali lipat dari 97 ribuan kasus menjadi 9 ribuan kasus pada awal 2021, tanpa vaksin," kata Tjandra, dalam tayangan Youtube Kompas TV, Senin (26/4/2021).

Kemudian, pada pertengahan April 2021, kasus Covid-19 di India tiba-tiba melonjak sangat drastis.

Bahkan, Tjandra menyebut, menurut informasi rekannya yang berada di India, 70 persen dari mereka memiliki keluarga hingga dirinya sendiri yang sakit.

Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Tjandra Yoga Adhitama

"Kemudian sekarang naik 30 kali lipat dari 10 ribuan kasus menjadi 300 ribuan kasus," kata Tjandra.

Tjandra pun menilai, ada lima faktor yang menjadi penyebab melonjaknya kasus Covid-19 di India.

Pertama, lanjut Tjandra, setelah penurunan kasus pada awal 2021, masyarakat di India kendor pada protokol kesehatan.

Bahkan, beberapa tempat umum yang sebelumnya sepi, berubah menjadi ramai seakan tidak terjadi pandemi.

Baca juga: Situasi Covid-19 di India: Rumah Sakit Penuh, Oksigen Dijual di Pasar Gelap dengan Harga Tinggi

Keramaian itu ditemukan di pasar, bioskop, hingga transportasi umum seperti kereta.

"Kalau kita analisa sejauh ini ada lima kemungkinan, pertama 3M (menjaga jarak, memaki masker, mencuci tangan) kendor sekali," ujarnya.

Faktor kedua, kata Tjandra, adanya gelaran acara besar-besaran yang diadakan di India.

Mirisnya, gelaran acara tersebut umumnya tidak memperhatikan protokol kesehatan.

Seorang petugas kesehatan menyuntik seorang pria dengan dosis vaksin COVID-19 di klinik kesehatan kota, di Kolkata pada 19 April 2021. (Dibyangshu SARKAR / AFP)

"Kedua, harus diakui ada beberapa event besar, ada beberapa pilkada, upacara perkawinan, dan upacara kebudayaan dan keagamaan," ungkapnya.

Ketiga, Tjandra menilai banyak masyarakat yang merasa percaya diri dengan keampuhan vaksin.

Padahal, saat ini, vaksinasi di India baru sekitar 10 persen, dari jumlah penduduknya sebanyak 1,3 miliar.

"Nomer tiga ini soal vaksin, vaksin mereka sudah 132 juta, tapi itu baru sekitar 10 persen."

"Ada dugaan juga mereka yang divaksin ini merasa percaya diri berlebihan sehingga tidak nenaati protokol kesehatan," terang Tjandra.

Baca juga: Orang-orang Kaya di India Terbang Tinggalkan Negara dengan Jet Pribadi saat Kasus Covid-19 Meroket

Kemudian, faktor keempat, Tjandra menduga adanya test dan tracing yang semakin turun perharinya.

Terakhir, Tjandra menyebut adanya mutasi Covid-19 di India membuat penyebab melonjaknya kasus.

Tidak hanya mutasi B117 dari Inggris, ia menilai India juga memiliki mutasi Covid-19 sendiri, yakni B.1.1.617 yang diduga tidak kalah menular.

(Tribunnews.com/Maliana)

Berita lain terkait virus corona di India

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini